Bulk Store Mulai Menjamur, Tren Belanja Kembali ke Masa Lalu
A
A
A
JAKARTA - Saat ini konsumen di berbagai belahan dunia ingin ikut berperan dalam melestarikan lingkungan, sehingga kehadiran bulk store atau pack-free store tidak lagi menjadi sebuah tren, melainkan kebutuhan.
Tercatat setidaknya kini sudah ada 24 bulk store di Indonesia, salah satunya Saruga Package-free Shopping Store.
Menurut sang pemilik, Adi Asmawan, Saruga dibuat tanpa sengaja. Idenya muncul begitu saja saat Adi bersama sejumlah rekannya tersadar bahwa mereka sudah terpapar efek kerusakan lingkungan selama bertahun-tahun.
"Saya dan teman-teman saya bukan berlatar belakang aktivis. Tapi, setelah bertahun-tahun kami sadar sudah terpapar efek kerusakan lingkungan. Setelah menganalisa beberapa hal, saya berpikir bahwa bisnis retail adalah salah satu pintu gerbang diproduksinya sampah. Maka, diputuskanlah untuk membuat retail ini," cerita Adi, yang dijumpai di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta, Selasa (25/2).
Menurut Adi, kini tren belanja sudah mulai kembali ke zaman dulu, di mana barang dalam kemasan sekali pakai belumlah ada.
"Zaman dulu sudah ada yang namanya toko curah atau warung. Dulu konsumen juga jauh lebih bertanggung jawab, belum ada kemasan sekali pakai makanya selalu bawa kemasan sendiri. Dan, 10 tahun terakhir cara berbelanja seperti itu mulai diadopsi lagi. Model retail di masa depan akan kembali ke masa lalu," beber Adi, yang mendirikan Saruga sejak 2018.
Di Saruga, Adi menjamin produk yang dijualnya memiliki kualitas sama bagus dengan yang dibungkus di dalam kemasan. Selain itu, untuk produk pangan, Adi mengharuskan adanya izin BPOM.
Dan saat ini, di toko Saruga yang berlokasi di kawasan Bintaro, Jakarta Selatan, juga ada Refill Station untuk mengisi ulang 11 jenis produk yang dimiliki oleh PT Unilever Indonesia.
Adi mengatakan, berbelanja di bulk store, selain lebih ramah lingkungan, konsumen juga diajarkan untuk membeli apapun sesuai kebutuhan. Jadi tidak berlebih, karena kelebihan dari produk yang kita beli bakal menjadi sampah pada akhirnya. Selain itu, harga produk lebih murah karena yang dihitung hanyalah isinya, bukan termasuk kemasan.
Tercatat setidaknya kini sudah ada 24 bulk store di Indonesia, salah satunya Saruga Package-free Shopping Store.
Menurut sang pemilik, Adi Asmawan, Saruga dibuat tanpa sengaja. Idenya muncul begitu saja saat Adi bersama sejumlah rekannya tersadar bahwa mereka sudah terpapar efek kerusakan lingkungan selama bertahun-tahun.
"Saya dan teman-teman saya bukan berlatar belakang aktivis. Tapi, setelah bertahun-tahun kami sadar sudah terpapar efek kerusakan lingkungan. Setelah menganalisa beberapa hal, saya berpikir bahwa bisnis retail adalah salah satu pintu gerbang diproduksinya sampah. Maka, diputuskanlah untuk membuat retail ini," cerita Adi, yang dijumpai di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta, Selasa (25/2).
Menurut Adi, kini tren belanja sudah mulai kembali ke zaman dulu, di mana barang dalam kemasan sekali pakai belumlah ada.
"Zaman dulu sudah ada yang namanya toko curah atau warung. Dulu konsumen juga jauh lebih bertanggung jawab, belum ada kemasan sekali pakai makanya selalu bawa kemasan sendiri. Dan, 10 tahun terakhir cara berbelanja seperti itu mulai diadopsi lagi. Model retail di masa depan akan kembali ke masa lalu," beber Adi, yang mendirikan Saruga sejak 2018.
Di Saruga, Adi menjamin produk yang dijualnya memiliki kualitas sama bagus dengan yang dibungkus di dalam kemasan. Selain itu, untuk produk pangan, Adi mengharuskan adanya izin BPOM.
Dan saat ini, di toko Saruga yang berlokasi di kawasan Bintaro, Jakarta Selatan, juga ada Refill Station untuk mengisi ulang 11 jenis produk yang dimiliki oleh PT Unilever Indonesia.
Adi mengatakan, berbelanja di bulk store, selain lebih ramah lingkungan, konsumen juga diajarkan untuk membeli apapun sesuai kebutuhan. Jadi tidak berlebih, karena kelebihan dari produk yang kita beli bakal menjadi sampah pada akhirnya. Selain itu, harga produk lebih murah karena yang dihitung hanyalah isinya, bukan termasuk kemasan.
(tsa)