Stunting pada Anak Dipicu Perilaku Salah Masyarakat
Minggu, 02 Agustus 2020 - 17:12 WIB
JAKARTA - Sebanyak 70% kasus stunting disebabkan oleh hal-hal di luar kesehatan dan gizi (sanitasi, lingkungan, dan perilaku). Sedangkan 30% permasalahan stunting disebabkan oleh perilaku yang salah.
Perilaku masyarakat yang bisa memicu terjadinya stunting antara lain perilaku yang kurang baik dalam pola hidup, pola makan, dan pola pengasuhan anak.
“Orangtua yang pendek tidak otomatis akan memiliki anak pendek. Anak bisa menjadi pendek karena orangtua menerapkan pola asuh dan pola makan seperti yang diterimanya dulu. Lingkaran ini harus diputus,” kata Widodo Suhartoyo, Senior Technical and Liasion Adviser Early Childhood Education and Development Tanoto Foundation dalam diskusi daring bersama Tanoto Foundation.( )
Lembaga ini memiliki program intervensi stunting di Riau (Rokan Hulu), Sumatera Barat (Pasaman dan Pasaman Barat), Banten (Pandeglang), Jawa Barat (Garut), Kalimantan Selatan (Hulu Sungai Utara), Kalimantan TImur (Kutai Kartanegara), NTB (Lompok Utara dan Lombok Barat), NTT (Alor, Simot Tengah Selatan), Sulawesi Barat (Majene), dan Maluku (Seram Barat).
“Di Hulu Sungai Utara misalnya, daerah yang kaya ikan. Tapi, anak-anak di sana tidak banyak makan ikan, ikan lebih banyak dijual ke luar. Setelah diteliti, ikan biasanya hanya dibakar atau digoreng. Maka salah satu rekomendasinya, membuat resep masakan ikan sehingga anak-anak tidak bosan makan ikan,” papar Widodo.
Diakui Pakar Nutrisi Dr. Rita Ramayulis, DCN, M.Kes, banyak perilaku selama 1.000 hari pertama kehidupan (HPK) yang meningkatkan kerentanan terjadinya stunting . Sebut saja ibu hamil yang tidak paham soal stunting, dan tak meyakini bahwa stunting bisa terjadi akibat pola makan yang salah sehingga tidak melakukan pencegahan sejak awal. Sebagian ibu hamil tidak memperbaiki pola makannya.
“Sebagian lain menganggap bahwa makan saat hamil diperuntukkan bagi dua orang. Akibatnya, hanya porsi nasi yang ditambah agar kenyang. Belum lagi mitos untuk menghindari daging merah, makanan laut, dan kacang-kacangan, yang akhirnya membuat ibu hamil kekurangan protein,” paparnya.
Stunting berkembang selama 1.000 HPK. Kondisi saat hamil akan memengaruhi kondisi saat ibu melahirkan nanti, yang akan memengaruhi kondisi bayi usia 0-6 bulan, 7-11 bulan, lalu 12-24 bulan.
Rita menyayangkan usai melahirkan banyak ibu yang tidak melakukan IMD (inisiasi menyusui dini). Ada pula yang melakukan, tapi caranya salah. Bayi hanya diletakkan di area puting susu ibu, dan dianggap selesai.
Perilaku masyarakat yang bisa memicu terjadinya stunting antara lain perilaku yang kurang baik dalam pola hidup, pola makan, dan pola pengasuhan anak.
“Orangtua yang pendek tidak otomatis akan memiliki anak pendek. Anak bisa menjadi pendek karena orangtua menerapkan pola asuh dan pola makan seperti yang diterimanya dulu. Lingkaran ini harus diputus,” kata Widodo Suhartoyo, Senior Technical and Liasion Adviser Early Childhood Education and Development Tanoto Foundation dalam diskusi daring bersama Tanoto Foundation.( )
Lembaga ini memiliki program intervensi stunting di Riau (Rokan Hulu), Sumatera Barat (Pasaman dan Pasaman Barat), Banten (Pandeglang), Jawa Barat (Garut), Kalimantan Selatan (Hulu Sungai Utara), Kalimantan TImur (Kutai Kartanegara), NTB (Lompok Utara dan Lombok Barat), NTT (Alor, Simot Tengah Selatan), Sulawesi Barat (Majene), dan Maluku (Seram Barat).
“Di Hulu Sungai Utara misalnya, daerah yang kaya ikan. Tapi, anak-anak di sana tidak banyak makan ikan, ikan lebih banyak dijual ke luar. Setelah diteliti, ikan biasanya hanya dibakar atau digoreng. Maka salah satu rekomendasinya, membuat resep masakan ikan sehingga anak-anak tidak bosan makan ikan,” papar Widodo.
Diakui Pakar Nutrisi Dr. Rita Ramayulis, DCN, M.Kes, banyak perilaku selama 1.000 hari pertama kehidupan (HPK) yang meningkatkan kerentanan terjadinya stunting . Sebut saja ibu hamil yang tidak paham soal stunting, dan tak meyakini bahwa stunting bisa terjadi akibat pola makan yang salah sehingga tidak melakukan pencegahan sejak awal. Sebagian ibu hamil tidak memperbaiki pola makannya.
“Sebagian lain menganggap bahwa makan saat hamil diperuntukkan bagi dua orang. Akibatnya, hanya porsi nasi yang ditambah agar kenyang. Belum lagi mitos untuk menghindari daging merah, makanan laut, dan kacang-kacangan, yang akhirnya membuat ibu hamil kekurangan protein,” paparnya.
Stunting berkembang selama 1.000 HPK. Kondisi saat hamil akan memengaruhi kondisi saat ibu melahirkan nanti, yang akan memengaruhi kondisi bayi usia 0-6 bulan, 7-11 bulan, lalu 12-24 bulan.
Rita menyayangkan usai melahirkan banyak ibu yang tidak melakukan IMD (inisiasi menyusui dini). Ada pula yang melakukan, tapi caranya salah. Bayi hanya diletakkan di area puting susu ibu, dan dianggap selesai.
tulis komentar anda