Jakarta The Next World Class Shopping Destination

Jum'at, 19 Desember 2014 - 13:11 WIB
Jakarta The Next World Class Shopping Destination
Jakarta The Next World Class Shopping Destination
A A A
Kalau Anda masih berpikir Bangkok, Singapura atau Malaysia itu tujuan wisata belanja paling hits atau Anda masih Paris minded , wah Anda mungkin kurang berpetualang.

Sekarang itu yang hits justru ada di halaman Anda, kampung Anda sendiri, Jakarta. Kota kebanggaan saya. Pengalaman menulis buku wisata berbelanja di berbagai belahan dunia, dan pengalaman bekerja sama dengan banyak dinas pariwisata negara-negara asing, membuat saya perlahan-lahan dapat memetakan kelebihan dan kekurangan kotakota tersebut sebagai tujuan wisata belanja buat orang Indonesia dan perlahan saya juga dapat melihat bahwa Jakarta punya potensi yang luar biasa buat jadi tujuan wisata belanja kelas dunia.

Dan yang sering membuat saya sedih, banyak banget orang Indonesia, khususnya orang Jakarta yang justru tidak menyadari potensi tersebut. Pariwisata jelas mendatangkan devisa bagi negara kita, tapi jika kita mau fokus mengembangkan wisata belanja dan berhasil “memaksa” turis berwisata belanja, pasti pendapatan yang masuk ke Indonesia akan jauh lebih banyak.

Dari sebuah riset dapat diukur, orang asing yang datang ke Jakarta, membelanjakan uangnya USD300 per hari , sementara ada data lain yang memperlihatkan rata-rata orang Indonesia yang berkunjung ke Korea, menghabiskan USD2.000 /pax / trip di luar tiket pesawat. Jadi, PR banget kan buat pemerintah dan semua pihak terkait, termasuk saya, membuat semua orang asing yang datang ke Indonesia berbelanja sebanyak-banyaknya.

Kebayang dong kalau target wisatawan 2015 berhasil tercapai dan semua berhasil digiring agar belanja sebanyak-banyaknya. Bisa dipastikan kita tidak usah ketar-ketir lagi melihat fluktuasi mata uang kita. Ketika saya mendapatkan kesempatan bekerja sama dengan Dinas Pariwisata Pemda DKI, menulis buku Miss Jinjing Jakarta dan terlibat di berbagai kegiatan Dinas Pariwisata DKI, wah saya senang sekali dan bangga sekali bisa ikut berpartisipasi dalam mengembangkan Jakarta sebagai tujuan wisata belanja kelas dunia.

Tidak dapat dimungkiri kalau sebagian besar orang akhir-akhir ini sangat resah dengan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing yang benar-benar di luar prediksi. Gejolak ini cukup ampuh dalam “mengerem” sebagian orang Indonesia untuk berlibur di luar negeri dan berwisata belanja di negara tetangga pada akhir tahun. Jika orang melihat ini dari sisi negatifnya, saya melihat ini justru dari sisi yang amat sangat positif.

Berkaca dari pengalaman tahun 1998, ketika dolar menghancurkan perekonomian Indonesia, ada sisi positifnya, produk-produk Indonesia berkembang amat pesat karena masyarakat mengalihkan pola konsumsinya dari import oriented menjadi made in Indonesia oriented . Indonesia saat itu berhasil survive karena pola konsumsi orang Indonesia yang sangat masif dan pengalihan pola konsumsi.

Saya yakin, tahun depan kita bisa selamat karena pola konsumsi kita. Karenanya, kita jangan dilarang-larang dong, Pak, berkonsumsi. Harus jadi pembelajaran, pada krisis ekonomi dunia tahun 1998, negara-negara yang berhasil cepat “survive” dan “move on”, adalah negara-negara yang gencar menjual pariwisatanya, terutama wisata belanjanya.

Pendapatan devisa yang masuk sangat likuid dan berdampak langsung ke banyak pihak terkait dari hulu ke hilir. Situasi ini harus disikapi sangat serius oleh pemerintah karena kesempatan ini langka loh, menurut saya. Indonesia menjadi begitu “juicy” buat turis asing karena murah banget sebagai tujuan wisata, dan negeri sendiri sekarang jadi pilihan utama bagi sebagian orang Indonesia yang menghindar untuk sementara berjalan-jalan ke luar negeri.

Harus diakui, meski sekarang pemerintah begitu terbuka dalam memberikan izin kepada pemerintahpemerintah daerah membuka bandara internasional di daerah masing-masing, tapi pada kenyataan di lapangan, tidak banyak kota-kota di Indonesia yang siap infrastrukturnya dan siap mental penduduknya dalam menerima turis asing dan menjadi tempat turis asing untuk membuang uangnya.

Kota yang paling siap menerima turis asing di Indonesia, Jakarta, walaupun di mata orang asing, Jakarta masih kalah populer dari Bali, tapi saya berani jamin, Jakarta itu jauh lebih asyik dari Bali, apalagi buat para pencinta wisata belanja. Infrastruktur di Jakarta, masih yang terbaik, mal-mal gigantis yang tidak kalah keren atau bahkan lebih keren dari mal di negara tetangga.

Koleksi butik-butik ternama juga kita tidak kalah keren, bahkan sekarang sejumlah brand itu membuka butik dalam size yang lebih besar dari butik mereka yang ada di negara-negara lain, mungkin karena jika diconvert dalam dolar, cost membuka butik dan cost beriklan di Indonesia masih relatif murah jika dibandingkan dengan di negara-negara tetangga.

Berbeda dengan yang terjadi beberapa tahun yang lalu, harga-harga barangbarang yang ada di Jakarta juga sudah sangat bersaing dengan barang sejenis dan satu brand yang ada di negara tetangga. Padahal, pajak impor kita sebenarnya relatif jauh lebih tinggi. Infrastruktur pendukung seperti hotel berbintang juga sudah terbilang lengkap di Jakarta , begitu juga dengan fasilitas pendukung lainnya seperti hiburan malam dan hiburan keluarga untuk melengkapi petualangan wisata belanja di Jakarta.

Nah yang kurang dari industri retail di Indonesia itu hanya satu, “customer service culture”-nya yang belum berstandar. Pembeli adalah raja, pembeli berhak mendapatkan pelayanan yang terbaik dan info produk yang jelas, adalah template dasar industri retail . Masih banyak kekurangannya, dan sangat mengganggu jika Anda berpengalaman wisata belanja di luar negeri.

Namun, saya yakin banget, kekurangan ini adalah masalah kecil yang pasti dapat diatasi jika ada niat dari pelaku usaha. Adapun yang kurang di Indonesia itu adalah sinergi yang kuat antarpelaku usaha, beda banget dengan yang terjadi di luar negeri, padahal kita sudah memiliki semuanya, tapi sering terasa sulit untuk bersinergi.

Di luar negeri, sebut saja Singapura, pemilik butik, pengelola mal, pengelola hotel, perusahaan taksi, penyelenggara kartu kredit, penerbangan, media, pemerintah pusat, pemerintah daerah, imigrasi, bea cukai, bank, semua bisa bersinergi sehingga wisata belanja di negara itu gaungnya bisa luar biasa. Harus diakui, pemerintah , baik pusat maupun daerah, harus berinvestasi besarbesaran buat industri pariwisata, apalagi sekarang presiden kita menargetkan Indonesia tahun 2015 harus mendapatkan 20 juta wisatawan berkunjung ke Indonesia.

Jualan pariwisata juga jelas berbeda dengan jualan ritel yang pada masa kecanggihan teknologi seperti sekarang, sudah bisa dilakukan di dunia maya. Jakarta itu harus secara berkesinambungan di-branding all out di dalam dan di luar negeri jadi kota tujuan wisata belanja yang paling asyik di kawasan Asia Tenggara.

Semua orang rasanya tahu, yang namanya "branding" itu sampai kapan pun tidaklah murah. Saya selalu yakin, kalau mau menangkap ikan besar, umpannya tidak boleh ikan teri, ya melengos dong ikan besarnya. Kalau saya jadi gubernur DKI Jakarta, Bapak Kepala Dinas Pariwisata, tidak akan saya izinkan duduk manis di kantornya.

Begitu juga para kabidnya. Mereka semua harus bergerilya door to door secara militan ke seluruh dunia, ke seluruh pelosok Tanah Air ‘’berjualan‘’ Kota Jakarta untuk menambah pendapatan negara. Semoga mimpi saya segera jadi kenyataan ya.

Miss Jinjing
Konsultan Fashion
(ars)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7215 seconds (0.1#10.140)