Fesyen Sirkular Ubah Dinamika Dunia Mode Jadi Lebih Berkelanjutan
Kamis, 24 Februari 2022 - 01:07 WIB
JAKARTA - Sebagian masyarakat kerap terpengaruh dan mengikuti tren fesyen agar merasa tidak ketinggalan mode. Padahal legenda fesyen, Yves Saint Laurent pernah berujar fashion fades, style is eternal.
Itu yang kurang lebih artinya, gaya adalah sesuatu yang kita bawa di dalam diri kita, bukan sekadar memakai pakaian keluaran terkini. Prinsip Yves Saint Laurent itu bisa dikatakan sejalan dengan konsep fesyen sirkular atau circular fashion yang mendorong masyarakat untuk lebih berkesadaran dalam produk-produk fesyen.
Dengan lebih memperhatikan fungsi, mengutamakan kualitas, dan memilih desain yang mudah dipadupadankan, kita bisa berkreasi dalam gaya pakaian yang lebih universal dan abadi. Secara tidak langsung, kita telah berkontribusi untuk mengurangi sampah dan limbah tekstil.
Secara sederhana, fesyen sirkular (circular fashion) didefinisikan sebagai produk mode yang dirancang, bersumber, diproduksi, dan dilengkapi dengan tujuan memperpanjang manfaat dari sebuah rantai produksi dan konsumsi sehingga bisa menggunakan sumber daya dengan lebih efisien (resource efficiency).
Lebih jauh lagi, fesyen sirkular memastikan daya guna sebuah garmen tetap berputar, mulai dari rancangan pakaian, berapa lama daya pakainya, pemilihan bahan pakaian yang berkelanjutan, sampai proses produksi yang mendukung kesejahteraan pekerja. Dengan kata lain, penerapan fesyen sirkular mampu meminimalkan limbah dan polusi dari industri tekstil.
Selama dua tahun terakhir, pandemi Covid-19 telah menjadi titik balik industri fesyen nasional. Pandemi menghambat proses produksi dan supply chain ritel sehingga industri fesyen tidak hanya mengalami perubahan drastis dalam kebiasaan berbelanja, tetapi juga menyesuaikan desain pakaian yang lebih mengedepankan fungsi serta keberlanjutan agar tetap bertahan di masa pandemi.
Fesyen cepat (fast fashion) merupakan metode desain, pembuatan, dan pemasaran yang fokus pada pakaian yang diproduksi secara massal. Istilah ini digunakan oleh industri tekstil yang memiliki model bisnis dengan meniru dan memperbanyak desain fesyen kelas atas sehingga menimbulkan berbagai masalah, seperti sumber daya yang menipis, sampai penumpukan limbah berbahaya.
Penumpukan limbah tekstil yang diakibatkan oleh rendahnya kualitas material menjadikan industri ini sebagai polutan kedua terbesar di dunia.
Itu yang kurang lebih artinya, gaya adalah sesuatu yang kita bawa di dalam diri kita, bukan sekadar memakai pakaian keluaran terkini. Prinsip Yves Saint Laurent itu bisa dikatakan sejalan dengan konsep fesyen sirkular atau circular fashion yang mendorong masyarakat untuk lebih berkesadaran dalam produk-produk fesyen.
Dengan lebih memperhatikan fungsi, mengutamakan kualitas, dan memilih desain yang mudah dipadupadankan, kita bisa berkreasi dalam gaya pakaian yang lebih universal dan abadi. Secara tidak langsung, kita telah berkontribusi untuk mengurangi sampah dan limbah tekstil.
Secara sederhana, fesyen sirkular (circular fashion) didefinisikan sebagai produk mode yang dirancang, bersumber, diproduksi, dan dilengkapi dengan tujuan memperpanjang manfaat dari sebuah rantai produksi dan konsumsi sehingga bisa menggunakan sumber daya dengan lebih efisien (resource efficiency).
Lebih jauh lagi, fesyen sirkular memastikan daya guna sebuah garmen tetap berputar, mulai dari rancangan pakaian, berapa lama daya pakainya, pemilihan bahan pakaian yang berkelanjutan, sampai proses produksi yang mendukung kesejahteraan pekerja. Dengan kata lain, penerapan fesyen sirkular mampu meminimalkan limbah dan polusi dari industri tekstil.
Selama dua tahun terakhir, pandemi Covid-19 telah menjadi titik balik industri fesyen nasional. Pandemi menghambat proses produksi dan supply chain ritel sehingga industri fesyen tidak hanya mengalami perubahan drastis dalam kebiasaan berbelanja, tetapi juga menyesuaikan desain pakaian yang lebih mengedepankan fungsi serta keberlanjutan agar tetap bertahan di masa pandemi.
Fesyen cepat (fast fashion) merupakan metode desain, pembuatan, dan pemasaran yang fokus pada pakaian yang diproduksi secara massal. Istilah ini digunakan oleh industri tekstil yang memiliki model bisnis dengan meniru dan memperbanyak desain fesyen kelas atas sehingga menimbulkan berbagai masalah, seperti sumber daya yang menipis, sampai penumpukan limbah berbahaya.
Penumpukan limbah tekstil yang diakibatkan oleh rendahnya kualitas material menjadikan industri ini sebagai polutan kedua terbesar di dunia.
tulis komentar anda