RS Kolaps, Pemerintah Perketat Syarat Penderita COVID-19 yang Bisa Dirawat Inap
Minggu, 11 Juli 2021 - 12:00 WIB
JAKARTA - Lonjakan kasus COVID-19 di Indonesia semakin mengkhawatirkan. Terlebih banyak pasien yang tidak kebagian ruang isolasi, ICU, ataupun ruang rawat inap di rumah sakit (RS).
Merujuk data yang dipaparkan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin , di Yogyakarta misalnya, bed occupation rate (BOR) untuk ICU dari berbagai rumah sakit di sana sudah mencapai 91%. Ditambah lagi banyak tenaga kesehatan yang sudah kewalahan bahkan menjadi korban dari krisis pandemi COVID-19 saat ini.
Kondisi tersebut menyebabkan keterbatasan tenaga untuk melakukan pelayanan, keterbasaan fasilitas dan SDM yang menyebabkan rumah sakit kolaps.
Karenanya, pemerintah membuat kebijakan yang mengubah syarat penderita COVID-19 yang diperbolehkan menjalani rawat inap di rumah sakit. Pertama, mereka yang terpapar COVID-19 dan diperbolehkan untuk mendapatkan perawatan intensif di rumah sakit adalah penderita yang saturasinya kurang dari 95%. Karena jika saturasi berada di bawah 95%, kemungkinan pasien akan lebih rentan mengalami sesak napas.
"Kapasitas oksigen di Indonesia adalah 1.700 ton per hari. Karena adanya lonjakan kasus dan sebagainya, saat ini kebutuhan kita menjadi 2.600 ton per hari. Kita akan atur untuk menaikkan 1.000 ton per hari," ujar Menkes Budi dalam program Eskalasi COVID-19 di Indonesia pada Minggu (11/7).
Selanjutnya, pasien COVID-19 yang akan mendapat pengawasan oleh tenaga aparat, relawan, dan tenaga kesehatan adalah mereka yang memiliki kasus sedang, berat, dan kritis di rumah sakit.
Selebihnya, masyarakat yang mengalami gejala ringan atau tanpa gejala bisa melakukan isolasi mandiri di rumah. Pemerintah bakal meningkatkan pemantauan isolasi mandiri dengan memanfaatkan pelayanan telemedicine.
Lihat Juga: Kemenkes Resmikan PLTS di RS Bekasi, Komitmen untuk Terapkan Prinsip Keberlanjutan di Sektor Kesehatan
Merujuk data yang dipaparkan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin , di Yogyakarta misalnya, bed occupation rate (BOR) untuk ICU dari berbagai rumah sakit di sana sudah mencapai 91%. Ditambah lagi banyak tenaga kesehatan yang sudah kewalahan bahkan menjadi korban dari krisis pandemi COVID-19 saat ini.
Kondisi tersebut menyebabkan keterbatasan tenaga untuk melakukan pelayanan, keterbasaan fasilitas dan SDM yang menyebabkan rumah sakit kolaps.
Karenanya, pemerintah membuat kebijakan yang mengubah syarat penderita COVID-19 yang diperbolehkan menjalani rawat inap di rumah sakit. Pertama, mereka yang terpapar COVID-19 dan diperbolehkan untuk mendapatkan perawatan intensif di rumah sakit adalah penderita yang saturasinya kurang dari 95%. Karena jika saturasi berada di bawah 95%, kemungkinan pasien akan lebih rentan mengalami sesak napas.
"Kapasitas oksigen di Indonesia adalah 1.700 ton per hari. Karena adanya lonjakan kasus dan sebagainya, saat ini kebutuhan kita menjadi 2.600 ton per hari. Kita akan atur untuk menaikkan 1.000 ton per hari," ujar Menkes Budi dalam program Eskalasi COVID-19 di Indonesia pada Minggu (11/7).
Selanjutnya, pasien COVID-19 yang akan mendapat pengawasan oleh tenaga aparat, relawan, dan tenaga kesehatan adalah mereka yang memiliki kasus sedang, berat, dan kritis di rumah sakit.
Selebihnya, masyarakat yang mengalami gejala ringan atau tanpa gejala bisa melakukan isolasi mandiri di rumah. Pemerintah bakal meningkatkan pemantauan isolasi mandiri dengan memanfaatkan pelayanan telemedicine.
Lihat Juga: Kemenkes Resmikan PLTS di RS Bekasi, Komitmen untuk Terapkan Prinsip Keberlanjutan di Sektor Kesehatan
(tsa)
tulis komentar anda