Kabar Baik, Pasien Sembuh Covid-19 Terus Meningkat
Rabu, 04 November 2020 - 13:15 WIB
JAKARTA - Ada kabar baik seputar Covid-19 . Angka kesembuhan pasien positif Covid-19 terus meningkat. Selain itu, vaksin pun dapat ditemukan lebih cepat.
Ya, angka kesembuhan Covid-19 per 1 November 2020 terus meningkat. Rasio kesembuhan (recovery rate) dari seluruh total kasus Covid-19 mencapai 82,84%. Angka sembuh dan selesai dari isolasi meningkat dari minggu sebelumnya, yakni 80,51%. Kemudian tracing dan testing per 1 November 2020 mencapai lebih dari 4,5 juta spesimen dan banyak di antaranya yang negatif. (Baca: Biaya Operasional Pendidikan Terlambat Cair, Ada Apa?)
Terkait vaksin, Prof Ngurah Mahardika, Ahli Virologi Universitas Udayana menjelaskan, vaksin pada era sekarang proses pembuatannya sedikit berbeda dengan zaman dahulu. “Zaman dahulu tentu harus dapat agennya dulu yang murni. Setelah itu diperbanyak dan kemudian baru disiapkan sebagai vaksin. Itu yang menempuh waktu yang lama,” jelas Prof Ngurah dalam acara Dialog Inspirasi bertajuk Tata Cara Penemuan Vaksin yang diselenggarakan Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN).
Sementara zaman sekarang, teknologi telah memungkinkan untuk melakukannya dengan cepat. Tidak perlu lagi agen penyakit dan bisa dibuat sintetis, jadi bisa sangat cepat. “Zaman dahulu perlu waktu lama untuk menemukan bibitnya saja. Zaman sekarang hanya perlu waktu satu dua bulan saja untuk menemukan bibitnya,” imbuh Prof Ngurah yang mengetahui betul seluk-beluk pembuatan vaksin dari awal. (Baca juga: Kenali dan Jangan Remehkan Gejala Long Covid)
Pengetahuan tentang seluk-beluk vaksin memang bukan konsumsi orang awam selama ini. Teknologi, sumber daya, dan infrastrukturnya hanya diketahui segelintir orang, yakni peneliti dan produsen vaksin itu sendiri serta komunitas ilmuwan. Penjelasan Prof Ngurah sekaligus menjawab keraguan di benak masyarakat selama ini.
Dalam pemaparannya, Prof Ngurah menyebutkan ada sedikitnya empat ragam vaksin yang dibedakan berdasarkan bahan dasarnya. Pertama, yang berbasis virus murni yang dimatikan sehingga tidak berbahaya bagi manusia, ada pula yang berbasis DNA atau RNA, ketiga ada vaksin berbasis adenovirus, dan terakhir adalah vaksin berbasis protein.
“Ragam basis vaksin ini punya kelebihan dan kekurangan tentunya, seperti vaksin berbasis virus yang dimatikan yang saat ini diujicobakan di Indonesia adalah jenis paling lazim sehingga regulasi penggunaannya jauh lebih ringkas. Sementara vaksin berbasis DNA dan adenovirus memang belum ada contohnya yang beredar di masyarakat sehingga regulasinya memakan waktu lama,” terang Prof Ngurah.
Teknologi mengakselerasi penemuan vaksin baru, faktor kunci yang tidak boleh dikesampingkan dalam prosedur adalah memastikan tingkat keamanannya. Pada dasarnya peneliti dan pengembang vaksin tidak mengompromikan aspek kualitas, daya guna, dan keamanannya, termasuk keamanan vaksin Covid-19 yang nanti hendak ditemukan, harus terjamin. (Baca juga: Infeksi Virus Corona di Eropa Capai 11 Juta)
Untuk aspek keamanan vaksin Covid-19 dimulai sejak fase preklinis, yang diujikan pada hewan, lalu Fase I yang melibatkan relawan manusia, Fase II yang melibatkan ratusan relawan, dan Fase III yang melibatkan ribuan relawan. Pada semua fase, aspek keamanan dan daya guna menjadi perhatian serius. Lebih-lebih pada Fase III, ketika melibatkan ribuan hingga puluhan ribu orang.
Tidak sampai di situ saja, setelah beredar di masyarakat vaksin akan terus dimonitor dan diaudit terus-menerus untuk memastikan keamanan vaksin yang beredar tersebut nantinya. Perlu diketahui juga bahwa Indonesia sangat memungkinkan untuk mengembangkan vaksin Covid-19 secara mandiri. Namun, kerja sama dalam masa pandemi Covid-19 seperti saat ini bukanlah hal yang tabu. Kerja sama bertujuan untuk mendapatkan data berkualitas tinggi.
Ilmuan di Indonesia juga membuka data-data kajian dalam negeri untuk memberi sumbangsih kepada keilmuan dunia dan menerima input positif dari peneliti luar negeri. “Tanpa kerja sama, saya kira kita mampu, tapi untuk mencapai kemajuan yang pesat dirasa perlu dengan jalan kerja sama antarnegara dan keilmuan dunia,” tandas Prof Ngurah. (Lihat videonya: Pilpres Bagi Diaspora Indonesia di Amerika Serikat)
Selama vaksin belum ditemukan atau bahkan sudah ditemukan sekalipun, masyarakat tetap dianjurkan untuk memakai masker, menjaga jarak minimal satu meter, dan mencuci tangan dengan sabun. Ini adalah cara pencegahan yang terbaik hingga saat ini. Perlu kedisiplinan terus untuk mempraktikkan langkah 3M ini secara sepaket agar terhindar dari Covid-19. (Sri Noviarni)
Ya, angka kesembuhan Covid-19 per 1 November 2020 terus meningkat. Rasio kesembuhan (recovery rate) dari seluruh total kasus Covid-19 mencapai 82,84%. Angka sembuh dan selesai dari isolasi meningkat dari minggu sebelumnya, yakni 80,51%. Kemudian tracing dan testing per 1 November 2020 mencapai lebih dari 4,5 juta spesimen dan banyak di antaranya yang negatif. (Baca: Biaya Operasional Pendidikan Terlambat Cair, Ada Apa?)
Terkait vaksin, Prof Ngurah Mahardika, Ahli Virologi Universitas Udayana menjelaskan, vaksin pada era sekarang proses pembuatannya sedikit berbeda dengan zaman dahulu. “Zaman dahulu tentu harus dapat agennya dulu yang murni. Setelah itu diperbanyak dan kemudian baru disiapkan sebagai vaksin. Itu yang menempuh waktu yang lama,” jelas Prof Ngurah dalam acara Dialog Inspirasi bertajuk Tata Cara Penemuan Vaksin yang diselenggarakan Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN).
Sementara zaman sekarang, teknologi telah memungkinkan untuk melakukannya dengan cepat. Tidak perlu lagi agen penyakit dan bisa dibuat sintetis, jadi bisa sangat cepat. “Zaman dahulu perlu waktu lama untuk menemukan bibitnya saja. Zaman sekarang hanya perlu waktu satu dua bulan saja untuk menemukan bibitnya,” imbuh Prof Ngurah yang mengetahui betul seluk-beluk pembuatan vaksin dari awal. (Baca juga: Kenali dan Jangan Remehkan Gejala Long Covid)
Pengetahuan tentang seluk-beluk vaksin memang bukan konsumsi orang awam selama ini. Teknologi, sumber daya, dan infrastrukturnya hanya diketahui segelintir orang, yakni peneliti dan produsen vaksin itu sendiri serta komunitas ilmuwan. Penjelasan Prof Ngurah sekaligus menjawab keraguan di benak masyarakat selama ini.
Dalam pemaparannya, Prof Ngurah menyebutkan ada sedikitnya empat ragam vaksin yang dibedakan berdasarkan bahan dasarnya. Pertama, yang berbasis virus murni yang dimatikan sehingga tidak berbahaya bagi manusia, ada pula yang berbasis DNA atau RNA, ketiga ada vaksin berbasis adenovirus, dan terakhir adalah vaksin berbasis protein.
“Ragam basis vaksin ini punya kelebihan dan kekurangan tentunya, seperti vaksin berbasis virus yang dimatikan yang saat ini diujicobakan di Indonesia adalah jenis paling lazim sehingga regulasi penggunaannya jauh lebih ringkas. Sementara vaksin berbasis DNA dan adenovirus memang belum ada contohnya yang beredar di masyarakat sehingga regulasinya memakan waktu lama,” terang Prof Ngurah.
Teknologi mengakselerasi penemuan vaksin baru, faktor kunci yang tidak boleh dikesampingkan dalam prosedur adalah memastikan tingkat keamanannya. Pada dasarnya peneliti dan pengembang vaksin tidak mengompromikan aspek kualitas, daya guna, dan keamanannya, termasuk keamanan vaksin Covid-19 yang nanti hendak ditemukan, harus terjamin. (Baca juga: Infeksi Virus Corona di Eropa Capai 11 Juta)
Untuk aspek keamanan vaksin Covid-19 dimulai sejak fase preklinis, yang diujikan pada hewan, lalu Fase I yang melibatkan relawan manusia, Fase II yang melibatkan ratusan relawan, dan Fase III yang melibatkan ribuan relawan. Pada semua fase, aspek keamanan dan daya guna menjadi perhatian serius. Lebih-lebih pada Fase III, ketika melibatkan ribuan hingga puluhan ribu orang.
Tidak sampai di situ saja, setelah beredar di masyarakat vaksin akan terus dimonitor dan diaudit terus-menerus untuk memastikan keamanan vaksin yang beredar tersebut nantinya. Perlu diketahui juga bahwa Indonesia sangat memungkinkan untuk mengembangkan vaksin Covid-19 secara mandiri. Namun, kerja sama dalam masa pandemi Covid-19 seperti saat ini bukanlah hal yang tabu. Kerja sama bertujuan untuk mendapatkan data berkualitas tinggi.
Ilmuan di Indonesia juga membuka data-data kajian dalam negeri untuk memberi sumbangsih kepada keilmuan dunia dan menerima input positif dari peneliti luar negeri. “Tanpa kerja sama, saya kira kita mampu, tapi untuk mencapai kemajuan yang pesat dirasa perlu dengan jalan kerja sama antarnegara dan keilmuan dunia,” tandas Prof Ngurah. (Lihat videonya: Pilpres Bagi Diaspora Indonesia di Amerika Serikat)
Selama vaksin belum ditemukan atau bahkan sudah ditemukan sekalipun, masyarakat tetap dianjurkan untuk memakai masker, menjaga jarak minimal satu meter, dan mencuci tangan dengan sabun. Ini adalah cara pencegahan yang terbaik hingga saat ini. Perlu kedisiplinan terus untuk mempraktikkan langkah 3M ini secara sepaket agar terhindar dari Covid-19. (Sri Noviarni)
(ysw)
Lihat Juga :
tulis komentar anda