Hormon Cinta Bikin Pria Langsing

Rabu, 18 Maret 2015 - 08:56 WIB
Hormon Cinta Bikin Pria Langsing
Hormon Cinta Bikin Pria Langsing
A A A
TAKhanya berfungsi menginduksi persalinan, hormon oksitosin pada pria ternyata bisa membantu menurunkan berat badan. Dalam sebuah penelitian sederhana, hormon ini dapat membantu tubuh mengatur asupan makan pada pria.

Jatuh cinta adalah sebuah pengalaman yang pernah dirasakan semua orang. Saat merasakan ketertarikan terhadap lawan jenis atau sering disebut dengan jatuh cinta, manusia menghasilkan hormon oksitosin. Hormon oksitosin ini pada umumnya berperan penting dalam kehadiran rasa cinta dan kasih sayang.

Bagi wanita, hormon oksitosin memiliki peran penting. Hormon ini membantu saat melahirkan dengan menyebabkan rahim berkontraksi selama persalinan dan mengecilkan rahim setelah melahirkan. Sementara pada pria, oksitosin juga berperan dalam menjalin ikatan kasih sayang. Beberapa penelitian sederhana menemukan fakta lainnya. Temuan ini dilansir situs WebMD bahwa pria yang terstimulasi menghasilkan hormon oksitosin dapat mengurangi nafsu makan mereka.

Ini bisa berpotensi untuk menurunkan berat badan. Penelitian sederhana ini menguji formulasi nasal oksitosin sintetis dan menemukan terapi hormon ini dapat mengurangi jumlah kalori yang dikonsumsi pria, terutama kalori dari makanan berlemak. “Kami melihat tanda-tanda awal bahwa oksitosin dapat mengurangi jumlah makanan seseorang makan dan meningkatkan sistem tubuh dalam menjaga kadar gula darah,” kata Dr Elizabeth Lawson, pemimpin penelitian tersebut, sekaligus asisten profesor kedokteran di Harvard Medical School di Boston.

Menurut Lawson, hormon oksitosin sangat berhubungan erat dengan kegiatan yang melibatkan orang dalam suatu ikatan, misalnya saat berhubungan seksual, berpelukan, mencium, berpegangan tangan, melahirkan dan menyusui. Dalam dunia kedokteran, seperti yang telah disebutkan di atas, oksitosin digunakan untuk menginduksi persalinan, mengelola perdarahan pada ibu setelah melahirkan, dan merangsang ASI pada wanita menyusui.

Penelitian ini meluncurkan temuan mereka yang berkaitan dengan efek potensial oksitosin pada pola makan. Hal ini berdasarkan penelitian pada hewan yang telah menunjukkan bahwa hormon oksitosin dapat membantu tubuh mengatur asupan makanan. “Tidak banyak yang mengetahui pengaruh oksitosin terhadap nafsu makan dan pola konsumsi makanan pada manusia,” sebut Lawson.

Penelitian ini melibatkan 25 pria yang dipilih secara acak (12 di antaranya obesitas) untuk mengambil oksitosin sintetik melalui semprotan hidung atau placebo. Mereka tidak tahu jenis semprot mana yang diberikan padanya. Usia rata-rata partisipan adalah 27 tahun. Setelah diberikan kedua hormon itu, pria tersebut diminta untuk menyantap sarapan yang tersedia dalam daftar menu. Mereka diberikan porsi dua kali lipat dari setiap menu yang mereka pesan.

Setelah mereka selesai makan, peneliti akan mencatat seberapa banyak makanan yang dihabiskan oleh pria tersebut. Pria tersebut kemudian kembali lagi nanti untuk melakukan percobaan. Namun, kali ini mereka akan menerima plasebo jika mereka telah mendapatkan oksitosin sebelumnya, begitu juga sebaliknya. Penelitian ini menemukan bahwa mereka yang mengambil oksitosin memakan rata-rata 122 kalori lebih sedikit.

Mereka juga cenderung mengonsumsi lebih sedikit makanan berlemak, rata-rata mengonsumsi 9 gram lebih sedikit lemak. Itu berarti sekitar 80 kalori lebih sedikit dari makanan berlemak. Lawson belum mendapatkan keterangan yang jelas mengenai bagaimana oksitosin dapat memengaruhi nafsu makan. Selain itu, ada beberapa hal yang tidak diperhatikan dalam penelitian tersebut.

Para peneliti tidak mengamati apakah orang-orang yang makan lebih sedikit akan menyebabkan lapar lebih cepat setelahnya. Wanita juga tidak dilibatkan dalam penelitian. Jadi, tidak ada keterangan yang jelas untuk mengetahui bagaimana oksitosin ini berpengaruh pada mereka. Sementara pria yang mengambil oksitosin, tidak memiliki efek samping lebih dari pria lainnya.

“Efek samping potensial dengan intranasal oksitosin ini biasanya meliputi kontraksi rahim pada wanita hamil, dan rasa mual, sakit kepala atau dermatitis alergi,” kata Lawson. Semprotan hidung oksitosin ini telah disepakati untuk digunakan di Eropa, tapi tidak di Amerika Serikat. Paul Zak, direktur pendiri Pusat Studi Neuroekonomi di Claremont Graduate University di California, menyebutkan bahwa penelitian ini masih terbilang sangat sederhana dan masih terlalu dini.

Namun, Paul Zak turut melihat potensi itu. “Dari perspektif evolusi, oksitosin dilepaskan selama dalam interaksi sosial yang positif ketika seseorang berada di sekitar orang yang peduli akan dirinya. Ini disinyalir akan membuat mereka untuk saling berbagi makanan. Dan sangat mungkin terjadi jika mereka ingin menurunkan berat badan, berada di sekitar orang terdekat yang saling peduli dapat membantu mengurangi nafsu makan mereka,” tambahnya.

Lawson mengatakan bahwa para peneliti akan terus mempelajari penggunaan oksitosin sebelum makan sebagai pengobatan untuk obesitas. Selain itu, peneliti ingin memahami apakah hormon memiliki efek yang sama pada wanita. Penelitian ini dipresentasikan pada 8 Maret lalu di ajang pertemuan tahunan Endocrine Societydi San Diego.

Larissa huda
(ars)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.1373 seconds (0.1#10.140)