Begini Cara Kerja Alat Tes dalam Mendeteksi Varian Omicron
Rabu, 05 Januari 2022 - 13:46 WIB
JAKARTA - Varian Omicron disebut memiliki keunikan dibandingkan dengan virus-virus sebelumnya. Menurut Koordinator Tim Pakar dan Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19, Prof. Wiku Adisasmito, Omicron memiliki tingkat mutasi yang tinggi pada gen bagian S atau Spike.
Tingginya mutasi tersebut tentu berdampak pada kemampuan tes alat uji diagnostik terutama yang menggunakan target gen S untuk mendeteksi virus.
Saat ini, Indonesia menggunakan setidaknya dua jenis alat uji untuk mendeteksi Covid-19 yakni Rapid Antigen dan uji yang berbasis Nucleic Acid Amplification Test (NAAT).
Rapid antigen kebanyakan digunakan untuk kebutuhan skrining, sedangkan NAAT seperti Polymerase Chain Reaction (PCR), Loop-Mediated Isothermal Amplification (LAMP), dan Tes Cepat Molekuler (TCM) banyak digunakan sebagai alat peneguhan diagnosa.
"Rapid Antigen kemungkinan masih bisa mendeteksi kasus, namun akurasinya bisa berkurang. Sementara alat uji berbasis NAAT seperti PCR, LAMP, dan TCM bekerja dengan mendeteksi material genetik dari virus," jelas Prof. Wiku dalam Keterangan Pers Terkait Penanganan Covid-19, Selasa, 4 Januari 2022.
Oleh karenanya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sejak awal pandemi menganjurkan menggunakan alat uji berbasis NAAT yang memiliki target gen lebih dari satu. Dalam kesempatan itu, Prof. Wiku menjelaskan cara kerja alat uji berbasis NAAT dalam mendeteksi Omicron.
"Dalam kasus Omicron yang memiliki banyak perubahan pada gens S, penggunaan alat uji NAAT yang hanya menargetkan gen S berpotensi gagal dalam mendeteksi varian Omicron," ungkapnya.
Sedangkan alat uji NAAT yang menargetkan gen, lebih dari satu gen disamping gen S, dapat memunculkan hasil terdeteksi pada gen lainnya namun gagal mendeteksi gen S. Hasil NAAT yang demikianlah yang disebut dengan S Gene Target Failure (SGTF).
"Perlu diingat tes NAAT yang hasilnya gagal mendeteksi gen S (SGTF) tersebut, belum tentu varian Omicron. Dan tetap perlu dilanjutkan dengan Whole Genome Sequencing, atau dikenal sebagai WGS," kata dia.
Tingginya mutasi tersebut tentu berdampak pada kemampuan tes alat uji diagnostik terutama yang menggunakan target gen S untuk mendeteksi virus.
Saat ini, Indonesia menggunakan setidaknya dua jenis alat uji untuk mendeteksi Covid-19 yakni Rapid Antigen dan uji yang berbasis Nucleic Acid Amplification Test (NAAT).
Rapid antigen kebanyakan digunakan untuk kebutuhan skrining, sedangkan NAAT seperti Polymerase Chain Reaction (PCR), Loop-Mediated Isothermal Amplification (LAMP), dan Tes Cepat Molekuler (TCM) banyak digunakan sebagai alat peneguhan diagnosa.
"Rapid Antigen kemungkinan masih bisa mendeteksi kasus, namun akurasinya bisa berkurang. Sementara alat uji berbasis NAAT seperti PCR, LAMP, dan TCM bekerja dengan mendeteksi material genetik dari virus," jelas Prof. Wiku dalam Keterangan Pers Terkait Penanganan Covid-19, Selasa, 4 Januari 2022.
Oleh karenanya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sejak awal pandemi menganjurkan menggunakan alat uji berbasis NAAT yang memiliki target gen lebih dari satu. Dalam kesempatan itu, Prof. Wiku menjelaskan cara kerja alat uji berbasis NAAT dalam mendeteksi Omicron.
"Dalam kasus Omicron yang memiliki banyak perubahan pada gens S, penggunaan alat uji NAAT yang hanya menargetkan gen S berpotensi gagal dalam mendeteksi varian Omicron," ungkapnya.
Sedangkan alat uji NAAT yang menargetkan gen, lebih dari satu gen disamping gen S, dapat memunculkan hasil terdeteksi pada gen lainnya namun gagal mendeteksi gen S. Hasil NAAT yang demikianlah yang disebut dengan S Gene Target Failure (SGTF).
"Perlu diingat tes NAAT yang hasilnya gagal mendeteksi gen S (SGTF) tersebut, belum tentu varian Omicron. Dan tetap perlu dilanjutkan dengan Whole Genome Sequencing, atau dikenal sebagai WGS," kata dia.
(nug)
tulis komentar anda