Cara Menghindari Depresi di Tengah Pandemi
Kamis, 25 Juni 2020 - 11:49 WIB
BEBERAPA bulan belakangan, masyarakat Indonesia dan dunia menghadapi situasi penuh tekanan karena hantaman wabah virus corona. Bagaimana trik untuk menghindari depresi?
Virus yang memiliki risiko komplikasi dan fatality rate tinggi tersebut telah membawa dampak yang luas, bukan saja pada bidang kesehatan, juga bidang lainnya seperti ekonomi, ketenagakerjaan, hingga pendidikan.
"Covid-19 juga mengakibatkan terujinya ketahanan hidup individu, keluarga, dan masyarakat. Karena itu, setiap kejadian luar biasa (KLB), pandemi, dan epidemi akan selalu disertai timbulnya kepanikan di tengah masyakat," kata dr Zaenal Abidin dalam forum online dengan tema "Cerdas Mengelola Stres dan Emosi", kolaborasi antara Yayasan Gerakan Masyarakat Sadar Gizi, Koalisi Literasi Gizi (Koalizi), Literasi Sehat Indonesia (Lisan), Departemen Kesehatan BPP, dan Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan. (Baca: Liverpool JUara Liga Inggris Jika MAn City Gagal Menang Lawan Chelsea)
Panik membuat masyarakat berbondong-bondong mendatangi fasilitas kesehatan, daya tahan tubuh menurun sehingga rentan terinfeksi Covid-19, resah, cemas, stres, hingga emosi. Terkait stres, dr Junuda RAF SpKJ menyampaikan pada dasarnya, pengelolaan stres tergantung dari nilai-nilai luhur dalam diri kita. "Sehingga menanggapi pandemi Covid-19 ini, stres perlu diarahkan pada hal-hal positif sehingga kita bisa tetap produktif," ujar psikiater RSUD Bahtermas Kendari / Ketua MKEK IDI Wilayah Sulawesi Tenggara ini.
Dr Junuda mencontohkan pengalaman pasiennya yang bertambah stres sehingga mengalami gangguan jiwa berat. Sebaliknya, ada tetangganya seorang penjahit, karena stres di tengah Covid-19 ia justru mampu membuat APD dan masker. "Karena itu pendapatannya justru meningkat. Nah, itu respons yang kita harapkan, yang positif. Hal ini yang perlu kita lakukan," imbuhnya.
Dibenarkan Dinuriza Lauzi MPsi, pada situasi pandemik seperti sekarang, respons yang diberikan masyarakat tergantung pada kepribadiannya. Seperti ada yang memberikan respons emosi, bahkan memicu kegaduhan. Ada pula yang menanggapi persoalan dengan tetap tenang. (Lihat fotonya: PA 212 Gelar Aksi Tolak RUU HIP di Depan DPR)
Menurutnya, agar terhindar dari stres dan emosi, masyarakat perlu melakukan beberapa hal. Di antaranya memilah media sosial atau informasi yang dapat menghindarkan kita dari stres dan emosi. "Kontrol emosi juga amat perlu, di mana kita akan menentukan sikap, apakah kita akan berdamai keadaan, atau melawan keadaan," ucap psikolog, penulis, dan content creator itu.
Ia juga menyoroti akibat dari tidak konsistennya antara kebijakan pemerintah dan fakta yang terjadi di lapangan sehingga memicu munculnya tagar Indonesia Terserah. "Kondisi ini membuat pengabdian tenaga kesehatan tidak berarti," kata Dinuriza. Jika situasi dirasakan di luar kontrol, ia menyarankan mencoba beberapa langkah.
Antara lain mengidentifikasi perasaan yang kita alami, kembali pada agama dengan pasrahkan semuanya kepada Tuhan, dan melakukan self terapi atau terapi dengan mengikhlaskan segala sesuatunya. Sebab bagaimanapun, dari kacamata sosiolog, manusia selalu mengalami tingkat risiko seperti bencana alam, polusi, penyakit yang baru ditemukan, kejahatan, teroris, dan lain-lainnya.
"Risiko pandemi Covid-19 adalah resiko antibias dan dapat memengaruhi semua orang, apa pun kelas Anda. Tidak ada yang bebas dari risiko ini, apa pun agama, suku dan jenis kelaminnya," ingat Dr Sawedi Muhammad SSos MSc. (Baca juga: Server Lemot Jadi Keluhan PDB Online Jalur Zonasi)
Pandemi juga tidak mengenal wilayah meskipun dimulai dari China karena besarnya arus traveling manusia. Virus ini menyebar ke Jepang, Korea Selatan, hingga Asia Tenggara dalam waktu hitungan jam saja. Bertahan di situasi seperti ini dengan tetap menjalankan protokol kesehatan adalah satu-satunya pilihan bagi masyarakat, dibarengi upaya mengelola stres dan emosi dengan baik. (Sri Noviarni)
Virus yang memiliki risiko komplikasi dan fatality rate tinggi tersebut telah membawa dampak yang luas, bukan saja pada bidang kesehatan, juga bidang lainnya seperti ekonomi, ketenagakerjaan, hingga pendidikan.
"Covid-19 juga mengakibatkan terujinya ketahanan hidup individu, keluarga, dan masyarakat. Karena itu, setiap kejadian luar biasa (KLB), pandemi, dan epidemi akan selalu disertai timbulnya kepanikan di tengah masyakat," kata dr Zaenal Abidin dalam forum online dengan tema "Cerdas Mengelola Stres dan Emosi", kolaborasi antara Yayasan Gerakan Masyarakat Sadar Gizi, Koalisi Literasi Gizi (Koalizi), Literasi Sehat Indonesia (Lisan), Departemen Kesehatan BPP, dan Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan. (Baca: Liverpool JUara Liga Inggris Jika MAn City Gagal Menang Lawan Chelsea)
Panik membuat masyarakat berbondong-bondong mendatangi fasilitas kesehatan, daya tahan tubuh menurun sehingga rentan terinfeksi Covid-19, resah, cemas, stres, hingga emosi. Terkait stres, dr Junuda RAF SpKJ menyampaikan pada dasarnya, pengelolaan stres tergantung dari nilai-nilai luhur dalam diri kita. "Sehingga menanggapi pandemi Covid-19 ini, stres perlu diarahkan pada hal-hal positif sehingga kita bisa tetap produktif," ujar psikiater RSUD Bahtermas Kendari / Ketua MKEK IDI Wilayah Sulawesi Tenggara ini.
Dr Junuda mencontohkan pengalaman pasiennya yang bertambah stres sehingga mengalami gangguan jiwa berat. Sebaliknya, ada tetangganya seorang penjahit, karena stres di tengah Covid-19 ia justru mampu membuat APD dan masker. "Karena itu pendapatannya justru meningkat. Nah, itu respons yang kita harapkan, yang positif. Hal ini yang perlu kita lakukan," imbuhnya.
Dibenarkan Dinuriza Lauzi MPsi, pada situasi pandemik seperti sekarang, respons yang diberikan masyarakat tergantung pada kepribadiannya. Seperti ada yang memberikan respons emosi, bahkan memicu kegaduhan. Ada pula yang menanggapi persoalan dengan tetap tenang. (Lihat fotonya: PA 212 Gelar Aksi Tolak RUU HIP di Depan DPR)
Menurutnya, agar terhindar dari stres dan emosi, masyarakat perlu melakukan beberapa hal. Di antaranya memilah media sosial atau informasi yang dapat menghindarkan kita dari stres dan emosi. "Kontrol emosi juga amat perlu, di mana kita akan menentukan sikap, apakah kita akan berdamai keadaan, atau melawan keadaan," ucap psikolog, penulis, dan content creator itu.
Ia juga menyoroti akibat dari tidak konsistennya antara kebijakan pemerintah dan fakta yang terjadi di lapangan sehingga memicu munculnya tagar Indonesia Terserah. "Kondisi ini membuat pengabdian tenaga kesehatan tidak berarti," kata Dinuriza. Jika situasi dirasakan di luar kontrol, ia menyarankan mencoba beberapa langkah.
Antara lain mengidentifikasi perasaan yang kita alami, kembali pada agama dengan pasrahkan semuanya kepada Tuhan, dan melakukan self terapi atau terapi dengan mengikhlaskan segala sesuatunya. Sebab bagaimanapun, dari kacamata sosiolog, manusia selalu mengalami tingkat risiko seperti bencana alam, polusi, penyakit yang baru ditemukan, kejahatan, teroris, dan lain-lainnya.
"Risiko pandemi Covid-19 adalah resiko antibias dan dapat memengaruhi semua orang, apa pun kelas Anda. Tidak ada yang bebas dari risiko ini, apa pun agama, suku dan jenis kelaminnya," ingat Dr Sawedi Muhammad SSos MSc. (Baca juga: Server Lemot Jadi Keluhan PDB Online Jalur Zonasi)
Pandemi juga tidak mengenal wilayah meskipun dimulai dari China karena besarnya arus traveling manusia. Virus ini menyebar ke Jepang, Korea Selatan, hingga Asia Tenggara dalam waktu hitungan jam saja. Bertahan di situasi seperti ini dengan tetap menjalankan protokol kesehatan adalah satu-satunya pilihan bagi masyarakat, dibarengi upaya mengelola stres dan emosi dengan baik. (Sri Noviarni)
(ysw)
tulis komentar anda