Kembali Digelar, Pameran Seni Biennale Jogja XVI Disambut Positif
Jum'at, 08 Oktober 2021 - 01:44 WIB
JAKARTA - Biennale Jogja XVI Equator #6 2021 resmi dibuka. Pameran seni rupa dan berbagai kegiatan pendukung yang mempertemukan Indonesia dengan Oseania ini akan digelar selama 6 Oktober-14 November 2021 secara hibrid, luring dengan protokol kesehatan ketat.
Menyambut gelaran seni rupa dua tahunan ini, Sri Sultan Hamengku Buwono X mengapresiasi pelaksanaannya yang konsisten dengan mengangkat tema secara serial selama 10 tahun dalam Seri Khatulistiwa.
Menurut Sri Sultan, tema Equator menjadi platform gagasan sekaligus landmark geografis, geologis, ekologis, etnografis, historis, dan politis yang memiliki kesamaan identitas negara bekas jajahan.
"Kawasan ini menjanjikan banyak aspek menarik untuk dieksplorasi karena keragamannya mencerminkan kekayaan budaya masyarakat," ungkap orang nomor satu di Yogyakarta itu dalam sambutannya melalui video pada acara Opening Ceremony Biennale XVI Equator #6 2021 di Jogja National Museum (JNM), beberapa waktu lalu.
Biennale Jogja, menurut Sri Sultan, menegaskan kembali predikat Yogyakarta sebagai kota budaya, kota pendidikan, dan kota pariwisata. Demikian juga sebagai media entertaint sehat tanpa menghilangkan nilai dan akar budayanya.
Konsep Biennale Jogja yang selalu melibatkan negara-negara lain juga mendapatkan apresiasi dari Dirjen Kebudayaan, Dr. Hilmar Farid. Menurutnya, hal ini menunjukkan bahwa gagasan-gagasan seni bangsa kita menjelajah dan memengaruhi bangsa lain.
"Ada upaya besar untuk membawa situasi kita hari ini dalam pemikiran dan pameran. Di masa pandemi, penyelenggaraan pameran ini menegaskan bahwa keterbukaan dan kesahajaan bukan sekadar laku, tetapi juga kebutuhan untuk bertahan hidup. Semoga bisa menginspirasi seni rupa kita ke depan," tuturnya.
Melihat kontribusi Biennale Jogja selama ini, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Salahudin Uno mengapresiasi karena dapat mendorong negara Indonesia untuk terlibat lebih dalam menjalin kerja sama dengan berbagai negara di garis khatulistiwa terkait perkembangan seni dan budaya global.
Menyambut gelaran seni rupa dua tahunan ini, Sri Sultan Hamengku Buwono X mengapresiasi pelaksanaannya yang konsisten dengan mengangkat tema secara serial selama 10 tahun dalam Seri Khatulistiwa.
Menurut Sri Sultan, tema Equator menjadi platform gagasan sekaligus landmark geografis, geologis, ekologis, etnografis, historis, dan politis yang memiliki kesamaan identitas negara bekas jajahan.
"Kawasan ini menjanjikan banyak aspek menarik untuk dieksplorasi karena keragamannya mencerminkan kekayaan budaya masyarakat," ungkap orang nomor satu di Yogyakarta itu dalam sambutannya melalui video pada acara Opening Ceremony Biennale XVI Equator #6 2021 di Jogja National Museum (JNM), beberapa waktu lalu.
Biennale Jogja, menurut Sri Sultan, menegaskan kembali predikat Yogyakarta sebagai kota budaya, kota pendidikan, dan kota pariwisata. Demikian juga sebagai media entertaint sehat tanpa menghilangkan nilai dan akar budayanya.
Konsep Biennale Jogja yang selalu melibatkan negara-negara lain juga mendapatkan apresiasi dari Dirjen Kebudayaan, Dr. Hilmar Farid. Menurutnya, hal ini menunjukkan bahwa gagasan-gagasan seni bangsa kita menjelajah dan memengaruhi bangsa lain.
"Ada upaya besar untuk membawa situasi kita hari ini dalam pemikiran dan pameran. Di masa pandemi, penyelenggaraan pameran ini menegaskan bahwa keterbukaan dan kesahajaan bukan sekadar laku, tetapi juga kebutuhan untuk bertahan hidup. Semoga bisa menginspirasi seni rupa kita ke depan," tuturnya.
Melihat kontribusi Biennale Jogja selama ini, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Salahudin Uno mengapresiasi karena dapat mendorong negara Indonesia untuk terlibat lebih dalam menjalin kerja sama dengan berbagai negara di garis khatulistiwa terkait perkembangan seni dan budaya global.
tulis komentar anda