Kisah Rasulullah Saat Hadapi Makanan yang Tak Disukai
Sabtu, 16 Mei 2020 - 00:44 WIB
MAKASSAR - Beragam cara dilakukan ketika kita disodorkan makanan yang tidak disukai, apakah itu karena alergi atau belum terbiasa memakannnya. Sebagai mahkluk yang tidak sempurna, seringnya langsung menolak dan bahkan mencela makanan tersebut.
Padahal mencela makanan di hadapan orang yang menyuguhkan tentu dapat menyakiti perasaanya. Perilaku mencela makanan ini sendiri tidak pernah dilakukan Rasulullah Muhammad Shallalahu alaihi wassalam, sekalipun.
Keteladanan Rasulullah dalam masalah ini, saat menghadapi masakan atau makanan yang boleh dimakan diwayatkan Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, "Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah mencela makanan sama sekali. (HR al-Bukhâri dan Muslim).
melancarkan celaan padanya. Bahkan melarang mengkonsumsinya. Apabila makanan yang dihidangkan Rasulullah sukai, maka beliau menyantapnya. Sedangkan sikap Rasulullah saat menghadapai jamuan yang tidak menarik hati, Rasulullah tidak menjamahnya dengan tanpa mengeluarkan komentar miring apapun terhadapnya.
"Kalau beliau menyukainya, maka akan beliau makan. Dan jika tidak menyukainya, beliau meninggalkannya. (HR al-Bukhâri dan Muslim).
Sikap di atas merupakan keagungan dan keluhuran akhlak Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rasulullah menghormati perasaan orang yang telah memasak atau membuatnya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak suka mencela hasil kerja orang yang membuatnya sehingga dapat menyakiti hatinya.
Baca Juga : Pedang Zulfikar Milik Rasulullah : Satu Senjata Terkuat di Muka Bumi Ini
Sisi lain, tidak menutup kemungkinan, ada orang lain yang menyukai makanan tersebut. Hadits di atas juga, mengajarkan sikap ksatria dalam menghadapi makanan yang tidak disuka, yaitu dengan cara tidak menyentuh dan meninggalkannya.
Terdapat suatu riwayat ; Beliau bertanya kepada keluarganya tentang lauk yang tersedia. Keluarga beliau menjawab: “Kami tidak mempunyai apa-apa kecuali cuka,” maka beliau meminta untuk disediakan dan mulai menyantapnya. Lantas berkata: “Sebaik-baik lauk adalah cuka. Sebaik-baik lauk adalah cuka”. (HR Muslim).
Pujian sebagaimana hadits atas bisa bermakna pujian kepada obyek makanan, dan juga bisa ditujukan untuk menghibur keluarga. Tetapi, tidak berarti pengutamaan cuka di atas segala makanan.
Baca Lagi : Pesan Allah dalam Surah Alfatihah, Salah Satunya Tentang 'Tempat Tertinggi'
Padahal mencela makanan di hadapan orang yang menyuguhkan tentu dapat menyakiti perasaanya. Perilaku mencela makanan ini sendiri tidak pernah dilakukan Rasulullah Muhammad Shallalahu alaihi wassalam, sekalipun.
Keteladanan Rasulullah dalam masalah ini, saat menghadapi masakan atau makanan yang boleh dimakan diwayatkan Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, "Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah mencela makanan sama sekali. (HR al-Bukhâri dan Muslim).
melancarkan celaan padanya. Bahkan melarang mengkonsumsinya. Apabila makanan yang dihidangkan Rasulullah sukai, maka beliau menyantapnya. Sedangkan sikap Rasulullah saat menghadapai jamuan yang tidak menarik hati, Rasulullah tidak menjamahnya dengan tanpa mengeluarkan komentar miring apapun terhadapnya.
"Kalau beliau menyukainya, maka akan beliau makan. Dan jika tidak menyukainya, beliau meninggalkannya. (HR al-Bukhâri dan Muslim).
Sikap di atas merupakan keagungan dan keluhuran akhlak Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rasulullah menghormati perasaan orang yang telah memasak atau membuatnya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak suka mencela hasil kerja orang yang membuatnya sehingga dapat menyakiti hatinya.
Baca Juga : Pedang Zulfikar Milik Rasulullah : Satu Senjata Terkuat di Muka Bumi Ini
Sisi lain, tidak menutup kemungkinan, ada orang lain yang menyukai makanan tersebut. Hadits di atas juga, mengajarkan sikap ksatria dalam menghadapi makanan yang tidak disuka, yaitu dengan cara tidak menyentuh dan meninggalkannya.
Terdapat suatu riwayat ; Beliau bertanya kepada keluarganya tentang lauk yang tersedia. Keluarga beliau menjawab: “Kami tidak mempunyai apa-apa kecuali cuka,” maka beliau meminta untuk disediakan dan mulai menyantapnya. Lantas berkata: “Sebaik-baik lauk adalah cuka. Sebaik-baik lauk adalah cuka”. (HR Muslim).
Pujian sebagaimana hadits atas bisa bermakna pujian kepada obyek makanan, dan juga bisa ditujukan untuk menghibur keluarga. Tetapi, tidak berarti pengutamaan cuka di atas segala makanan.
Baca Lagi : Pesan Allah dalam Surah Alfatihah, Salah Satunya Tentang 'Tempat Tertinggi'
(sri)
Lihat Juga :
tulis komentar anda