Tak Sekadar Meracik Minuman
A
A
A
MENJADI bartender tidak hanya membutuhkan keahlian meracik minuman. Dibutuhkan seni tersendiri, termasuk kemampuan membaca ekspresi wajah pelanggan.
Dicky Irawan tampak sibuk di belakang meja bar. Pria setengah baya itu terlihat tekun dengan botol dan gelas di hadapannya. Sesekali, dia mengocok botol dengan gerakan tangan yang cepat, mengaduk berbagai bahan campuran minuman koktail racikannya. Dicky sudah 4 tahun menjalani pekerjaan sebagai bartender.
Terjunnya dia di bidang keahlian ini berawal dari ketertarikannya pada berbagai rasa minuman. Dari sini, Dicky mempelajari seni mencampur minuman dari satu bar ke bar lainnya. Baru-baru ini, kerja kerasnya belajar tentang mixology atau seni menciptakan minuman koktail yang booming beberapa tahun belakangan membuahkan hasil.
Dia masuk sebagai satu dari 10 finalis Diageo World Class, sebuah ajang pemilihan bartender terbaik kelas dunia. Bukan hal yang sepele untuk masuk dalam percaturan dunia bartender. Menurut Dicky, semuanya perlu penjiwaan. “Kita harus tahu history -nya di balik jenis minuman itu dan ingredient - nya, serta memprediksi bagaimana rasanya,” tutur Dicky saat ditemui di Fable, bar terkenal di Jakarta. Selain itu, sebagai bartender, dia juga harus memiliki kepekaan.
Misalnya dalam menebak minuman yang diinginkan pengunjung bar. Bagaimana mengetahui karakter tamu dari bahasa tubuhnya ketika sang tamu datang. Atau apakah tamu sedang dalam kondisi bad mood . “Kalau lagi bad mood , biasanya akan saya kasih minuman yang agak ringan,” ujarnya.
“Tapi kalau sudah kenal, biasanya kami pasti sudah tahu minuman favoritnya, tapi coba kami tawarkan tambahan ingredient lain,” imbuh Dicky. Zulham Efendi, salah seorang bartender di Monolog, Pondok Indah Mall, Jakarta Selatan, memiliki pendapat yang sama dengan Dicky. Baginya, seorang bartender tak hanya cukup meramu minuman. Profesi yang digelutinya hampir 3 tahun ini, menurut dia, memerlukan jiwa entertain dan kepekaan untuk mengetahui kebutuhan para tamu.
“Membuat dan meracik minuman itu tidak sekadar asal campur. Di lain sisi kami harus pintar berkomunikasi dengan tamu, mengedukasi mereka, bercerita sejarah dari jenis minuman yang kami buat atau bagaimana filosofinya,” sebutnya. Tak hanya itu, takaran campuran berbagai minuman juga harus diperhatikan. Untuk itulah seorang bartender harus mampu menjiwai pekerjaannya. Lidahnya juga harus peka dan harus hafal rasa setiap botol minuman.
“Di Indonesia, ada lebih dari 100 jenis botol minuman yang harus dihafal. Ditambah, beberapa jenis minuman sudah memiliki resep tersendiri,” tutur Zulham. Pria yang akrab disapa Ijul ini sebelumnya memang telah bekerja di bidang hospitality , namun di bagian dapur.
Ketertarikan akan dunia bartender membuatnya bersikeras belajar hingga akhirnya dia menjadi asisten bartender. Sudah tiga bar yang dia jelajahi sebagai tempat menimba ilmu meracik minuman. “Dari bar-bar tersebut, saya selalu dapat ilmu baru,” tuturnya.
Dyah ayu pamela
Dicky Irawan tampak sibuk di belakang meja bar. Pria setengah baya itu terlihat tekun dengan botol dan gelas di hadapannya. Sesekali, dia mengocok botol dengan gerakan tangan yang cepat, mengaduk berbagai bahan campuran minuman koktail racikannya. Dicky sudah 4 tahun menjalani pekerjaan sebagai bartender.
Terjunnya dia di bidang keahlian ini berawal dari ketertarikannya pada berbagai rasa minuman. Dari sini, Dicky mempelajari seni mencampur minuman dari satu bar ke bar lainnya. Baru-baru ini, kerja kerasnya belajar tentang mixology atau seni menciptakan minuman koktail yang booming beberapa tahun belakangan membuahkan hasil.
Dia masuk sebagai satu dari 10 finalis Diageo World Class, sebuah ajang pemilihan bartender terbaik kelas dunia. Bukan hal yang sepele untuk masuk dalam percaturan dunia bartender. Menurut Dicky, semuanya perlu penjiwaan. “Kita harus tahu history -nya di balik jenis minuman itu dan ingredient - nya, serta memprediksi bagaimana rasanya,” tutur Dicky saat ditemui di Fable, bar terkenal di Jakarta. Selain itu, sebagai bartender, dia juga harus memiliki kepekaan.
Misalnya dalam menebak minuman yang diinginkan pengunjung bar. Bagaimana mengetahui karakter tamu dari bahasa tubuhnya ketika sang tamu datang. Atau apakah tamu sedang dalam kondisi bad mood . “Kalau lagi bad mood , biasanya akan saya kasih minuman yang agak ringan,” ujarnya.
“Tapi kalau sudah kenal, biasanya kami pasti sudah tahu minuman favoritnya, tapi coba kami tawarkan tambahan ingredient lain,” imbuh Dicky. Zulham Efendi, salah seorang bartender di Monolog, Pondok Indah Mall, Jakarta Selatan, memiliki pendapat yang sama dengan Dicky. Baginya, seorang bartender tak hanya cukup meramu minuman. Profesi yang digelutinya hampir 3 tahun ini, menurut dia, memerlukan jiwa entertain dan kepekaan untuk mengetahui kebutuhan para tamu.
“Membuat dan meracik minuman itu tidak sekadar asal campur. Di lain sisi kami harus pintar berkomunikasi dengan tamu, mengedukasi mereka, bercerita sejarah dari jenis minuman yang kami buat atau bagaimana filosofinya,” sebutnya. Tak hanya itu, takaran campuran berbagai minuman juga harus diperhatikan. Untuk itulah seorang bartender harus mampu menjiwai pekerjaannya. Lidahnya juga harus peka dan harus hafal rasa setiap botol minuman.
“Di Indonesia, ada lebih dari 100 jenis botol minuman yang harus dihafal. Ditambah, beberapa jenis minuman sudah memiliki resep tersendiri,” tutur Zulham. Pria yang akrab disapa Ijul ini sebelumnya memang telah bekerja di bidang hospitality , namun di bagian dapur.
Ketertarikan akan dunia bartender membuatnya bersikeras belajar hingga akhirnya dia menjadi asisten bartender. Sudah tiga bar yang dia jelajahi sebagai tempat menimba ilmu meracik minuman. “Dari bar-bar tersebut, saya selalu dapat ilmu baru,” tuturnya.
Dyah ayu pamela
(ars)