Bagaimana Protokol Pengobatan Pasien Kanker Payudara Selama Pandemi?

Kamis, 16 Juli 2020 - 12:16 WIB
loading...
Bagaimana Protokol Pengobatan Pasien Kanker Payudara Selama Pandemi?
Pandemik Covid-19 memutus rantai pengobatan pasien berpenyakit serius, salah satunya kanker. Menunda pengobatan dikhawatirkan malah membuat penyakit bertambah serius bahkan terjadi komplikasi. Foto/shutterstock
A A A
PANDEMIK Covid-19 memutus rantai pengobatan pasien berpenyakit serius, salah satunya kanker. Menunda pengobatan dikhawatirkan malah membuat penyakit bertambah serius bahkan terjadi komplikasi.

Di awal pandemik pasien yang tengah menjalani rawat jalan diminta untuk menunda dahulu pengobatannya guna menekan risiko penularan virus corona. Namun kita tidak tahu sampai kapan keadaan ini akan berlangsung. Menunda pengobatan dikhawatirkan malah membuat penyakit bertambah serius bahkan terjadi komplikasi.

Karenanya pengobatan ke rumah sakit tetap dijalankan sambil mematuhi protokol kesehatan. Termasuk bagi pasien kanker, tidak ada alasan untuk menunda pengobatan, “sebab sel kanker kan tidak akan berhenti membelah selama covid-19 ini,” ujar dr. Farida Briani Sobri, Sp.B(K).

Onk pada Instagram Live yang diadakan Cancer Club CISC belum lama. Menurutnya karena pandemik, kaum Hawa akan menunda kunjungan ke rumah sakit jika ditemukan benjolan di payudara. Mereka sudah lebih dulu membayangkan harus dibiopsi untuk menegakkan diagnosa yang akan memakan waktu lama, harus bermalam di rumah sakit, dan menjalani operasi. (Baca: Pentingnya Vaksin Flu Bagi Anak di Era New Normal Ini)

Biopsi merupakan pengambilan sampel dari jaringan tubuh yang terkena penyakit untuk pemeriksaan mikroskopik. Biopsi dapat menentukan apakah tumor itu bersifat jinak atau ganas. Jika benar tumornya bersifat ganas (kanker) maka bisa diketahui jenis kankernya. Dokter dapat antisipasi kemungkinan sifat kanker tersebut mengingat setiap jenis kanker memiliki laju pertumbuhan maupun kecenderungan penyebarannya sendiri. Dengan demikian pengobatan bisa lebih tepat sasaran.

Kabar baiknya, sekarang biopsi bersifat minimal invasif dan dikerjakan hanya lewat kulit saja (perkutan) bukan operasi terbuka seperti dulu. Pengerjaannya hanya butuh lima menit, inilah yang menjadi keunggulan Core Biopsy. “Sayatannya hanya 0,3 cm, akurat karena dokter mengerjakan sambil melihat USG. Setelah diambil sampelnya barulah diperiksa jaringan tumornya oleh ahli patologi. Angka akurasinya 98-100%. Tidak harus operasi, nginep, cukup bius lokal setelahnya pasien bisa pulang,” beber dr. Farida.

Teknik lain adalah VABB (Vacuum Assisted Breast Biopsy) yang juga berguna untuk menghilangkan tumor jinak dengan bekas sayatan kecil. Jarum yang digunakan sedikit lebih besar 0,3-0,4 cm. Dengan bius lokal, sayatan kecil akan dibuat pada lokasi tumor dan VABB dimasukkan dengan panduan USG. Alat ini memotong dan menyedot tumor hingga bersih. Paska tindakan pasien juga bisa langsung beraktivitas. Tindakan VABB telah mendapat persetujuan FDA. (Baca juga: 8 Tanda Bahwa Anda Tidak Cocok dengan Pasangan Anda)

Prosedur ini tentunya memudahkan pasien yang ingin melakukan biopsi dan bisa mempersingkat waktu. “Jadi tidak ada alasan menunda ke dokter karena semakin rendah stadiumnya semakin tinggi harapan hidupnya. Mengingat kunci sukses pengobatan kanker payudara adalah di stadium awal. Bagaimana caranya?

Lakukan skrining walau tak ada keluhan yang disesuaikan dengan usia. Sejak kapan? “sejak anak akil balik ajari SADARI (Periksa Payudara Sendiri). Usia 25 tahun setahun sekali pemeriksaan fisik, 30 tahun pemeriksaan fisik dan USG. 40 tahun ditambah lagi mamografi. Usia 60 tahun cukup dua tahun sekali,” sarannya.

Ia juga membeberkan, risiko Covid-19 antara orang biasa dan pasien kanker menurut Journa of Cancer sama saja. Maka itu dr. Farida menegaskan agar pengobatan kanker tetap dilakukan. Sementara penelitian di Inggris dan Perancis menyatakan angka kematian akibat Covid-19 pasien kanker dan bukan kanker adalah sama. Faktor usia dan komorbidlah (hipertensi misalnya) yang menyebabkan kematian.

Pada kesempatan terpisah, dr. Sonar Soni Panigoro Sp. B(K)Onk - Spesialis Bedah Onkologi RS Medistra mengatakan, kanker payudara merupakan kasus kanker terbesar di dunia. Sel kanker butuh waktu untuk berkembang, sel ini membelah setiap dua hingga enam minggu sekali. Kalau di bawah satu sentimeter ukurannya maka akan sulit dideteksi. (Lihat videonya: Tak Hanya HH, Sejumlah Selebritas Ini Juga Pernah Terlibat Prostitusi Online)

“Sedangkan ukuran diatas satu sentimer sudah bisa diraba atau dengan melakukan pemeriksaan penunjang seperti USG,” ujarnya. Dr. Sonar menjelaskan ada beberapa faktor risiko kanker. Diantaranya faktor makanan (30-35%), infeksi (15-20%), rokok (25-30%) , dan obesitas (10-20%). Ada beberapa kondisi yang dapat memicu risiko terjadinya kanker payudara, diantaranya mens yang terlalu cepat sebelum usia 12 tahun dan menopause yang telat.

Dikutip dari Jurnal Nature Genetics, menopause yang lebih awal justru mengurangi risiko kanker payudara sebab akan semakin sedikit terekspos pada hormon estrogen. Faktor lain adalah wanita yang terlalu dini melahirkan, dan memiliki banyak anak, penggunaan terapi pengganti hormon dan konsumsi alkohol berlebih. (Sri Noviarni)
(ysw)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1214 seconds (0.1#10.140)