Reality Show Penuh Estetika

Sabtu, 03 Januari 2015 - 14:01 WIB
Reality Show Penuh Estetika
Reality Show Penuh Estetika
A A A
Boyhood menggambarkan perkembangan hidup seorang bocah laki-laki sejak umur 5 hingga 18 tahun. Diperankan aktor dan aktris yang sama, dengan masa syuting selama 12 tahun.

Tanpa banyak berita sensasional, Boyhood sesungguhnya adalah film paling sensasional pada 2014. Dalam sejarah industri perfilman, baru pertama kali ini sebuah film fiksi melakukan syuting dalam rentang waktu 12 tahun. Film ini pula yang paling sering muncul dalam daftar film terbaik versi kritikus film di media. Mulai dari Time, The Washington Post, The Wall Street Journal, Variety , hingga Rolling Stone.

Dalam situs Metacritic , rekornya adalah skor sempurna 100. Adapun di Rotten Tomatoes , nilainya 99%. Berbagai penghargaan dari festival film juga diraup. Terakhir, film ini mendapat lima nominasi di Golden Globe Awards , termasuk film drama dan skenario terbaik. Apa yang istimewa dari film ini? Ada dua hal yang paling kentara.

Pertama, komitmen dari sutradara sekaligus penulis skenario Richard Linklater (School of Rock, Before Sunrise, dan dua sekuelnya) untuk ngotot menggambarkan peralihan seorang laki-laki dari masa kanakkanak ke masa remaja dengan menggunakan aktor yang sama. Kedua, keputusan Richard untuk mencomot sebagian pengalaman pribadi keluarganya ke dalam karakter dan kisah Boyhood.

Hasilnya, kita sebagai penonton ibarat melihat sebuah reality show yang sangat nyata, tanpa rekayasa setting -an layaknya reality show di televisi. Dari begitu banyak potongan peristiwa dalam film ini, penonton pasti akan merasa terhubung dan satu frekuensi dengan satu atau beberapa adegan dalam film ini. Dalam Boyhood , penonton diajak mengamati perjalanan hidup Mason Jr (Ellar Coltrane), kakaknya Samantha (Lorelei Linklater), dan ibunya, Olivia (Patricia Arquette).

Mereka tinggal di Texas bertiga saja karena Olivia sudah bercerai dengan Mason Sr (Ethan Hawke). Sebagai orang tua tunggal, Olivia mendidik anaknya dengan cukup disiplin dan tuntutan untuk bertanggung jawab. Agar bisa mendapat pekerjaan layak, mereka lalu pindah ke Houston dan Olivia kuliah lagi. Hidup dengan ibu yang tegar dan berwatak keras, juga beberapa kali kawincerai, membentuk kepribadian Sam dan Mason dengan berbeda.

Sam lebih ekspresif dan pintar dalam akademik. Sementara Mason menjadi pria pendiam yang sensitif. Sejak kecil, Mason lah yang sering bertanya, “apakah ibu dan ayah masih saling cinta”. Dia juga yang selalu memperhatikan setiap kali ibunya dekat dengan laki-laki. Jangan berharap konflik-konflik besar terjadi saat menonton Boyhood.

Dalam film ini, kita hanya disajikan peristiwa-peristiwa “sederhana” seperti seorang ibu yang memarahi anak-anaknya, seorang ayah yang berusaha membangun hubungan erat dengan kedua anaknya, anak-anak yang gemar main video game , tumbuh dewasa dengan nongkrong bersama teman-teman prianya sambil membicarakan perempuan, minum alkohol, dan mengisap ganja.

Tapi oleh Linklater, peristiwa sederhana tersebut dikemasnya dengan dialogdialog yang apik, dengan pembawaan aktor dan aktris yang natural. Memang inilah keahlian Linklater, seperti yang sudah kita buktikan dalam trilogi Before. Hasil akhirnya, kita sebagai penonton seperti melihat karakterkarakter nyata yang difilmkan.

Kita bisa belajar memahami bagaimana sulitnya menjadi orang tua tunggal, bagaimana caranya menjadi ayah yang tinggal jauh dari anaknya namun tetap bisa menjadi teman curhat yang asyik, juga bagaimana rasanya menjadi anak yang hidupnya selalu berpindahpindah, berganti-ganti ayah, jatuh cinta, dan patah hati.

Juga bagaimana caranya berdamai dengan hidup. Semuanya terekam dengan sederhana, tanpa drama, tapi justru mampu mengharu-biru. Lihatlah bagaimana Olivia menangis saat Mason akan pergi dari rumah dan tinggal di asrama kampus. Sebuah momen yang akan dialami semua orang tua yang harus siap melepas anaknya yang tumbuh dewasa.

Boyhood adalah film yang menunjukkan bahwa manusia dikuasai oleh waktu. Yang bisa dilakukan hanyalah menjalaninya, suka atau tidak. Seperti kata Nicole, teman baru Mason, saat mereka tengah duduk berdua menikmati indahnya bukit dan lembah. “Orangorang sering bilang, seize the moment . Kalau menurutku justru sebaliknya, moment seizes us .” Mason yang pikirannya selalu rumit itu pun tersenyum. Dia mengiyakan.

Herita Endriana
(bbg)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4939 seconds (0.1#10.140)