Soal Ego dan Urusan Cinta

Sabtu, 15 November 2014 - 13:14 WIB
Soal Ego dan Urusan Cinta
Soal Ego dan Urusan Cinta
A A A
Judul Gunung Emas Almayer sedikit banyak akan membuat calon penonton mengira bahwa ini film perburuan harta karun atau petualangan ala Indiana Jones.

Namun, rupanya film produksi Media Desa Indonesia yang pernah memproduksi film Trilogi Merah Putih adalah film tentang ego seorang ayah dan hubungan cinta antara anaknya yang berdarah Belanda-Melayu dan seorang pangeran Malaka.

Film dibuka dengan keterangan setting cerita, yaitu di Malaka pada 1830. Kaspar Almayer (Peter OBrien) mengirim anaknya yang masih bocah, Nina, sekolah di Singapura tanpa sepengetahuan istrinya, Mem (Sofia Jane, artis Malaysia berdarah Betawi).

Nina dikirim ke sana demi mendapatkan pendidikan ala Barat. Peristiwa inilah yang membuka banyak luka masa lalu dari keluarga disfungsional ini. Kaspar adalah arkeolog sekaligus pedagang senjata dari Belanda.

Meski begitu, dia lahir di Singapura, lalu tinggal di Malaka demi berburu harta karun di gunung emas. Dia terobsesi menemukan gunung tersebut agar bisa membawa Nina (Diana Danielle) agar bisa hidup di “lingkungan yang sebenarnya”. Namun, Mem yang asli Melayu ingin membesarkan anaknya dengan budaya nenek moyangnya itu.

Perbedaan prinsip itu membuat Mem membenci Kaspar. Sampai Nina kembali ke Malaka, hubungan suami-istri itu tak berubah. Keduanya saling benci, tapi dua-duanya sangat mencintai Nina. Mereka rela melakukan apa pun demi anak mereka itu. Hingga Nina akhirnya jatuh cinta kepada Daen Maroola (Adi Putra), pangeran Malaka yang berjanji membantu Kaspar melakukan ekspedisi mencari gunung emas.

Hubungan antara ketiganya menjadi rumit karena Daen dianggap pemberontak oleh pemerintah Inggris yang menguasai Malaka. Sementara Kaspar dekat dengan pemerintah Inggris. Gunung Emas Almayer diadaptasi dari novel klasik karya Joseph Conrad yang terbit pada 1895.

Entah karena diangkat dari novel dengan cerita yang kompleks, sutradara U-Wei bin Haji Saari tampak kesulitan menceritakan dan memadukan plot utama dengan subplot yang banyak bertebaran di film. Plot utama diceritakan dengan tersendat-sendat.

Adapun subplot tentang hubungan sosial dan tarik-menarik politik antara sesepuh di Malaka, warga lokal, orang Arab, pemerintah Inggris yang menguasai Malaka, dengan Kaspar sebagai orang Belanda, hanya dijelaskan sepotong-sepotong.

Hasilnya, baik cerita plot utama maupun subplot sama-sama terasa hampa dan minim emosi. Kalaupun ada emosi yang terkuras, justru tepat pada akhir cerita, yang menggambarkan betapa rumit dan emosionalnya hubungan antara Kaspar dan Nina. Sayangnya, momen ini sudah terlambat membangun emosi penonton.

Herita endrianaa
(bbg)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7644 seconds (0.1#10.140)