Dokter Gizi Sebut Larangan Promosi Susu Formula Bantu Tingkatkan Pemberian ASI Eksklusif
Minggu, 11 Agustus 2024 - 17:45 WIB
JAKARTA - Direktur Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak, dr. Lovely Daisy, MKM menyebut larangan promosi susu formula yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 Pasal 33 membantu meningkatkan pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif.
Larangan promosi susu formula ini mengadopsi Kode Internasional Pemasaran Produk Pengganti ASI oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 1981. Di mana bertujuan melindungi keberhasilan menyusui dari promosi produk pengganti ASI yang tidak tepat.
"Dalam beberapa laporan pelanggaran kode etik pemasaran susu formula, masih terjadi penggunaan label yang tidak tepat, promosi di fasilitas pelayanan kesehatan dan tenaga kesehatan yang mempromosikan, serta promosi silang antar-produk," kata dr Daisy dalam siaran resminya, Minggu (11/8/2024).
"Karena itu, perlu penguatan pemantauan dan penegakan sanksi," jelasnya.
Pemberian ASI eksklusif yang dilakukan sejak lahir hingga anak berusia 2 tahun disertai dengan pemberian makanan pendamping ASI (MPASI), dijelaskan dr Daisy memberikan manfaat jangka panjang bagi kesehatan anak.
"Untuk itu, diperlukan aturan dan perlindungan dari promosi susu formula dalam segala bentuknya menjadi penting. Tujuannya, menjamin keberlangsungan pemberian ASI dan pemberian MPASI yang tepat,” ujarnya.
Ia juga menggarisbawahi pentingnya melindungi praktik menyusui dari promosi yang menyesatkan. Termasuk pelabelan produk yang tidak memuat peringatan yang diperlukan.
PP Nomor 28 Tahun 2024 Pasal 33 ini selaras dengan resolusi Majelis Kesehatan Dunia dan panduan WHO untuk mengakhiri promosi yang tidak tepat terhadap makanan bayi dan anak kecil.
"Kode etik ini mengamanatkan larangan donasi materi informasi dan edukasi oleh industri, yang selaras dengan panduan dari WHO tersebut. Termasuk larangan total terhadap hadiah atau insentif untuk petugas kesehatan," ungkapnya.
"Panduan WHO tersebut juga menyoroti masalah pelabelan produk makanan untuk bayi dan anak kecil yang sering kali tidak memuat peringatan yang diperlukan seperti usia penggunaan yang tepat, ukuran porsi, atau frekuensi," pungkasnya.
Larangan promosi susu formula ini mengadopsi Kode Internasional Pemasaran Produk Pengganti ASI oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 1981. Di mana bertujuan melindungi keberhasilan menyusui dari promosi produk pengganti ASI yang tidak tepat.
"Dalam beberapa laporan pelanggaran kode etik pemasaran susu formula, masih terjadi penggunaan label yang tidak tepat, promosi di fasilitas pelayanan kesehatan dan tenaga kesehatan yang mempromosikan, serta promosi silang antar-produk," kata dr Daisy dalam siaran resminya, Minggu (11/8/2024).
"Karena itu, perlu penguatan pemantauan dan penegakan sanksi," jelasnya.
Pemberian ASI eksklusif yang dilakukan sejak lahir hingga anak berusia 2 tahun disertai dengan pemberian makanan pendamping ASI (MPASI), dijelaskan dr Daisy memberikan manfaat jangka panjang bagi kesehatan anak.
"Untuk itu, diperlukan aturan dan perlindungan dari promosi susu formula dalam segala bentuknya menjadi penting. Tujuannya, menjamin keberlangsungan pemberian ASI dan pemberian MPASI yang tepat,” ujarnya.
Ia juga menggarisbawahi pentingnya melindungi praktik menyusui dari promosi yang menyesatkan. Termasuk pelabelan produk yang tidak memuat peringatan yang diperlukan.
PP Nomor 28 Tahun 2024 Pasal 33 ini selaras dengan resolusi Majelis Kesehatan Dunia dan panduan WHO untuk mengakhiri promosi yang tidak tepat terhadap makanan bayi dan anak kecil.
"Kode etik ini mengamanatkan larangan donasi materi informasi dan edukasi oleh industri, yang selaras dengan panduan dari WHO tersebut. Termasuk larangan total terhadap hadiah atau insentif untuk petugas kesehatan," ungkapnya.
"Panduan WHO tersebut juga menyoroti masalah pelabelan produk makanan untuk bayi dan anak kecil yang sering kali tidak memuat peringatan yang diperlukan seperti usia penggunaan yang tepat, ukuran porsi, atau frekuensi," pungkasnya.
(dra)
tulis komentar anda