Gali Sejarah Kota dengan Blusukan

Selasa, 04 November 2014 - 16:17 WIB
Gali Sejarah Kota dengan Blusukan
Gali Sejarah Kota dengan Blusukan
A A A
Siapa yang tidak mengenal Kota Solo. Kota ini seakan menawarkan sejuta tempat wisata indah kepada para pengunjungnya. Namun, siapa yang sangka bila tidak semua masyarakat Solo tahu sejarah kotanya. Hal inilah yang mendasari terbentuknya kegiatan Blusukan Solo.

Rasa keprihatinan yang mendalam akhirnya menggugah sekelompok pemuda untuk mengkaji berbagai tempat bersejarah di lingkungan Solo. Mereka menamakan dirinya Blusukan Solo. Komunitas ini tergolong baru karena terbentuk pada April 2012 lalu.

“Sebenarnya komunitas ini sudah ada sejak Maret 2011, tapi karena kami baru memberitahukannya secara resmi pada April 2012, jadilah bulan itu kami pilih sebagai hari jadi kami,” sebut pentolan Blusukan Solo, Mariska Apriyani.

Mariska menceritakan, komunitas ini terbentuk dari lima temannya dari berbagai perguruan tinggi. Setiap kali melakukan kegiatan untuk lebih mengenal Kota Solo, ada beberapa teman yang memasukkan ilmu sejarah di dalamnya. Jadilah blusukan sebagai kegiatan mengenal kembali sejarah Kota Solo.

Anggota blusukan lainnya, Wahyu Prabowo, mengatakan misi dari komunitas ini adalah menyelamatkan keberadaan pengetahuan sejarah di Kota Solo. “Kami coba cari tempat bersejarah di kota ini dan ternyata sangat banyak sekali. Kami ambil sejarahnya dan kami sampaikan lagi hasilnya di akun jejaring sosial kami,” ujarnya.

Banyak tempat yang sudah digali dari komunitas Blusukan Solo ini, di antaranya Dalem Pangeran, Kampung Pecinan, Kampung Arab, Kampung Londo, Mangkunegara, dan beberapa tempat bersejarah lainnya. Setelah menemukan tempatnya, komunitas ini lalu menggali informasi dari para akademisi yang telah mengenal sejarah tempat tersebut.

“Selain dari para akademisi, kami selalu mencari informasi dari para sesepuh atau yang dituakan di wilayah tersebut. Kalau dengan penduduk, biasanya kami melakukan pendekatan secara tidak formal dengan cara ngobrol santai saja, dari situ nanti mereka yang lebih banyak bercerita,” kata Wahyu.

Layaknya tempat bersejarah di Indonesia yang banyak terbengkalai, begitu juga dengan kondisi tempat bersejarah di Solo. “Hampir 50% tempat yang kami datangi dan kaji hasilnya sangat memprihatinkan. Seperti bangunan yang banyak tidak terawat, rusak, bahkan ada yang hilang karena diganti dengan yang baru. Kondisi tempatnya seperti tidak diperhatikan atau tidak layak sebagai tempat bersejarah,” tutur Wahyu.

Tidak semua perjalanan blusukan komunitas ini selalu lancar dan mulus. Terkadang mereka sering mendapat keluhan dari para warga yang merasa terbebani dengan pungutan pajak bangunan miliknya yang terbilang cukup mahal. Padahal, apabila bangunan tersebut masuk dalam cagar budaya yang mestinya dilestarikan, hal tersebut menjadi bagian dari tanggung jawab yang harus dijaga oleh pemerintah. Bagi yang tertarik bergabung, komunitas ini hanya mensyaratkan komitmen untuk melestarikan sejarah budaya Indonesia.

Aprilia s andyna
(bbg)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.2650 seconds (0.1#10.140)