Setigi Gresik, Lokasi Pembuangan Sampah yang Disulap Jadi Desa Wisata
A
A
A
GRESIK - Sejak tidak dipergunakan lagi untuk aktivitas penambangan kapur pada 2003, sebuah bukit kapur seluas 5 hektare di Desa Sekapuk, Kecamatan Ujung Pangkah, Kabupaten Gresik berubah menjadi tempat pembuangan sampah warga. Alhasil, pemandangan tak sedap dan kumuh tersaji di lokasi tersebut. Bahkan, wilayah dengan kedalaman 25 meter itu sudah dipenuhi sampah hingga tingginya melebihi batas jalan.
Akan tetapi, sejak awal 2018, lokasi tersebut sudah mulai dibersihkan, dan disulap menjadi sebuah tempat wisata yang sangat menarik serta instagrammable. Hal ini tak terlepas dari tangan dingin sang Kepala Desa Sekapuk, Abdul Halim untuk mengajak warganya berswadaya mendirikan tempat wisata yang diberi nama wisata bukit kapur Setigi, yang singkatan dari Selo, Tirto, dan Giri atau batu, air dan bukit.
Abdul Halim mengungkapkan bahwa seusai dibersihkan pada awal 2018, kemudian dipersiapkan untuk dijadikan tempat wisata. "Waktu itu kita bentuk Darwis, kelompok sadar wisata, kita buat juga Perdesnya, kemudian kita kelola," ungkapnya ketika dijumpai SINDOnews di Balai Desa Sekapuk, Kabupaten Gresik, beberapa waktu lalu.
Untuk membangun desa wisata ini, ratusan warga Desa Sekapuk diajak patungan sebesar Rp7.000/hari atau sekitar Rp2,4 juta/tahun. Dengan kata lain, para warga tersebut merupakan investor untunk wisata Setigi ini. "Masyarakat secara resmi menjadi pengusaha pariwisata, dan inilah bentuknya. Uang Rp7.000 tapi ketika kita komitmen bersama, dikumpulkan jadi satu, kecil jadi besar, ya ini buktinya. Indahnya kebersamaan," ucap Abdul Halim.
Sedangkan tenaga kerja yang menggarap wisata Setigi ini seluruhnya warga lokal, dan dibantu juga oleh tenaga ahli yang berasal dari desa tetangga. "Kita enggak mau gambling, ngawur, harus ada pengalamannya," tukas Kades berjenggot dan berambut gondrong ini.
"Ada juga putra daerah sini yang kerja di Malaysia puluhan tahun memang skill-nya di taman, kita tarik. Dan dibuktikan mereka kerasan, sehingga enggak terasa hampir kerja 1 tahun di sini, terus enggak ada keributan dengan keluarga. Nah, berarti kan sama saja, kerja di Malaysia dan di Indonesia sama," sambungnya.
Seiring berjalannya waktu, wisata bukit kapur Setigi sudah berada dalam tahap penyelesaian, dan rencananya akan diresmikan pada malam tahun baru atau tepat 1 Januari 2020. "Januari tanggal 1, malam tahun baru nanti di sini semua, kita sudah mufakat. Kepala Desa, Ketua RT, Ketua RW, BPD dan penabung, kita kumpulkan di sini semua, kita undang. Untuk penabung kita bagikan obligasi saham, suratnya kita bagikan," papar Abdul Halim.
Dari luas keseluruhan 5 hektare, namun tempat wisata yang akan di-launching nanti baru memakan lahan sekitar 1,2 hektare. "Dengan luas tersebut, sudah dibangun air terjun buatan, glamping, kolam renang, monumen, sepeda air, danau buatan, jembatan rumah tempo dulu, rumah apung, miniatur Masjid Persia dan spot-spot foto taman. Fasilitas umum juga sudah dipenuhi, seperti toilet, penerangan juga sudah kita siapkan," terang Kades yang dikenal mudah bergaul ini.
Pengunjung wisata Setigi tidak perlu khawatir perut keroncongan, karena juga dipersiapkan foodcourt atau pusat kuliner. Abdul Halim pun memberdayakan warganya yang kurang mampu untuk berdagang di foodcourt. Banyak pilihan makanan yang disajikan para pedagang di sini, mulai dari makanan atau minuman khas, bakso, soto, dan macam-macam hidangan lainnya. Sesuai dengan instruksi sang Kades, para pedagang di sini diminta harga yang ditawarkan ekonomis, jangan terlalu mahal.
Meski belum diresmikan, wisata bukit kapur Setigi ini sudah banyak dikunjungi oleh masyarakat. Selain masyarakat setempat, juga terdapat wisatawan dari luar kota, bahkan luar negeri yang berkunjung ke Setigi. Menurut Abdul Halim, bulan kemarin, tercatat sudah terdapat 2.600-2.800 kunjungan dari wisatawan. Selain itu, dengan memiliki tebing-tebing batu kapur yang khas, Setigi juga seringkali menjadi lokasi untuk foto prewedding.
Sejauh ini, pengunjung cukup merogoh kocek sebesar Rp5.000 untuk sepeda motor dan Rp10.000 untuk mobil. Itu pun hanya untuk membayar parkir, sementara tiket masuk masih belum diberlakukan. Akan tetapi, apabila nanti sudah diresmikan, maka akan diberlakukan tiket masuk, yang besarnya masih belum bisa disebutkan oleh Abdul Halim.
"Karena masuk wahana, kita butuh perawatan, butuh bayar karyawan, terus butuh pemasukan. Dan yang lebih-lebih adalah pajak, karena belum dibuka saja, pihak Pemkab sudah mengingatkan," ungkap pria yang pernah mengenyam ilmu Ahli Nautika ini sembari tersenyum.
Sementara itu, ke depannya, Abdul Halim juga mempersiapkan penginapan untuk memfasilitasi para pengunjung dari luar kota atau luar negeri. Dia pun tetap akan melibatkan warganya untuk penginapan ini. "Jadi rencananya nanti homestay ini warga yang rumahnya punya kamar kosong 1 atau kosong 2, atau ditinggal orangnya dan tidak berpenghuni, itu semua didata RT-RT, nanti bisa disewakan. Jadi pengunjung itu bisa di tengah-tengah masyarakat, bisa interaksi langsung dengan masyarakat," jelasnya.
Meskipun begitu, nantinya juga akan terdapat standar untuk kamar penginapannya. "Ada ketentuan sesuai dengan kewenangan RT-nya, karena kita mencoba RT itu nanti harus mandiri ke depannya. Yang jelas ini harus membantu masyarakat, dan kita sebagai tuan rumah itu harus ramah, dan itu hukumnya wajib menurut agama dan keyakinan kita," pungkasnya.
Akan tetapi, sejak awal 2018, lokasi tersebut sudah mulai dibersihkan, dan disulap menjadi sebuah tempat wisata yang sangat menarik serta instagrammable. Hal ini tak terlepas dari tangan dingin sang Kepala Desa Sekapuk, Abdul Halim untuk mengajak warganya berswadaya mendirikan tempat wisata yang diberi nama wisata bukit kapur Setigi, yang singkatan dari Selo, Tirto, dan Giri atau batu, air dan bukit.
Abdul Halim mengungkapkan bahwa seusai dibersihkan pada awal 2018, kemudian dipersiapkan untuk dijadikan tempat wisata. "Waktu itu kita bentuk Darwis, kelompok sadar wisata, kita buat juga Perdesnya, kemudian kita kelola," ungkapnya ketika dijumpai SINDOnews di Balai Desa Sekapuk, Kabupaten Gresik, beberapa waktu lalu.
Untuk membangun desa wisata ini, ratusan warga Desa Sekapuk diajak patungan sebesar Rp7.000/hari atau sekitar Rp2,4 juta/tahun. Dengan kata lain, para warga tersebut merupakan investor untunk wisata Setigi ini. "Masyarakat secara resmi menjadi pengusaha pariwisata, dan inilah bentuknya. Uang Rp7.000 tapi ketika kita komitmen bersama, dikumpulkan jadi satu, kecil jadi besar, ya ini buktinya. Indahnya kebersamaan," ucap Abdul Halim.
Sedangkan tenaga kerja yang menggarap wisata Setigi ini seluruhnya warga lokal, dan dibantu juga oleh tenaga ahli yang berasal dari desa tetangga. "Kita enggak mau gambling, ngawur, harus ada pengalamannya," tukas Kades berjenggot dan berambut gondrong ini.
"Ada juga putra daerah sini yang kerja di Malaysia puluhan tahun memang skill-nya di taman, kita tarik. Dan dibuktikan mereka kerasan, sehingga enggak terasa hampir kerja 1 tahun di sini, terus enggak ada keributan dengan keluarga. Nah, berarti kan sama saja, kerja di Malaysia dan di Indonesia sama," sambungnya.
Seiring berjalannya waktu, wisata bukit kapur Setigi sudah berada dalam tahap penyelesaian, dan rencananya akan diresmikan pada malam tahun baru atau tepat 1 Januari 2020. "Januari tanggal 1, malam tahun baru nanti di sini semua, kita sudah mufakat. Kepala Desa, Ketua RT, Ketua RW, BPD dan penabung, kita kumpulkan di sini semua, kita undang. Untuk penabung kita bagikan obligasi saham, suratnya kita bagikan," papar Abdul Halim.
Dari luas keseluruhan 5 hektare, namun tempat wisata yang akan di-launching nanti baru memakan lahan sekitar 1,2 hektare. "Dengan luas tersebut, sudah dibangun air terjun buatan, glamping, kolam renang, monumen, sepeda air, danau buatan, jembatan rumah tempo dulu, rumah apung, miniatur Masjid Persia dan spot-spot foto taman. Fasilitas umum juga sudah dipenuhi, seperti toilet, penerangan juga sudah kita siapkan," terang Kades yang dikenal mudah bergaul ini.
Pengunjung wisata Setigi tidak perlu khawatir perut keroncongan, karena juga dipersiapkan foodcourt atau pusat kuliner. Abdul Halim pun memberdayakan warganya yang kurang mampu untuk berdagang di foodcourt. Banyak pilihan makanan yang disajikan para pedagang di sini, mulai dari makanan atau minuman khas, bakso, soto, dan macam-macam hidangan lainnya. Sesuai dengan instruksi sang Kades, para pedagang di sini diminta harga yang ditawarkan ekonomis, jangan terlalu mahal.
Meski belum diresmikan, wisata bukit kapur Setigi ini sudah banyak dikunjungi oleh masyarakat. Selain masyarakat setempat, juga terdapat wisatawan dari luar kota, bahkan luar negeri yang berkunjung ke Setigi. Menurut Abdul Halim, bulan kemarin, tercatat sudah terdapat 2.600-2.800 kunjungan dari wisatawan. Selain itu, dengan memiliki tebing-tebing batu kapur yang khas, Setigi juga seringkali menjadi lokasi untuk foto prewedding.
Sejauh ini, pengunjung cukup merogoh kocek sebesar Rp5.000 untuk sepeda motor dan Rp10.000 untuk mobil. Itu pun hanya untuk membayar parkir, sementara tiket masuk masih belum diberlakukan. Akan tetapi, apabila nanti sudah diresmikan, maka akan diberlakukan tiket masuk, yang besarnya masih belum bisa disebutkan oleh Abdul Halim.
"Karena masuk wahana, kita butuh perawatan, butuh bayar karyawan, terus butuh pemasukan. Dan yang lebih-lebih adalah pajak, karena belum dibuka saja, pihak Pemkab sudah mengingatkan," ungkap pria yang pernah mengenyam ilmu Ahli Nautika ini sembari tersenyum.
Sementara itu, ke depannya, Abdul Halim juga mempersiapkan penginapan untuk memfasilitasi para pengunjung dari luar kota atau luar negeri. Dia pun tetap akan melibatkan warganya untuk penginapan ini. "Jadi rencananya nanti homestay ini warga yang rumahnya punya kamar kosong 1 atau kosong 2, atau ditinggal orangnya dan tidak berpenghuni, itu semua didata RT-RT, nanti bisa disewakan. Jadi pengunjung itu bisa di tengah-tengah masyarakat, bisa interaksi langsung dengan masyarakat," jelasnya.
Meskipun begitu, nantinya juga akan terdapat standar untuk kamar penginapannya. "Ada ketentuan sesuai dengan kewenangan RT-nya, karena kita mencoba RT itu nanti harus mandiri ke depannya. Yang jelas ini harus membantu masyarakat, dan kita sebagai tuan rumah itu harus ramah, dan itu hukumnya wajib menurut agama dan keyakinan kita," pungkasnya.
(nug)