Ini Sejumlah Hal Menarik dari Produk Tembakau Alternatif
loading...
A
A
A
JAKARTA - Banyak masyarakat awam yang masih belum mengetahui tentang produk tembakau alternatif. Mereka masih terbatas untuk mengetahui profil risiko dan pemanfaatannya.
Sementara di sejumlah negara maju, produk dari hasil pengembangan inovasi dan teknologi ini dimanfaatkan sebagai alternatif bagi perokok dewasa yang ingin terus menggunakan produk tembakau.
Lantas, apa saja temuan-temuan menarik tentang produk tembakau alternatif? Pertama, produk ini diklaim sukses turunkan prevalensi merokok.
Produk tembakau alternatif seperti rokok elektrik, produk tembakau yang dipanaskan, dan kantong nikotin, telah dimanfaatkan berbagai negara untuk mengurangi prevalensi merokok. Beberapa di antaranya Swedia, Inggris, Selandia Baru, dan Jepang yang berhasil menurunkan angka prevalensi merokok dalam beberapa tahun terakhir.
Swedia telah menjadi negara yang mendukung produk tembakau alternatif di Eropa. Berkat dukungan dan pemanfaatan ini, angka prevalensi merokok di Swedia turun dari 15 persen menjadi 5,6 persen dalam 15 tahun terakhir. Turunnya prevalensi merokok turut berdampak positif terhadap rendahnya persentasi penyakit yang berkaitan dengan merokok, yaitu sekitar 41 persen.
"Akan sangat bermanfaat bagi dunia jika lebih banyak negara yang menerapkan strategi seperti Swedia sebagai upaya mengurangi prevalensi merokok, khususnya perokok dewasa untuk beralih dari kebiasaan merokok ke produk yang lebih rendah risiko," kata Prof. Karl Fagerstrom, yang juga penulis The Swedish Experience: A Roadmap for a Smoke-Free Society, seperti dikutip dari Businesswire.com, Selasa (13/6/2023).
Pada 2021, prevalensi merokok di Inggris sekitar 13,3 persen atau setara 6,6 juta jiwa, mengalami penurunan dari tahun sebelumnya sebesar 14 persen. Adapun prevalensi merokok di Selandia Baru turun dari 16,6 persen pada 2015 menjadi 9,4 persen pada 2021. Produk tembakau alternatif mulai diperkenalkan di Negara Kiwi tersebut pada 2015 lalu.
Pemanfaatan produk tembakau alternatif juga membantu Jepang dalam menurunkankan tingkat prevalensi merokok dari 25,8 persen pada 2010 menjadi 20,1 persen, pada 2020.
Kedua, produk tembakau alternatif diyakini mempunyai profil risiko lebih rendah ketimbang rokok. Berdasarkan sejumlah kajian ilmiah baik di dalam dan luar negeri telah menemukan jika produk ini lebih rendah risiko daripada rokok.
Seperti terungkap dalam kajian ilmiah bertajuk Evidence Review of E-Cigarettes and Heated Tobacco Products 2018 oleh Public Health England (UK Health Security Agency), divisi dalam Departemen Kesehatan dan Pelayanan Sosial di Inggris. Berdasarkan riset tersebut, produk tembakau alternatif mampu mengurangi risiko hingga 90-95 persen lebih rendah daripada rokok.
Lantas, bagaimana dengan hasil penelitian di Indonesia? Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran (Unpad) melakukan kajian ilmiah bertajuk "Respons Gusi pada Pengguna Vape saat Mengalami Peradangan Gusi Buatan (Gingivitas Eksperimental)".
Penelitian klinis tersebut bertujuan untuk mengetahui sejauh mana produk tembakau alternatif memberikan dampak bagi pertahanan gusi terhadap bakteri plak gigi pada pengguna rokok elektrik dibandingkan perokok.
"Hasil temuan ini membuktikan bahwa pengguna rokok elektrik yang telah berhenti dari kebiasaan merokok menunjukkan perbaikan kualitas gusi, sama seperti yang dialami oleh non-perokok," ungkap salah satu anggota kajian ilmiah tersebut, Dr. Amaliya, drg., Ph.D.
Lalu, yang ketiga, asosiasi pelaku usaha juga terus berupaya agar produk alternatif tidak boleh dikonsumsi anak-anak di bawah usia 18 tahun, non-perokok, ibu hamil dan menyusui.
"Kami secara konsisten dan berkelanjutan memberikan edukasi. Hal ini akan mempersempit ruang penyalahgunaan bagi mereka yang tidak memenuhi kriteria untuk menggunakan produk ini," kata Ketua Umum Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI), Aryo Andrianto dalam keterangan tertulisnya, baru-baru ini.
Ketua Aliansi Vapers Indonesia (AVI), Johan Sumantri turut mendukung upaya yang dilakukan asosiasi pelaku usaha. Dia pun mendorong anggotanya untuk berpartisipasi dalam menyebarkan informasi produk tembakau alternatif kepada publik.
"Kami siap berkolaborasi dengan teman-teman pelaku usaha dan pemangku kepentingan lainnya dalam menggaungkan kampanye larangan penggunaan produk tembakau alternatif oleh anak-anak di bawah umur 18 tahun," kata dia.
Selanjutnya, yang terakhir, pemerintah Inggris diketahui mendukung penggunaan produk tembakau alternatif untuk menekan angka prevalensi merokok. Hal ini direalisasikan dengan mendorong satu juta perokok dewasa beralih ke produk alternatif.
Dengan mendukung skema 'swap to stop' atau beralih untuk berhenti, Kmenterian Kesehatan di Inggris akan membagikan perlengkapan produk tembakau alternatif secara gratis kepada satu juta perokok.
"Kami akan menawarkan satu juta perokok sebuah bantuan baru untuk berhenti. Kami akan mendanai skema nasional 'beralih untuk berhenti' – yang pertama di dunia," ungkap Menteri Kesehatan Inggris, Neil O'Brien, seperti dikutip dari laman Gov.uk, pada Selasa (13/6/2023).
Sementara di sejumlah negara maju, produk dari hasil pengembangan inovasi dan teknologi ini dimanfaatkan sebagai alternatif bagi perokok dewasa yang ingin terus menggunakan produk tembakau.
Lantas, apa saja temuan-temuan menarik tentang produk tembakau alternatif? Pertama, produk ini diklaim sukses turunkan prevalensi merokok.
Produk tembakau alternatif seperti rokok elektrik, produk tembakau yang dipanaskan, dan kantong nikotin, telah dimanfaatkan berbagai negara untuk mengurangi prevalensi merokok. Beberapa di antaranya Swedia, Inggris, Selandia Baru, dan Jepang yang berhasil menurunkan angka prevalensi merokok dalam beberapa tahun terakhir.
Swedia telah menjadi negara yang mendukung produk tembakau alternatif di Eropa. Berkat dukungan dan pemanfaatan ini, angka prevalensi merokok di Swedia turun dari 15 persen menjadi 5,6 persen dalam 15 tahun terakhir. Turunnya prevalensi merokok turut berdampak positif terhadap rendahnya persentasi penyakit yang berkaitan dengan merokok, yaitu sekitar 41 persen.
"Akan sangat bermanfaat bagi dunia jika lebih banyak negara yang menerapkan strategi seperti Swedia sebagai upaya mengurangi prevalensi merokok, khususnya perokok dewasa untuk beralih dari kebiasaan merokok ke produk yang lebih rendah risiko," kata Prof. Karl Fagerstrom, yang juga penulis The Swedish Experience: A Roadmap for a Smoke-Free Society, seperti dikutip dari Businesswire.com, Selasa (13/6/2023).
Pada 2021, prevalensi merokok di Inggris sekitar 13,3 persen atau setara 6,6 juta jiwa, mengalami penurunan dari tahun sebelumnya sebesar 14 persen. Adapun prevalensi merokok di Selandia Baru turun dari 16,6 persen pada 2015 menjadi 9,4 persen pada 2021. Produk tembakau alternatif mulai diperkenalkan di Negara Kiwi tersebut pada 2015 lalu.
Pemanfaatan produk tembakau alternatif juga membantu Jepang dalam menurunkankan tingkat prevalensi merokok dari 25,8 persen pada 2010 menjadi 20,1 persen, pada 2020.
Kedua, produk tembakau alternatif diyakini mempunyai profil risiko lebih rendah ketimbang rokok. Berdasarkan sejumlah kajian ilmiah baik di dalam dan luar negeri telah menemukan jika produk ini lebih rendah risiko daripada rokok.
Seperti terungkap dalam kajian ilmiah bertajuk Evidence Review of E-Cigarettes and Heated Tobacco Products 2018 oleh Public Health England (UK Health Security Agency), divisi dalam Departemen Kesehatan dan Pelayanan Sosial di Inggris. Berdasarkan riset tersebut, produk tembakau alternatif mampu mengurangi risiko hingga 90-95 persen lebih rendah daripada rokok.
Lantas, bagaimana dengan hasil penelitian di Indonesia? Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran (Unpad) melakukan kajian ilmiah bertajuk "Respons Gusi pada Pengguna Vape saat Mengalami Peradangan Gusi Buatan (Gingivitas Eksperimental)".
Penelitian klinis tersebut bertujuan untuk mengetahui sejauh mana produk tembakau alternatif memberikan dampak bagi pertahanan gusi terhadap bakteri plak gigi pada pengguna rokok elektrik dibandingkan perokok.
"Hasil temuan ini membuktikan bahwa pengguna rokok elektrik yang telah berhenti dari kebiasaan merokok menunjukkan perbaikan kualitas gusi, sama seperti yang dialami oleh non-perokok," ungkap salah satu anggota kajian ilmiah tersebut, Dr. Amaliya, drg., Ph.D.
Lalu, yang ketiga, asosiasi pelaku usaha juga terus berupaya agar produk alternatif tidak boleh dikonsumsi anak-anak di bawah usia 18 tahun, non-perokok, ibu hamil dan menyusui.
"Kami secara konsisten dan berkelanjutan memberikan edukasi. Hal ini akan mempersempit ruang penyalahgunaan bagi mereka yang tidak memenuhi kriteria untuk menggunakan produk ini," kata Ketua Umum Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI), Aryo Andrianto dalam keterangan tertulisnya, baru-baru ini.
Ketua Aliansi Vapers Indonesia (AVI), Johan Sumantri turut mendukung upaya yang dilakukan asosiasi pelaku usaha. Dia pun mendorong anggotanya untuk berpartisipasi dalam menyebarkan informasi produk tembakau alternatif kepada publik.
"Kami siap berkolaborasi dengan teman-teman pelaku usaha dan pemangku kepentingan lainnya dalam menggaungkan kampanye larangan penggunaan produk tembakau alternatif oleh anak-anak di bawah umur 18 tahun," kata dia.
Selanjutnya, yang terakhir, pemerintah Inggris diketahui mendukung penggunaan produk tembakau alternatif untuk menekan angka prevalensi merokok. Hal ini direalisasikan dengan mendorong satu juta perokok dewasa beralih ke produk alternatif.
Dengan mendukung skema 'swap to stop' atau beralih untuk berhenti, Kmenterian Kesehatan di Inggris akan membagikan perlengkapan produk tembakau alternatif secara gratis kepada satu juta perokok.
"Kami akan menawarkan satu juta perokok sebuah bantuan baru untuk berhenti. Kami akan mendanai skema nasional 'beralih untuk berhenti' – yang pertama di dunia," ungkap Menteri Kesehatan Inggris, Neil O'Brien, seperti dikutip dari laman Gov.uk, pada Selasa (13/6/2023).
(nug)