Bedah Buku Cagar Budaya, Upaya Menjaga Nilai Sejarah dan Warisan Identitas Nasional

Sabtu, 19 Oktober 2024 - 00:30 WIB
Saat ini, terdapat kecenderungan kawasan dan bangunan cagar budaya tengah mengalami penurunan kualitas bahkan mulai punah dikarenakan beberapa tantangan. Foto/istimewa
JAKARTA - Saat ini, terdapat kecenderungan kawasan dan bangunan cagar budaya tengah mengalami penurunan kualitas bahkan mulai punah dikarenakan beberapa tantangan seperti globalisasi, desakan ekonomi, pertumbuhan penduduk, dan semakin diperburuk dengan hadirnya parameter perubahan iklim.

Padahal, kawasan dan bangunan cagar budaya perlu dilestarikan dan dikelola, dikarenakan terdapat nilai-nilai signifikan, antara lain nilai sejarah, nilai ilmu pengetahuan, nilai kebudayaan, nilai pendidikan, nilai politik, nilai ekonomi, dan nilai keutuhan (keaslian dalam desain, tata lingkungan, bahan/material, dan pengerjaan/workmanship).

Selaras dengan hal tersebut, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Biro Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal menyelenggarakan acara bedah buku berjudul Penanganan Bangunan Cagar Budaya karya Alm. Prof. Arief Sabaruddin dan Angga Arief Gumilang S. Adapun narasumber pada acara bedah buku yaitu Angga Arief Gumilang S, ST., MT dengan sambutan dan pembahas oleh Dr. Taufan Madiasworo, ST., MT yang digelar di Gelanggang Inovasi dan Kreativitas, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Kamis (17/11/2024).



Dalam sambutannya, Dr. Taufan Madiasworo, ST., MT, Kepala Bagian Pelaporan Pimpinan dan Pembinaan Pelayanan Publik, Biro Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal, Kementerian PUPR menyampaikan bahwa acara Bedah Buku ini merupakan bagian dari rangkaian acara dalam rangka memeriahkan peringatan Hari Habitat dan Hari Kota Dunia tahun 2024 dan sekaligus bertujuan untuk meningkatkan minat

Lebih lanjut, Taufan menjelaskan bahwa bangunan cagar budaya merupakan bagian dari suatu kota. Kota yang baik adalah kota yang memiliki kenangan tahapan pembangunan karena dengan kenangan tahapan pembangunan tersebut maka sejarah pembentukan akan dapat ditelusuri dan dinikmati dan menjadikan kota memiliki kekhasan dan identitas yang berbeda antara satu kota dengan kota lainnya atau dengan kata lain menjadi simbol identitas suatu kota.

Buku ini merupakan tacit knowledge atau pengetahuan perseorangan dalam bidang pelestarian bangunan cagar budaya yang tercatat dan didokumentasikan dalam bentuk buku agar nilai pengetahuan di dalamnya bisa diwariskan kepada generasi selanjutnya pungkas Taufan.

Sementara itu, Angga Arief Gumilang S menjelaskan pemilihan Gedung A.A Maramis I Jakarta Pusat sebagai studi kasus dalam buku Penanganan Bangunan Cagar Budaya karena memiliki nilai sejarah yang cukup menarik. Gedung ini merupakan salah satu gedung peninggalan kolonial tertua di Jakarta. Dilihat dari sejarahnya, Gedung AA Maramis adalah bangunan cagar budaya yang dulu pernah mangkrak, terhenti pembangunannya selama kurang lebih 15 tahun, semasa pemerintahan Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Herman Willem Daendels.

“Bangunan yang sudah mangkrak 15 tahun ketika hendak dilanjutkan itu tidak sederhana. Materialnya terdeteriorasi, standar teknis atau SNInya sudah berubah. Jadi tidak sesederhana melanjutkan pembangunan yang kontinyu. Setelah 15 tahun mangkrak, dilanjutkan oleh (Gubernur Jenderal Thomas Stamford-) Raffles tetapi dengan fungsi yang berubah. Awalnya direncanakan oleh Daendels sebagai Istana tetapi jadi kantor pemerintahan. Dan setelah Indonesia merdeka, sekarang jadi gedung Kementerian Keuangan,” ungkap Angga selaku penulis kedua.

Dalam sesi pembahasan, Taufan menyampaikan, yang menarik dari buku ini adalah bahwa buku ini memuat panduan teknis dan tahapan yang harus dilakukan dalam melakukan penanganan bangunan cagar budaya, mulai dari pengupasan, pemeriksaan bangunan, materi pelaporan hasil, konsep metode praktis perbaikan dan perkuatan, hingga teknik pemeriksaan aspek struktur bangunan cagar budaya dengan sistem struktur masonry.



Di akhir acara, Taufan menyampaikan harapannya bahwa melalui acara bedah buku “Penanganan Bangunan Cagar Budaya” ini, dapat diambil pembelajaran, pengetahuan, dan sekaligus menjadi motivasi dan inspirasi bagi kita semua, mengenai pentingnya melestarikan dan menjaga pusaka Indonesia, baik pusaka alam, pusaka budaya, dan pusaka saujana termasuk kawasan dan bangunan cagar budaya agar tetap berkelanjutan, baik secara lingkungan, sosial, dan ekonomi.

Acara bedah buku ini dilaksanakan secara luring dan daring yang diikuti sekitar seratus orang peserta dari internal Kementerian PUPR, akademisi, mahasiswa dan umum, Adapun secara daring, acara ini ditayangkan secara live streaming melalui media zoom, kanal YouTube PUPR dan Radio Sonora Yogyakarta.
(dra)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More