Apa Itu Istilah Gentong Babi di Film Dirty Vote? Ungkap Kecurangan Pemilu 2024
Minggu, 11 Februari 2024 - 19:04 WIB
JAKARTA – Istilah gentong babi di Film Dirty Vote menjadi sorotan, di mana film ini mengangkat cerita tentang dugaan kecurangan dalam Pemilu 2024.
Dalam durasi 1 jam 57 menit, film yang tayang di YouTube mulai hari ini melibatkan ahli hukum dan pakar tata negara, yaitu Bivitri Susanti, Zainal Arifin Mochtar, dan Feri Asamsi.
Mereka mengungkap daftar dugaan kecurangan Pemilu 2024. Salah satu permasalahan yang diangkat adalah penggunaan bantuan sosial (bansos) sebagai alat politik.
Bivitri Susanti sebagai salah satu narasumber Dirty Vote ini menyebut 'Politik Gentong Babi,' mengacu pada politik di Amerika Serikat.
Penggambaran politik gentong babi di Amerika menyoroti praktik buruk dari masa perbudakan, di mana para budak harus bersaing untuk mendapatkan daging babi yang disimpan di dalam gentong. Dari sana, muncul istilah tentang orang-orang yang berebut jatah untuk kenyamanan pribadi.
Bivitri menjelaskan bahwa para politisi menggunakan dana negara melalui bansos untuk mempengaruhi pemilih agar mendukungnya, bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk penerusnya.
Dalam konteks politik gentong babi, ada menteri yang diduga terlibat dalam kampanye. Meski aturan memperbolehkan menteri untuk berkampanye dengan syarat mengajukan cuti, tidak ada informasi yang menyebutkan cuti yang diajukan para menteri tersebut.
Selain itu, aturan juga melarang penggunaan fasilitas negara untuk kepentingan kampanye, namun dalam kenyataannya, terdapat menteri yang menggunakan fasilitas negara untuk berkampanye.
Dalam film Dirty Vote, Bivitri Susanti menyebut bansos adalah bahan politis yang sangat mudah dimanfaatkan. Bahkan, data yang ditampilkan dalam film menunjukkan pemberian bansos menjelang Pemilu.
Lihat Juga: MD Entertainment Foundation dan 1000 Days Fund Kolaborasi Merilis Film Dokumenter tentang Stunting
Dalam durasi 1 jam 57 menit, film yang tayang di YouTube mulai hari ini melibatkan ahli hukum dan pakar tata negara, yaitu Bivitri Susanti, Zainal Arifin Mochtar, dan Feri Asamsi.
Baca Juga
Mereka mengungkap daftar dugaan kecurangan Pemilu 2024. Salah satu permasalahan yang diangkat adalah penggunaan bantuan sosial (bansos) sebagai alat politik.
Bivitri Susanti sebagai salah satu narasumber Dirty Vote ini menyebut 'Politik Gentong Babi,' mengacu pada politik di Amerika Serikat.
Penggambaran politik gentong babi di Amerika menyoroti praktik buruk dari masa perbudakan, di mana para budak harus bersaing untuk mendapatkan daging babi yang disimpan di dalam gentong. Dari sana, muncul istilah tentang orang-orang yang berebut jatah untuk kenyamanan pribadi.
Bivitri menjelaskan bahwa para politisi menggunakan dana negara melalui bansos untuk mempengaruhi pemilih agar mendukungnya, bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk penerusnya.
Dalam konteks politik gentong babi, ada menteri yang diduga terlibat dalam kampanye. Meski aturan memperbolehkan menteri untuk berkampanye dengan syarat mengajukan cuti, tidak ada informasi yang menyebutkan cuti yang diajukan para menteri tersebut.
Baca Juga
Selain itu, aturan juga melarang penggunaan fasilitas negara untuk kepentingan kampanye, namun dalam kenyataannya, terdapat menteri yang menggunakan fasilitas negara untuk berkampanye.
Dalam film Dirty Vote, Bivitri Susanti menyebut bansos adalah bahan politis yang sangat mudah dimanfaatkan. Bahkan, data yang ditampilkan dalam film menunjukkan pemberian bansos menjelang Pemilu.
Lihat Juga: MD Entertainment Foundation dan 1000 Days Fund Kolaborasi Merilis Film Dokumenter tentang Stunting
(tdy)
tulis komentar anda