Wearable di 2015,Virtual Reality 2016
A
A
A
Inilah dua teknologi paling menjanjikan di CES 2015: wearable dan virtual reality (VR). Ekosistem wearable diprediksi akan terbentuk tahun ini, sementara VR berekskalasi pada 2016 mendatang. Seperti apa?
Tahun lalu maraknya adopsi perangkat wearable tidak hanya di Amerika, tapi juga di Indonesia. Para pehobi lari menggunakan gelang pintar untuk mencatat seberapa banyak mereka melangkah, seberapa jauh mereka berlari, dan berapa lama mereka tidur. Data personal itu lantas disimpan di cloud, diolah, dan hasil olahan informasi itu dikembalikan ke pengguna.
Saat ini teknologi untuk melakukan proses tersebut memang belum sempurna. Tapi, kegiatan merekam maupun mengolah data kesehatan melalui perangkat teknologi akan menjadi vital di berbagai industri. Salah satunya, industri kesehatan.
Perusahaan asuransi asal Afrika Selatan Discovery yang jadi rekanan AIA dan Prudential itu, misalnya, menawarkan diskon untuk paket premium mereka bagi konsumen yang menggunakan wearable device dan rutin merekam kegiatan berolahraga. Anggapannya, mereka yang berolahraga rutin tentu akan lebih sehat dan tidak mudah sakit.
Tahun ini teknologi wearable untuk kesehatan juga diprediksi semakin baik, dari sisi software maupun hardware. Nantinya kita akan melihat perangkat yang dapat mengukur berbagai indikator pada tubuh dan benar-benar dapat digunakan oleh dokter untuk melakukan diagnosa.
Misalnya lensa kontak yang bisa memonitor kadar glukosa dalam tubuh penderita diabetes setiap harinya. International Data Corporation (IDC) memprediksi bahwa market wearable ini akan tumbuh berkalikali lipat ke angka 100 juta unit pada 2018. Tekologi lain yang tidak kalah menjanjikan adalah virtual reality (VR). Di CES 2015, VR menjadi salah satu atraksi utama.
Oculus, produsen VR yang diakuisisi Facebook senilai USD2,3 miliar itu memiliki salah satu booth terbesar di CES tahun ini dan memamerkan berbagai hal yang bisa dicapai oleh teknologi VR. Di booth Samsung ada sudut “virtual reality experience” yang memamerkan produk Gear VR.
Vendor aksesoris Razer juga mengumumkan platform Open Source Virtual Reality untuk menantang masyarakat membuat sendiri perangkat VR mereka. ”OSVR akan mempercepat teknologi virtual reality diadopsi oleh konsumen,” ujar marketing manager Razer Chris Mitchell. Vendor seperti Glyph juga siap masuk pasar VR lewat perangkat head mounted display (HMD) yang mampu memproyeksikan gambar ke mata. Beberapa sineas Hollywood sudah mulai melirik konten realitas maya.
Salah satunya Fox Searchlight yang menunjukkan film dengan konsep virtual reality bertajuk Wild yang dibintangi Reese Witherspoon. Saat ini teknologi virtual reality sudah ada, sudah bisa dicoba. Tapi, masih belum sempurna, belum benar-benar terbentuk ekosistemnya. Karena itu vendor seperti Oculus memilih untuk menunggu, sambil terus menyempurnakan produk mereka.
Sebab, jika dirilis terlalu dini dan ternyata konsumen dan ekosistem belum siap, ditakutkan virtual reality akan kehilangan momentumnya. Memang ada beberapa hal yang harus diperbaiki. Misalnya dari desain perangkat HMD itu sendiri, teknologinya (jika terlalu lama dipakai bisa membuat mual), konten apa saja yang bisa dimaksimalkan, serta seperti apa aplikasinya.
CEO Oculus Pamer Luckey mengatakan bahwa augmented reality dan virtual reality di masa depan akan melebur jadi satu. Untuk sementara, teknologinya—layar, kamera, optik, hardware, dan software—masih terus disempurnakan. ”Saya prediksi 2016 akan menjadi tahunnya virtual reality,” katanya.
Danang arradian
Tahun lalu maraknya adopsi perangkat wearable tidak hanya di Amerika, tapi juga di Indonesia. Para pehobi lari menggunakan gelang pintar untuk mencatat seberapa banyak mereka melangkah, seberapa jauh mereka berlari, dan berapa lama mereka tidur. Data personal itu lantas disimpan di cloud, diolah, dan hasil olahan informasi itu dikembalikan ke pengguna.
Saat ini teknologi untuk melakukan proses tersebut memang belum sempurna. Tapi, kegiatan merekam maupun mengolah data kesehatan melalui perangkat teknologi akan menjadi vital di berbagai industri. Salah satunya, industri kesehatan.
Perusahaan asuransi asal Afrika Selatan Discovery yang jadi rekanan AIA dan Prudential itu, misalnya, menawarkan diskon untuk paket premium mereka bagi konsumen yang menggunakan wearable device dan rutin merekam kegiatan berolahraga. Anggapannya, mereka yang berolahraga rutin tentu akan lebih sehat dan tidak mudah sakit.
Tahun ini teknologi wearable untuk kesehatan juga diprediksi semakin baik, dari sisi software maupun hardware. Nantinya kita akan melihat perangkat yang dapat mengukur berbagai indikator pada tubuh dan benar-benar dapat digunakan oleh dokter untuk melakukan diagnosa.
Misalnya lensa kontak yang bisa memonitor kadar glukosa dalam tubuh penderita diabetes setiap harinya. International Data Corporation (IDC) memprediksi bahwa market wearable ini akan tumbuh berkalikali lipat ke angka 100 juta unit pada 2018. Tekologi lain yang tidak kalah menjanjikan adalah virtual reality (VR). Di CES 2015, VR menjadi salah satu atraksi utama.
Oculus, produsen VR yang diakuisisi Facebook senilai USD2,3 miliar itu memiliki salah satu booth terbesar di CES tahun ini dan memamerkan berbagai hal yang bisa dicapai oleh teknologi VR. Di booth Samsung ada sudut “virtual reality experience” yang memamerkan produk Gear VR.
Vendor aksesoris Razer juga mengumumkan platform Open Source Virtual Reality untuk menantang masyarakat membuat sendiri perangkat VR mereka. ”OSVR akan mempercepat teknologi virtual reality diadopsi oleh konsumen,” ujar marketing manager Razer Chris Mitchell. Vendor seperti Glyph juga siap masuk pasar VR lewat perangkat head mounted display (HMD) yang mampu memproyeksikan gambar ke mata. Beberapa sineas Hollywood sudah mulai melirik konten realitas maya.
Salah satunya Fox Searchlight yang menunjukkan film dengan konsep virtual reality bertajuk Wild yang dibintangi Reese Witherspoon. Saat ini teknologi virtual reality sudah ada, sudah bisa dicoba. Tapi, masih belum sempurna, belum benar-benar terbentuk ekosistemnya. Karena itu vendor seperti Oculus memilih untuk menunggu, sambil terus menyempurnakan produk mereka.
Sebab, jika dirilis terlalu dini dan ternyata konsumen dan ekosistem belum siap, ditakutkan virtual reality akan kehilangan momentumnya. Memang ada beberapa hal yang harus diperbaiki. Misalnya dari desain perangkat HMD itu sendiri, teknologinya (jika terlalu lama dipakai bisa membuat mual), konten apa saja yang bisa dimaksimalkan, serta seperti apa aplikasinya.
CEO Oculus Pamer Luckey mengatakan bahwa augmented reality dan virtual reality di masa depan akan melebur jadi satu. Untuk sementara, teknologinya—layar, kamera, optik, hardware, dan software—masih terus disempurnakan. ”Saya prediksi 2016 akan menjadi tahunnya virtual reality,” katanya.
Danang arradian
(ars)