Review Film Little Women
A
A
A
Novel Little Women karya Louisa May Alcott adalah salah satu karya sastra Amerika yang paling banyak diadaptasi dalam bentuk drama panggung, serial/film televisi dan juga film layar lebar. Setelah sukses dengan versi layar lebarnya pada 1994, tahun lalu, Sony kembali merilis versi terbaru film Little Women dengan Greta Gerwig sebagai sutradaranya.
Dengan cerita yang kuat dan penyutradaraan yang baik serta didukung cast yang memiliki kemampuan akting mumpuni, Little Women versi 2019 ini memang sangat asyik ditonton. Meski cara penceritaannya agak lompat waktu dari masa ketika cerita film itu berjalan dan masa 7 tahun sebelumnya, alur ceritanya cukup bisa diikuti. Terlebih, tak banyak perubahan yang dilakukan Greta di film ini dari versi 1994 atau pun dari buku aslinya.
Little Women menceritakan empat bersaudari, yaitu si sulung Meg (Emma Watson), Jo (Saoirse Ronan), Beth (Eliza Scanlen) dan si bungsu Amy (Florence Pugh). Mereka tinggal bersama ibu mereka, Margaret (Laura Dern) yang dipanggil Marmee (baca: mami) di Concord, New Hampshire. Ayah mereka adalah seorang pastor yang ikut dalam Perang Saudara Amerika yang terjadi di masa itu.
Si sulung Meg adalah sosok gadis tradisional. Dia mengikuti adat yang berlaku di komunitasnya. Meski dirasa memiliki kemampuan yang baik sebagai wanita, tapi, Meg mengikuti takdirnya dengan menikah dan memiliki anak. Meskipun, suaminya, John Brooke (James Norton) adalah seorang guru miskin.
Jo, si anak kedua, adalah seorang gadis tomboy. Sehari-hari dia suka menulis dan membacakan buku untuk tantenya, Bibi March (Meryl Streep). Dia juga mengajar anak-anak kecil di sekitarnya. Kesukaannya menulis membuatnya mencoba menjual cerita karangannya ke perusahaan publikasi. Dia beruntung karena pemilik perusahaan itu mau menerbitkan cerita pendek hasil tulisannya. Meskipun, dia harus mengalami pahitnya kena editing.
Beth, anak ketiga, adalah yang paling lemah di antara mereka. Sejak kecil, dia sakit-sakitan. Namun, dia memiliki bakat bermain piano yang membuat tetangga mereka, Mr Laurence (Chris Cooper) terpesona sampai dia memberikan pianonya kepada Beth. Hati Beth juga memiliki hati yang lembut. Amy, si bungsu, adalah anak yang ceria dan energik. Dia suka melukis dan bakatnya ini membuatnya dibawa Bibi March ke Paris untuk menemaninya.
Little Women akan lebih berfokus pada kiprah Jo. Si tomboy ini kemudian pindah ke New York dan mengadu nasib sebagai guru di sebuah rumah. Namun, sebuah telegram mengharuskannya pulang ke New Hampshire. Tak hanya itu, dia menelan kekecewaan setelah salah satu rekan kerjanya di rumah itu, Friedrich Bhaer (Louis Garrel), menyebut cerita yang ditulis Jo buruk karena tidak ada moralnya.
Sepanjang perjalanannya dari New York ke New Hampshire, Jo teringat semua masa lalunya. Salah satunya adalah cungkilan kisahnya dengan Laurie (Timothee Chalamet), cucu Mr Laurence, tetangganya di kampung. Laurie jatuh cinta kepada Jo. Namun, Jo tidak mau menikah dengan Laurie karena merasa pernikahan bukanlah hal yang tepat untuknya.
Dinamika hubungan antara empat bersaudari yang saling menyayangi satu sama lain ini menjadi inti kekuatan film ini. Mereka memang rukun, tapi ada kalanya juga bertengkar atau pun tak akur. Namun, dengan cepat, mereka bisa memaafkan satu sama lain. Hubungan persaudaraan yang erat dan penuh emosi inilah yang membuat film ini menjadi tontonan yang lain dari yang lain. Banyak value tentang keluarga dan persaudaraan yang bisa diambil dari film ini.
Greta dengan baik mampu menyajikan jalian cerita ini dengan runtut dan penuh emosi. Meski lini masanya maju mundur, plot ceritanya tetap berjalan lurus. Jika Anda agak susah melihat perbedaan waktunya, maka perhatikan cara dandan empat bersaudari ini, terutama Jo. Ada perbedaan dari tantanan rambutnya dari masa 7 tahun sebelum cerita itu dikisahkan dan pada masa cerita itu bergulir.
Akting Saoirse pun tak perlu dipertanyakan lagi. Dia mampu menggambarkan sosok Jo yang tomboy, pendobrak, nekat, tapi di sisi lain, dia juga sentimentil. Selain Saoirse, Florence juga menampilkan bakat yang tak kalah memukau. Dia bisa menampilkan sosok Amy yang jahil dan ceria. Namun, satu catatan adalah secara fisik Florence terlihat lebih tua dari Beth yang seharusnya menjadi kakakanya. Di sini, Amy terlihat begitu dewasa dan terlihat jauh lebih ‘matang’ secara penampakan fisik dari Meg dan juga Jo.
Little Women akan membuat penonton mempertanyakan tentang hubungan keluarga mereka. Tentang dinamika mereka dengan saudara atau orang tua mereka. Film ini emosional tanpa berlebihan, tapi tetap menyentuh. Ada momen-momen yang terasa relate dengan kehidupan saat ini meski film ini ber-setting di masa lalu.
Little Women adalah sebuah drama keluarga yang dinamis, menyentuh dan memukau siapa pun yang menontonnya. Film ini emosional tanpa gimmick sana sini yang berlebihan.
Little Women sudah bisa Anda saksikan di bioskop kesayangan Anda. Film ini berating 13 tahun ke atas alias remaja. Selamat menyaksikan!
Dengan cerita yang kuat dan penyutradaraan yang baik serta didukung cast yang memiliki kemampuan akting mumpuni, Little Women versi 2019 ini memang sangat asyik ditonton. Meski cara penceritaannya agak lompat waktu dari masa ketika cerita film itu berjalan dan masa 7 tahun sebelumnya, alur ceritanya cukup bisa diikuti. Terlebih, tak banyak perubahan yang dilakukan Greta di film ini dari versi 1994 atau pun dari buku aslinya.
Little Women menceritakan empat bersaudari, yaitu si sulung Meg (Emma Watson), Jo (Saoirse Ronan), Beth (Eliza Scanlen) dan si bungsu Amy (Florence Pugh). Mereka tinggal bersama ibu mereka, Margaret (Laura Dern) yang dipanggil Marmee (baca: mami) di Concord, New Hampshire. Ayah mereka adalah seorang pastor yang ikut dalam Perang Saudara Amerika yang terjadi di masa itu.
Si sulung Meg adalah sosok gadis tradisional. Dia mengikuti adat yang berlaku di komunitasnya. Meski dirasa memiliki kemampuan yang baik sebagai wanita, tapi, Meg mengikuti takdirnya dengan menikah dan memiliki anak. Meskipun, suaminya, John Brooke (James Norton) adalah seorang guru miskin.
Jo, si anak kedua, adalah seorang gadis tomboy. Sehari-hari dia suka menulis dan membacakan buku untuk tantenya, Bibi March (Meryl Streep). Dia juga mengajar anak-anak kecil di sekitarnya. Kesukaannya menulis membuatnya mencoba menjual cerita karangannya ke perusahaan publikasi. Dia beruntung karena pemilik perusahaan itu mau menerbitkan cerita pendek hasil tulisannya. Meskipun, dia harus mengalami pahitnya kena editing.
Beth, anak ketiga, adalah yang paling lemah di antara mereka. Sejak kecil, dia sakit-sakitan. Namun, dia memiliki bakat bermain piano yang membuat tetangga mereka, Mr Laurence (Chris Cooper) terpesona sampai dia memberikan pianonya kepada Beth. Hati Beth juga memiliki hati yang lembut. Amy, si bungsu, adalah anak yang ceria dan energik. Dia suka melukis dan bakatnya ini membuatnya dibawa Bibi March ke Paris untuk menemaninya.
Little Women akan lebih berfokus pada kiprah Jo. Si tomboy ini kemudian pindah ke New York dan mengadu nasib sebagai guru di sebuah rumah. Namun, sebuah telegram mengharuskannya pulang ke New Hampshire. Tak hanya itu, dia menelan kekecewaan setelah salah satu rekan kerjanya di rumah itu, Friedrich Bhaer (Louis Garrel), menyebut cerita yang ditulis Jo buruk karena tidak ada moralnya.
Sepanjang perjalanannya dari New York ke New Hampshire, Jo teringat semua masa lalunya. Salah satunya adalah cungkilan kisahnya dengan Laurie (Timothee Chalamet), cucu Mr Laurence, tetangganya di kampung. Laurie jatuh cinta kepada Jo. Namun, Jo tidak mau menikah dengan Laurie karena merasa pernikahan bukanlah hal yang tepat untuknya.
Dinamika hubungan antara empat bersaudari yang saling menyayangi satu sama lain ini menjadi inti kekuatan film ini. Mereka memang rukun, tapi ada kalanya juga bertengkar atau pun tak akur. Namun, dengan cepat, mereka bisa memaafkan satu sama lain. Hubungan persaudaraan yang erat dan penuh emosi inilah yang membuat film ini menjadi tontonan yang lain dari yang lain. Banyak value tentang keluarga dan persaudaraan yang bisa diambil dari film ini.
Greta dengan baik mampu menyajikan jalian cerita ini dengan runtut dan penuh emosi. Meski lini masanya maju mundur, plot ceritanya tetap berjalan lurus. Jika Anda agak susah melihat perbedaan waktunya, maka perhatikan cara dandan empat bersaudari ini, terutama Jo. Ada perbedaan dari tantanan rambutnya dari masa 7 tahun sebelum cerita itu dikisahkan dan pada masa cerita itu bergulir.
Akting Saoirse pun tak perlu dipertanyakan lagi. Dia mampu menggambarkan sosok Jo yang tomboy, pendobrak, nekat, tapi di sisi lain, dia juga sentimentil. Selain Saoirse, Florence juga menampilkan bakat yang tak kalah memukau. Dia bisa menampilkan sosok Amy yang jahil dan ceria. Namun, satu catatan adalah secara fisik Florence terlihat lebih tua dari Beth yang seharusnya menjadi kakakanya. Di sini, Amy terlihat begitu dewasa dan terlihat jauh lebih ‘matang’ secara penampakan fisik dari Meg dan juga Jo.
Little Women akan membuat penonton mempertanyakan tentang hubungan keluarga mereka. Tentang dinamika mereka dengan saudara atau orang tua mereka. Film ini emosional tanpa berlebihan, tapi tetap menyentuh. Ada momen-momen yang terasa relate dengan kehidupan saat ini meski film ini ber-setting di masa lalu.
Little Women adalah sebuah drama keluarga yang dinamis, menyentuh dan memukau siapa pun yang menontonnya. Film ini emosional tanpa gimmick sana sini yang berlebihan.
Little Women sudah bisa Anda saksikan di bioskop kesayangan Anda. Film ini berating 13 tahun ke atas alias remaja. Selamat menyaksikan!
(alv)