Waspada Kecemasan Sosial saat Pandemi COVID-19
Senin, 09 November 2020 - 13:58 WIB
JAKARTA - Kecemasan sosial adalah kondisi ketika seseorang merasa cemas dan takut saat harus bersosialisasi serta berinteraksi dengan orang lain. Kondisi ini dikenal dengan istilah ”demam panggung”.
Menurut Psikiater dan Ahli Psikosomatis RS OMNI Hospital Alam Sutera dr. Andri, Sp.K, gejala kecemasan sosial ditandai dengan timbulnya benjolan di tenggorokan, berkeringat, gemetar, jantung kerap berdebar kencang, ketegangan otot, nyeri, mual, atau pusing. Ada juga perasaan ingin melarikan diri, dirundung perasaan bersalah, dan selalu ingin menghindar ketika harus tampil di depan umum atau saat harus menjadi pusat perhatian.
( )
Pengidap kecemasan sosial juga kerap menghindari orang-orang yang mereka anggap punya kedudukan lebih tinggi dari dirinya, meskipun orang tersebut masih keluarga seperti paman atau bibinya.
“Kecemasan yang intens secara terus-menerus dari penderita kecemasan sosial dapat memengaruhi kesehatan fisik atau dikenal dengan istilah psikosomatik, yaitu keluhan fisik yang timbul atau dipengaruhi oleh pikiran atau emosi, bukan oleh alasan fisik, seperti luka atau infeksi,” sebut dr. Andri dalam virtual talkshow #SuperONEderful by Super You “Social Anxiety: How to Cope with It?” belum lama ini.
Ia menyarankan beberapa tips untuk mengatur rasa cemas, seperti mencoba membiasakan diri menghadiri meeting tepat waktu sehingga dapat melihat satu per satu audience yang datang, "membekali" diri dengan update mengenai situasi atau pemberitaan terkini sehingga memiliki topik untuk menjadi bahan diskusi dengan orang lain, menghindari minuman beralkohol, mengonsumsi makanan sehat, dan rajin berolahraga.
Gangguan kecemasan juga dapat disebabkan oleh media sosial, terutama saat pandemi COVID-19.
Content creator kesehatan mental, Dimas Alwin, menjelaskan bahwa perubahan sosial secara mendadak, cepat, dan terus-menerus kerap terjadi selama masa pandemi. Ini bisa menimbulkan rasa cemas dan panik.
Menurutnya, media sosial juga dapat menjadi salah satu pemicu kecemasan karena melihat dan membaca informasi yang tidak benar. Awalnya ingin menghibur diri saat banyak waktu harus dihabiskan di rumah.
( )
“Informasi soal COVID-19 sering disajikan dengan cara kurang tepat atau bertujuan menakut-nakuti dan content-nya tidak diverifikasi terlebih dahulu sehingga membingungkan pembaca,” kata dia.
Dimas Alwin menekankan bahwa virus bisa menyebabkan terganggunya kesehatan, menurunkan kualitas hidup, dan menyebabkan kematian sehingga informasi yang disajikan haruslah bersifat edukatif agar pembaca memiliki pemahaman yang benar serta mematuhi protokol kesehatan. Bukan sebaliknya, malah menjadi khawatir.
Menurut Psikiater dan Ahli Psikosomatis RS OMNI Hospital Alam Sutera dr. Andri, Sp.K, gejala kecemasan sosial ditandai dengan timbulnya benjolan di tenggorokan, berkeringat, gemetar, jantung kerap berdebar kencang, ketegangan otot, nyeri, mual, atau pusing. Ada juga perasaan ingin melarikan diri, dirundung perasaan bersalah, dan selalu ingin menghindar ketika harus tampil di depan umum atau saat harus menjadi pusat perhatian.
( )
Pengidap kecemasan sosial juga kerap menghindari orang-orang yang mereka anggap punya kedudukan lebih tinggi dari dirinya, meskipun orang tersebut masih keluarga seperti paman atau bibinya.
“Kecemasan yang intens secara terus-menerus dari penderita kecemasan sosial dapat memengaruhi kesehatan fisik atau dikenal dengan istilah psikosomatik, yaitu keluhan fisik yang timbul atau dipengaruhi oleh pikiran atau emosi, bukan oleh alasan fisik, seperti luka atau infeksi,” sebut dr. Andri dalam virtual talkshow #SuperONEderful by Super You “Social Anxiety: How to Cope with It?” belum lama ini.
Ia menyarankan beberapa tips untuk mengatur rasa cemas, seperti mencoba membiasakan diri menghadiri meeting tepat waktu sehingga dapat melihat satu per satu audience yang datang, "membekali" diri dengan update mengenai situasi atau pemberitaan terkini sehingga memiliki topik untuk menjadi bahan diskusi dengan orang lain, menghindari minuman beralkohol, mengonsumsi makanan sehat, dan rajin berolahraga.
Gangguan kecemasan juga dapat disebabkan oleh media sosial, terutama saat pandemi COVID-19.
Content creator kesehatan mental, Dimas Alwin, menjelaskan bahwa perubahan sosial secara mendadak, cepat, dan terus-menerus kerap terjadi selama masa pandemi. Ini bisa menimbulkan rasa cemas dan panik.
Menurutnya, media sosial juga dapat menjadi salah satu pemicu kecemasan karena melihat dan membaca informasi yang tidak benar. Awalnya ingin menghibur diri saat banyak waktu harus dihabiskan di rumah.
( )
“Informasi soal COVID-19 sering disajikan dengan cara kurang tepat atau bertujuan menakut-nakuti dan content-nya tidak diverifikasi terlebih dahulu sehingga membingungkan pembaca,” kata dia.
Dimas Alwin menekankan bahwa virus bisa menyebabkan terganggunya kesehatan, menurunkan kualitas hidup, dan menyebabkan kematian sehingga informasi yang disajikan haruslah bersifat edukatif agar pembaca memiliki pemahaman yang benar serta mematuhi protokol kesehatan. Bukan sebaliknya, malah menjadi khawatir.
(tsa)
Lihat Juga :
tulis komentar anda