Ibu Pecandu Alkohol, Pengaruhi Sikap Anak
A
A
A
DEPOK - Alkohol dapat merusak saraf otak dan berbahaya bagi kesehatan. Apalagi jika diminum oleh calon ibu ataupun ibu yang tengah mengandung.
Terkait dengan aspek biologis, Ahli Neurobiologis dan Terapis Okupasi Dunia Kim Barthel menjelaskan bahwa, saat seorang ibu mengkonsumsi makanan atau obat maka zat yang terkandung didalamnya terbawa di dalam aliran darah ibu, untuk kemudian sampai kepada janinnya.
Janin mulai terbiasa akan zat tersebut, karena secara berkala dia mendapatkannya di dalam perut ibu mereka. Dan ketika mereka lahir maka mereka tidak lagi bisa mendapatkan zat tersebut setelah terpisahnya mereka dari plasenta dan di potongnya tali pusat.
"Sang bayi memiliki ketergantungan atas zat tersebut secara tidak langsung, karena telah terbiasa mengkonsumsi zat ini saat dalam kandungan mereka pun mencari sensasi atau efek dari obat ini di dunia luar kandungan,” ungkapnya dalam seminar “The Behavioral Detective: Evidence and Art”, di Vokasi Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat.
Ketika sensasi dari zat tersebut tidak lagi dapat di rasakan oleh bayi maka sistem persarafan mereka menjadi “overstimulated” yang menyebabkan gejala penarikan atau The symptoms of withdrawl, gejala bergantung dari terakhir bayi terpapar zat ini kemudian proses metabolisme dan pengeluaran zat tersebut dari dalam tubuh. Sedangkan, terkait ganguan eksternal, perjalanan hidup anak selama dalam pengasuhan akan membentuk perilaku mereka.
"Pertama ibu yang mengonsumsi alkohol dan obat-obatan, alkohol banyak mempengaruhi otak dibanding obat-obatan. Pengaruh alkohol lebih kuat lebih banyak pengaruhi otak,” ungkapnya.
Jika sudah besar, lanjutnya, anak akan mengalami dampak negatif pada sikapnya. Ibu kecanduan alkohol, kata Kim, memerlukan sebuah terapi oleh terapi okupasi.
“Pengaruh alkohol enggak bisa dibersihkan dari otak. Ibu yang stres, bayi akan sama sifatnya nanti seperti ibunya. Bisa gemetaran, tremor, atau menggangu mental mereka,” jelasnya.
Terkait dengan aspek biologis, Ahli Neurobiologis dan Terapis Okupasi Dunia Kim Barthel menjelaskan bahwa, saat seorang ibu mengkonsumsi makanan atau obat maka zat yang terkandung didalamnya terbawa di dalam aliran darah ibu, untuk kemudian sampai kepada janinnya.
Janin mulai terbiasa akan zat tersebut, karena secara berkala dia mendapatkannya di dalam perut ibu mereka. Dan ketika mereka lahir maka mereka tidak lagi bisa mendapatkan zat tersebut setelah terpisahnya mereka dari plasenta dan di potongnya tali pusat.
"Sang bayi memiliki ketergantungan atas zat tersebut secara tidak langsung, karena telah terbiasa mengkonsumsi zat ini saat dalam kandungan mereka pun mencari sensasi atau efek dari obat ini di dunia luar kandungan,” ungkapnya dalam seminar “The Behavioral Detective: Evidence and Art”, di Vokasi Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat.
Ketika sensasi dari zat tersebut tidak lagi dapat di rasakan oleh bayi maka sistem persarafan mereka menjadi “overstimulated” yang menyebabkan gejala penarikan atau The symptoms of withdrawl, gejala bergantung dari terakhir bayi terpapar zat ini kemudian proses metabolisme dan pengeluaran zat tersebut dari dalam tubuh. Sedangkan, terkait ganguan eksternal, perjalanan hidup anak selama dalam pengasuhan akan membentuk perilaku mereka.
"Pertama ibu yang mengonsumsi alkohol dan obat-obatan, alkohol banyak mempengaruhi otak dibanding obat-obatan. Pengaruh alkohol lebih kuat lebih banyak pengaruhi otak,” ungkapnya.
Jika sudah besar, lanjutnya, anak akan mengalami dampak negatif pada sikapnya. Ibu kecanduan alkohol, kata Kim, memerlukan sebuah terapi oleh terapi okupasi.
“Pengaruh alkohol enggak bisa dibersihkan dari otak. Ibu yang stres, bayi akan sama sifatnya nanti seperti ibunya. Bisa gemetaran, tremor, atau menggangu mental mereka,” jelasnya.
(nfl)