Pemerintah Tetapkan Obat bagi Bayi Prematur dan Pengidap Penyakit Langka sebagai Obat Resmi
Rabu, 28 Agustus 2024 - 16:16 WIB
"Apalagi biaya penanganan penyakit langka relatif mahal, padahal terdapat beberapa penyakit langka yang dapat diobati dengan PKMK ini. Biaya yang diperlukan untuk PKMK bisa mencapai Rp4 hingga Rp5 juta per pasien per bulan sehingga perlu dukungan agar pasien penyakit langka bisa hidup menjadi SDM yang berkualitas dan bebas malnutrisi atau stunting" ujar Prof. Damayanti.
Prof. Damayanti mengapresiasi langkah pemerintah yang telah menyertakan pengobatan PKMK sebagai salah satu obat yang diikutsertakan dalam Formularium Nasional. Hal ini diharapkan dapat membantu pengobatan penderita penyakit langka dan mengurangi kejadian stunting di Indonesia.
Pada kesempatan lain, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes RI Eva Susanti mengungkapkan bahwa 50% penyandang penyakit langka adalah anak-anak, namun hanya 5% obat-obatan untuk penyakit langka tersedia.
Eva menyebut, berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk mengatasi kondisi ini, tetapi masih diperlukan penguatan surveilans, deteksi dini, dan tata laksana yang tepat untuk setiap kasus.
Sebagai informasi, penyakit langka adalah penyakit yang mengancam jiwa atau mengganggu kualitas hidup dengan prevalensi yang rendah, sekitar 1 dari 2.000 populasi. Sebagian besar atau 80 persen kasus penyakit langka disebabkan oleh kelainan genetik, dengan 30 persen kasus berakhir pada kematian sebelum usia 5 tahun.
Beberapa penyakit langka yang ada di Indonesia. Beberapa di antaranya adalah Mukopolisakaridosis (MPS) tipe II atau sindrom Hunter dengan angka kejadian 1 dari 162.000, Maple Syrup Urine Diseases (MSUD) dengan angka kejadian 1 dari 180.000 kelahiran hidup, dan Glucose-galactose malabsorption syndrome yang jumlah pasiennya hanya sekitar 100 orang di seluruh dunia.
Peningkatan kesadaran masyarakat dan dukungan pemerintah terhadap penyakit langka sangat penting untuk memastikan pasien mendapatkan pengobatan yang tepat.
Dengan adanya keputusan untuk memasukkan PKMK dalam Formularium Nasional, diharapkan penderita penyakit langka di Indonesia dapat menerima pengobatan yang lebih baik dan meningkatkan kualitas hidup mereka.
Prof. Damayanti mengapresiasi langkah pemerintah yang telah menyertakan pengobatan PKMK sebagai salah satu obat yang diikutsertakan dalam Formularium Nasional. Hal ini diharapkan dapat membantu pengobatan penderita penyakit langka dan mengurangi kejadian stunting di Indonesia.
Pada kesempatan lain, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes RI Eva Susanti mengungkapkan bahwa 50% penyandang penyakit langka adalah anak-anak, namun hanya 5% obat-obatan untuk penyakit langka tersedia.
Eva menyebut, berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk mengatasi kondisi ini, tetapi masih diperlukan penguatan surveilans, deteksi dini, dan tata laksana yang tepat untuk setiap kasus.
Sebagai informasi, penyakit langka adalah penyakit yang mengancam jiwa atau mengganggu kualitas hidup dengan prevalensi yang rendah, sekitar 1 dari 2.000 populasi. Sebagian besar atau 80 persen kasus penyakit langka disebabkan oleh kelainan genetik, dengan 30 persen kasus berakhir pada kematian sebelum usia 5 tahun.
Beberapa penyakit langka yang ada di Indonesia. Beberapa di antaranya adalah Mukopolisakaridosis (MPS) tipe II atau sindrom Hunter dengan angka kejadian 1 dari 162.000, Maple Syrup Urine Diseases (MSUD) dengan angka kejadian 1 dari 180.000 kelahiran hidup, dan Glucose-galactose malabsorption syndrome yang jumlah pasiennya hanya sekitar 100 orang di seluruh dunia.
Peningkatan kesadaran masyarakat dan dukungan pemerintah terhadap penyakit langka sangat penting untuk memastikan pasien mendapatkan pengobatan yang tepat.
Dengan adanya keputusan untuk memasukkan PKMK dalam Formularium Nasional, diharapkan penderita penyakit langka di Indonesia dapat menerima pengobatan yang lebih baik dan meningkatkan kualitas hidup mereka.
(tsa)
tulis komentar anda