Jangan Paksakan Program Sejuta Rumah

Rabu, 22 April 2015 - 09:58 WIB
Jangan Paksakan Program Sejuta Rumah
Jangan Paksakan Program Sejuta Rumah
A A A
Indonesia Property Watch menilai Program Sejuta Rumah yang segera diluncurkan oleh pemerintah seharusnya bisa lebih terkonsep dan mempunyai visi yang jelas dan tidak hanya menggelontorkan program perumahan.

Program ini belum memperlihatkan sebuah mekanisme dan sistematika kerja yang terencana dengan baik. Beberapa program berkaitan dengan penurunan 5% suku bunga FLPP, besaran uang muka 1%, dan bantuan uang muka Rp4 juta diapresiasi oleh Indonesia Property Watch, namun itu saja tidak cukup karena hanya memperhatikan sisi permintaan yang bisa membuat daya beli konsumen naik, namun tentu untuk menghindari mismatchpasar perumahan yang selama ini terjadi sisi pasokan harus dipikirkan.

Biarpun daya beli naik, bila tanah untuk membangun rumah rakyat tidak ada, sama saja dengan mimpi. Kekhawatiran ini beralasan mengingat saat ini harga tanah semakin naik, dalam kondisi normal pun harga tanah setiap tahun terus naik. Dengan kondisi ini, semakin lama semakin banyak pengembang yang tidak sanggup untuk membangun rumah murah lagi. Sedangkan saat ini pemerintah seakan melempar tanggung jawab kepada pengembang swasta untuk membangun rumah murah.

Bagaimana dengan pemerintah sendiri. Coba bayangkan saat ini saja hampir tidak ada rumah murah yang dibangun oleh pemerintah yang menjadi penanggung jawab dalam penyediaan rumah murah tersebut. Sedangkan dalam pengertian saat ini, jumlah sejuta rumah yang akan dibangun oleh itu seharusnya dibangun oleh pemerintah. Yang menjadi pertanyaan, di mana rumah murah itu akan dibangun karena tanah milik pemerintah saat ini belum ada yang disiapkan untuk membangun rumah tersebut?

Selain itu, beberapa faktor yang memengaruhi sisi pasokan sangat terkait juga dengan masalah perizinan dari biaya sampai proses yang lama, belum lagi masalah tata ruang yang khusus di plot untuk rumah murah belum ada yang jelas. Pemerintah saat ini hampir tidak memiliki blue printdalam merumuskan program sejuta rumah tersebut.

Sebut saja berapa banyak rumah yang akan dibangun di masing-masing pemda belum ada juga karena sampai saat ini pun pemerintah tidak ada data yang akurat untuk dapat memperkirakan permintaan dalam satu wilayah. Backlog yang diperkirakan sebesar 15 juta unit saja dipertanyakan keabsahannya. Jangan sampai nanti orientasi pemerintah hanya fisik dalam artian membangun rumah namun tidak tepat sasaran dan tidak tepat manfaat.

Bila sekadar membangun rumah, dipastikan rumah tersebut menjadi tidak berguna dan tidak akan mengurangi backlog karena bisa saja dibangun, tapi dengan jarak tempuh yang sangat jauh ke tempat kerja sehingga rumah yang ada menjadi tidak terhuni. Sebaiknya pemerintah dapat berkaca dari gagalnya program 1.000 menara rusunami yang salah sasaran dan diserahkan sepenuhnya ke swasta tanpa ada pengawasan dan kebijakan yang jelas dari pemerintah.

Karena itu, bila kita berbicara pembangunan public housing, pemerintahlah yang harus bertanggung jawab membuat rencana meski dalam pembangunan bisa diserahkan ke swasta. Pemerintah yang harus mengambil alih urusan public housing karena sangat rentan ada kenaikan harga bila diserahkan ke swasta. Kalau rumah murah kemudian dibangun swasta dan harganya terus naik, dipastikan itu bukan public housing yang harga rumahnya bisa terkejar oleh konsumen.

Indonesia Property Watch berkali-kali menekankan pentingnya pemerintah membentuk badan otonomi perumahan sekaligus mengurusi bank tanah sebagai instrumen pengendali harga tanah untuk rumah murah.

Ali Tranghanda
Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch (IPW)
(ars)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8761 seconds (0.1#10.140)