Harta Karun di Minang
A
A
A
Ceritanya minggu lalu saya berkesempatan berkunjung ke Padang. Business trip nih ceritanya, bukan main, apalagi berlibur.
Tapi tetap dong, bukan Miss Jinjing kalau tidak bisa mencuri kesempatan untuk bisa shopping dan mengeksplorasi kekayaan alam dan kreativitas di Minang. Memang sih ini bukan kunjungan pertama saya ke Sumatra Barat, sudah beberapa kali malah, tapi kali ini memang jadi sangat spesial meski waktunya sangat terbatas. Saat ada kesempatan, ada mobil, ada sopir, ada kendaraan, dan yang paling penting ada kesempatan untuk curi-curi waktu.
Sewaktu mau berangkat, saya sudah tahu banget kalau Minang tuh top banget buat urusan shopping dan kuliner, tapi saya ragu apakah ada waktu yang cukup untuk menikmatinya kali ini. Saya sudah mupeng berat pengin beli songket pandai sikek, bahan bordiran, bahan sulaman buat baju, dan homeware , sarung sutra, dan barang-barang lucu lainnya.
Saya tergila-gila dengan semua yang namanya songket dan sutra, apalagi perbedaan harga di tempat asal dan di Jakarta lumayan banyak. Karenanya, waktu bos bilang saya harus berangkat ke Padang, wah senangnya ini luar biasa walau agak ragu juga bisa punya waktu shopping atau tidak.
Bukan Miss Jinjing kalau tidak bisa mengusahakannya. Hari kedua, di sela-sela acara, kebetulan ada mobil yang bisa dipergunakan dan sopir yang bisa dipinjam. Berkelilinglah saya, dari satu toko dan ke toko lainnya. Dalam sekejap, penuhlah bagasi mobil dengan karduskardus berisi snack ala Minang.
Dari yang sudah biasa seperti keripik Christine Hakim sampai yang belum pernah saya lihat, seperti dendeng jantung pisang. Rasanya semua penganan yang ada didisplay , pengin banget saya beli yang banyak. Untungnya saya tinggal sendirian dan itu selalu jadi alasan buat saya untuk tidak terlalu berlebihan setiap shopping .
Waktu masuk ke toko songket, mata saya langsung berbinar-binar manja, kata teman saya yang pergi bersama. Songket silungkang dan pandai sikek beraneka warna, yummy banget warnanya. Berhubung semuanya cantik, saya jadi pusing sendiri deh mau pilih yang mana.
Penginnya sih saya beli semuanya, tapi kan harganya lumayan juga buat saya. Mulai Rp600.000-an sampai jutaan, apalagi yang dari benang cabutan. Wah, sudah tidak terbeli oleh saya deh rasanya. Kalau uang saya tidak terbatas, sudah pasti deh, tuh toko ledes sama saya.
Sampai di sini, petualangan belum berakhir dong meski saya sempat membeli beberapa helai songket, tenun, dan pernak-pernik lainnya. Tiba-tiba di toko tempat menjual songket, saya melihat penampakan yang begitu cling di mata saya meski belum tentu di mata orang lain—sebuah kalung vintage antik asli Minang.
Yang kecantikannya tidak pudar meski warna perhiasan ini sudah memudar dimakan waktu. Tanpa menunggu lama, langsung dong saya tanya apakah perhiasan ini dijual. Begitu dibilang boleh dibeli kalau saya mau. Langsung dong naluri emakemak saya menawar perhiasan cantik ini.
Sepertinya binar-binar mata mupeng saya, belum selesai nawar yang si cantik ini, eh tiba-tiba terlihat dua perhiasan antik lain, dan sesi tawar menawar menjadi seru banget. Ternyata ada yang lebih seru dari sesi tawar-menawar ini.
Akhirnya si bapak yang punya toko ini cerita kalau tadinya dia pedagang barang antik dan punya toko barang antik, tapi berhubung satu dan lain hal, akhirnya dia berhenti berdagang barang antik dan semua barang-barang dagangannya teronggok begitu saja di rumahnya. Dia mengundang saya untuk berkunjung ke rumahnya jika saya kembali lagi ke Padang.
Tidak bisa saya bayangkan betapa kalapnya saya jika berkunjung ke rumah antiknya itu. Pasti seru! Meski sudah belanja di Padang, rasanya belum puas kalau belum “maksa” ke Bukit Tinggi dan Kabupaten Tanah Datar, tempat kesayangan saya buat beli yang cantik dari Minang.
Tampaknya hari itu alam dan Tuhan berbaik hati sama saya. Jalan yang biasanya macet banget, sama sekali tanpa hambatan berakhir. Saking lancarnya, saya sempat foto di air terjun, makan sate di Mak Syukur, dan lebih cepat dari yang diperkirakan di Pandai Sikek. Sampai di sana, saya lihat banyak turis Malaysia yang shopping gila-gilaan dan membayar dengan ringgit.
Saya langsung kalap lagi membeli songket dan saya menemukan kebaya encim berwarnawarni yang saya sudah lama banget jadi incaran. Harganya membuat saya langsung tambah mupeng , hanya ¼ harga di Jakarta. Karena saya tidak punya banyak waktu untuk mencoba dan memilih warna, saya bingung karena semua warna sama cantiknya.
Akhirnya saya beli saja deh semua warna dengan ukuran saya. Sampai di Jakarta, saya baru sadar kalau saya beli 15 kebaya encim, yang semuanya sama cantiknya. Di satu jalan sempit yang tidak banyak orang tahu, di pedalaman Kabupaten Tanah Datar, saya berkunjung ke toko barang antik langganan saya.
Tokonya gelap dan agak-agak spooky . Tapi barangnya luar biasa. Yang saya tahu, beberapa museum dalam dan luar negeri banyak membeli barang dari toko ini. Masuk ke sini bagaikan masuk ke taman bermain buat saya. Duh, saya enggak tahan banget saat melihat perhiasanperhiasan antik Minang .
Ada yang usianya sampai 400 tahun loh. Pastinya saya pulang dengan hasil buruan yang luar biasa, 12 perhiasan kuno yang rasanya semuanya one of a kind . Bukankah sudah kodratnya, perempuan itu shopping bukan saja buat dirinya agar tambah cantik dan menyenangkan hati pasangan, juga buat bikin sirik sahabat-sahabatnya.
Kalau saya tidak diingatkan sama sopir saya untuk segera kembali ke Padang, wah rasanya bisa kebablasan malam itu. Meski hari itu gara-gara keasyikan di toko barang antik, saya tidak sempat sampai ke Kota Bukit Tinggi. Namun, saya puas banget hasil buruan kali ini rasanya tidak ada tandingannya. Ingin rasanya segera kembali ke Minang. Ranah Minang nan rancak bana.
Miss Jinjing
Konsultan Fashion
Tapi tetap dong, bukan Miss Jinjing kalau tidak bisa mencuri kesempatan untuk bisa shopping dan mengeksplorasi kekayaan alam dan kreativitas di Minang. Memang sih ini bukan kunjungan pertama saya ke Sumatra Barat, sudah beberapa kali malah, tapi kali ini memang jadi sangat spesial meski waktunya sangat terbatas. Saat ada kesempatan, ada mobil, ada sopir, ada kendaraan, dan yang paling penting ada kesempatan untuk curi-curi waktu.
Sewaktu mau berangkat, saya sudah tahu banget kalau Minang tuh top banget buat urusan shopping dan kuliner, tapi saya ragu apakah ada waktu yang cukup untuk menikmatinya kali ini. Saya sudah mupeng berat pengin beli songket pandai sikek, bahan bordiran, bahan sulaman buat baju, dan homeware , sarung sutra, dan barang-barang lucu lainnya.
Saya tergila-gila dengan semua yang namanya songket dan sutra, apalagi perbedaan harga di tempat asal dan di Jakarta lumayan banyak. Karenanya, waktu bos bilang saya harus berangkat ke Padang, wah senangnya ini luar biasa walau agak ragu juga bisa punya waktu shopping atau tidak.
Bukan Miss Jinjing kalau tidak bisa mengusahakannya. Hari kedua, di sela-sela acara, kebetulan ada mobil yang bisa dipergunakan dan sopir yang bisa dipinjam. Berkelilinglah saya, dari satu toko dan ke toko lainnya. Dalam sekejap, penuhlah bagasi mobil dengan karduskardus berisi snack ala Minang.
Dari yang sudah biasa seperti keripik Christine Hakim sampai yang belum pernah saya lihat, seperti dendeng jantung pisang. Rasanya semua penganan yang ada didisplay , pengin banget saya beli yang banyak. Untungnya saya tinggal sendirian dan itu selalu jadi alasan buat saya untuk tidak terlalu berlebihan setiap shopping .
Waktu masuk ke toko songket, mata saya langsung berbinar-binar manja, kata teman saya yang pergi bersama. Songket silungkang dan pandai sikek beraneka warna, yummy banget warnanya. Berhubung semuanya cantik, saya jadi pusing sendiri deh mau pilih yang mana.
Penginnya sih saya beli semuanya, tapi kan harganya lumayan juga buat saya. Mulai Rp600.000-an sampai jutaan, apalagi yang dari benang cabutan. Wah, sudah tidak terbeli oleh saya deh rasanya. Kalau uang saya tidak terbatas, sudah pasti deh, tuh toko ledes sama saya.
Sampai di sini, petualangan belum berakhir dong meski saya sempat membeli beberapa helai songket, tenun, dan pernak-pernik lainnya. Tiba-tiba di toko tempat menjual songket, saya melihat penampakan yang begitu cling di mata saya meski belum tentu di mata orang lain—sebuah kalung vintage antik asli Minang.
Yang kecantikannya tidak pudar meski warna perhiasan ini sudah memudar dimakan waktu. Tanpa menunggu lama, langsung dong saya tanya apakah perhiasan ini dijual. Begitu dibilang boleh dibeli kalau saya mau. Langsung dong naluri emakemak saya menawar perhiasan cantik ini.
Sepertinya binar-binar mata mupeng saya, belum selesai nawar yang si cantik ini, eh tiba-tiba terlihat dua perhiasan antik lain, dan sesi tawar menawar menjadi seru banget. Ternyata ada yang lebih seru dari sesi tawar-menawar ini.
Akhirnya si bapak yang punya toko ini cerita kalau tadinya dia pedagang barang antik dan punya toko barang antik, tapi berhubung satu dan lain hal, akhirnya dia berhenti berdagang barang antik dan semua barang-barang dagangannya teronggok begitu saja di rumahnya. Dia mengundang saya untuk berkunjung ke rumahnya jika saya kembali lagi ke Padang.
Tidak bisa saya bayangkan betapa kalapnya saya jika berkunjung ke rumah antiknya itu. Pasti seru! Meski sudah belanja di Padang, rasanya belum puas kalau belum “maksa” ke Bukit Tinggi dan Kabupaten Tanah Datar, tempat kesayangan saya buat beli yang cantik dari Minang.
Tampaknya hari itu alam dan Tuhan berbaik hati sama saya. Jalan yang biasanya macet banget, sama sekali tanpa hambatan berakhir. Saking lancarnya, saya sempat foto di air terjun, makan sate di Mak Syukur, dan lebih cepat dari yang diperkirakan di Pandai Sikek. Sampai di sana, saya lihat banyak turis Malaysia yang shopping gila-gilaan dan membayar dengan ringgit.
Saya langsung kalap lagi membeli songket dan saya menemukan kebaya encim berwarnawarni yang saya sudah lama banget jadi incaran. Harganya membuat saya langsung tambah mupeng , hanya ¼ harga di Jakarta. Karena saya tidak punya banyak waktu untuk mencoba dan memilih warna, saya bingung karena semua warna sama cantiknya.
Akhirnya saya beli saja deh semua warna dengan ukuran saya. Sampai di Jakarta, saya baru sadar kalau saya beli 15 kebaya encim, yang semuanya sama cantiknya. Di satu jalan sempit yang tidak banyak orang tahu, di pedalaman Kabupaten Tanah Datar, saya berkunjung ke toko barang antik langganan saya.
Tokonya gelap dan agak-agak spooky . Tapi barangnya luar biasa. Yang saya tahu, beberapa museum dalam dan luar negeri banyak membeli barang dari toko ini. Masuk ke sini bagaikan masuk ke taman bermain buat saya. Duh, saya enggak tahan banget saat melihat perhiasanperhiasan antik Minang .
Ada yang usianya sampai 400 tahun loh. Pastinya saya pulang dengan hasil buruan yang luar biasa, 12 perhiasan kuno yang rasanya semuanya one of a kind . Bukankah sudah kodratnya, perempuan itu shopping bukan saja buat dirinya agar tambah cantik dan menyenangkan hati pasangan, juga buat bikin sirik sahabat-sahabatnya.
Kalau saya tidak diingatkan sama sopir saya untuk segera kembali ke Padang, wah rasanya bisa kebablasan malam itu. Meski hari itu gara-gara keasyikan di toko barang antik, saya tidak sempat sampai ke Kota Bukit Tinggi. Namun, saya puas banget hasil buruan kali ini rasanya tidak ada tandingannya. Ingin rasanya segera kembali ke Minang. Ranah Minang nan rancak bana.
Miss Jinjing
Konsultan Fashion
(ftr)