Patuhi Protokol Kesehatan, Jangan Tunda Pengobatan Kanker
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kendati wabah virus mengancam, pengobatan pasien kanker tidak boleh ditunda. Pasien tetap dianjurkan berobat dengan memperhatikan protokol kesehatan.
Ya, meski kita tengah menghadapi tantangan kesehatan global, pengobatan penyakit tidak boleh ditunda terutama bagi pasien kanker . Mengingat sel kanker setiap hari tidak berhenti membelah. Menunda pengobatan akan berdampak pada tingkat penyembuhan. Maka itu pasien kanker disarankan untuk tetap berkonsultasi yang bisa dilakukan secara virtual.
Apabila berada pada kondisi yang krusial maka pasien bisa bertatap muka langsung dan sesuai anjuran dokter. Berdasarkan data Globocan 2018, angka kejadian kanker kepala dan leher di Indonesia masuk urutan kelima besar kanker terbanyak pada laki-laki.
Sedangkan pada 2020, angka kasus baru kanker kepala dan leher meningkat sebesar 883.000 dibandingkan dengan tahun 2010 yaitu 634.000 kasus. Tak dimungkiri, kanker kepala dan leher merupakan hal yang sulit bagi pasien. Kanker ini dapat terlihat jelas di tubuh pasien dan sangat mempengaruhi kegiatan sehari-hari seperti makan, minum, berbicara yang pada akhirnya berdampak pada kehidupan sosialnya.
Pengobatan kanker kepala dan leher tergantung dari stadium, posisi dari kanker dan juga kondisi pasien secara keseluruhan. Dokter pada umumnya merekomendasikan beberapa jenis pengobatan seperti operasi, radioterapi, kemoterapi dan terapi target. (Bagaimana Protokol Pengobatan Pasien Kanker Payudara Selama Pandemi?)
Untuk diketahui, pasien kanker memiliki tingkat risiko paparan Covid-19 lebih tinggi sebesar 3,5 kali lipat dibanding dengan pasien yang bukan kanker. Dalam hal ini termasuk pasien kanker kepala dan leher mengingat keadaan sistem imunitas mereka. Untuk itu, diperlukan pedoman yang tepat dalam pemberian pengobatan kanker kepala dan leher yang aman bagipara pasien kanker ini.
Prof. Dr. dr. Soehartati Argadikoesoema Gondhowiardjo, SpRad(K), OnkRad selaku Koordinator Pengembangan Pelayanan Kanker Terpadu (PKaT) RSCM mengungkapkan, terdapat sejumlah alasan yang menyebabkan pasien kanker rentan terhadap virus Covid19, salah satunya adalah masalah imunitas.
Kekebalan tubuh yang rendah menjadikan pasien kanker pada saat menjalankan pengobatan rentan terinfeksi virus. “Oleh karena itu, sangat penting pasien kanker untuk meminimalkan paparan terhadap virus dan menerapkan praktik hygiene yang baik seperti rutin membersihkan tangan, menggunakan desinfektan untuk peralatan yang digunakan, hindari kontak, langsung dan jaga jarak,” kata Prof. Tati.
Sementara itu, Dr. dr. Sonar Soni Panigoro, Sp.B-Onk, M.Epid, MARS menekankan, pasien kanker kepala dan leher penting untuk menyadari bahwa mungkin akan ada perubahan pada cara mereka dirawat. Untuk itu diharapkan pasien selalu aktif mengkomunikasikan keluhan yang muncul pada dokternya sehingga perkembangan penyakitnya dapat terpantau. (Baca juga: Siapa Sangka, Daun Ini Sanggup Bunuh Sel Kanker Dalam Waktu 16 Jam)
“Adanya komunikasi antara ahli medis dan pasien akan menghasilkan langkah yang tanggap apabila pasien kanker positif terinfeksi Covid-19, seperti pertimbangan ulang terkait pengobatan kanker dan perawatan intensif Covid-19 sehingga menghindari komplikasi lebih jauh,” beber dr. Sonar.
Merawat pasien kanker khususnya pasien anak di masa pandemik memang tidak mudah. Pasalnya, sebelum pandemi, daya tahan tubuh anak dengan kanker sudah sangat lemah. “Apalagi selama pandemi, para orangtua merasakan kekhawatiran yang lebih tinggi dan harus lebih waspada dari risiko tertular infeksi, termasuk Covid-19,” jelas Ketua Yayasan Onkologi Anak Indonesia (YOAI), Rahmi Adi Tahir.
Lalu bagaimana prosedur rapis test maupun swab test Covid-19 untuk pasien kanker anak? Dijelaskan dr. Haridini Intan Mahdi SpA(K) Konsultan Hematologi Onkologi Anak dari RS Kanker Dharmais, secara umum pemeriksaan rapis maupun swab test pada anak penderita kanker, sama saja dengan anak-anak maupun orang dewasa pada umumnya. (Baca juga: 7 Peristiwa Besar yang Memengaruhi Peradaban Dunia)
Ada dua jenis tes Covid-19 yang rutin dikerjakan yaitu tes cepat atau Rapid test dan swab test (tes PCR). Tes cepat dilakukan dengan uji plasma darah untuk melihat antibodi virus. Antibodi IgG dapat terdeteksi sejak hari ke-7 sampai hari ke-21 infeksi. Rapid test ini memiliki sensitivitas tinggi tetapi tidak bisa didapatkan hasil genetik virusnya. Sehingga jika reaktif harus dipastikan dengan tes PCR dengan sampel diambil dari swab hidung (nasofaring) dan tenggorokan.
Tes ini dilakukan pada pasien kanker anak baik itu pasien baru, maupun pasien rawat rawat yang akan menjalani kemoterapi atau tindakan prosedural media lainnya. Hasil rapid test berlaku 7 hari, sedangkan hasil test PCR berlaku 14 hari. Jadi apabila pasien dirawat melebihi 7 hari, akan dilakukan tes ulang.
Pasian Kanker Anak Kerap Dinyatakan PDP
Anak dengan kanker, terutama kanker darah, kerap dinyatakan sebagai PDP (suspek Covid-19). Seperti yang dialami oleh Raden (2) yang menderita kanker darah leukemia jenis AML. Menurut Shinta Purnamastuti, ibu dari Raden, dokter menyatakan Raden PDP karena gejala demam dan kadar leukosit rendah. Padahal, ini adalah gejala umum leukemia. (Baca juga: DPR Usulkan Pemerintah Subsidi Ponsel Pintar untuk Kebutuhan PJJ)
Dijelaskan dr. Haridini Intan Mahdi SpA(K) Konsultan Hematologi Onkologi Anak dari RS Kanker Dharmais, gejala demam bisa dianggap sebagai suspek Covid-19 pada pasien kanker anak, sehingga harus menjalani tes PCR.
“Orangtua tidak perlu khawatir karena ini adalah bagian dari pemeriksaan rutin. Jika tidak terbukti, maka anak akan menjalani perawatan seperti biasa dan tidak perlu menjalani isolasi,” jelas dokter yang biasa disapa dr. Tanti ini.
Hanya memang, lanjut dr. Tanti, pasien kanker anak termasuk pasien imunokompromise, yakni kekebalan tubuhnya rendah. Mereka rentan terkena infeksi bakteri, virus, maupun jamur. Perlu penjagaan ekstra agar tidak tertular.
Salah satu upaya melindungi pasien kanker anak dari penularan Covid-19 adalah menempatkannya di ruangan khusus saat menjalani perawatan di rumah sakit, skirining Covid-19 rutin, dan menerapkan protokol pencegahan pada umumnya yakni menerapkan PHBS, rajin cuci tangan, gunakan masker, dan minum vitamin jika perlu.
Tidak ada penanganan khusus, hanya perlindungan yang lebih ketat. Sebelum pandemi pun, bila ada anak penderita kanker di rumah, kemudian ada tamu datang, maka si tamu harus cuci tangan atau menggunakan masker. Setelah tamu pulang, personal hygiene pun harus diterapkan. (Lihat videonya: 7 Langkah Amankan Tayangan YouTUbe untuk Anak-anak)
“Saya paham betul bahwa tidak mudah meminta anak yang masih kecil menggunakan masker. Maka saya minta orangtua dari anak penderita kanker tidak bosan menjaga protokol pencegahan setiap saat,” jelas dr. Tanti. Protokol ketat ini dilakukan sampai anak selesai pengobatan.
Jika perlu meskipun pengobatan sudah selesai namun pandemi sudah berkurang, aktivitas anak di luar rumah masih dibatasi. Jangan sekolah dulu. “Anak dengan kanker jika terinfeksi Covid-19, maka konsekuensinya lebih berat. Jadi dibatasi pergaulannya. Orang tua bisa mendampingi anak bermain dan belajar di rumah, sampai dinyatakan remisi dan berhenti pengobatan,” pungkas dr. Tanti. (Sri Noviarni)
Ya, meski kita tengah menghadapi tantangan kesehatan global, pengobatan penyakit tidak boleh ditunda terutama bagi pasien kanker . Mengingat sel kanker setiap hari tidak berhenti membelah. Menunda pengobatan akan berdampak pada tingkat penyembuhan. Maka itu pasien kanker disarankan untuk tetap berkonsultasi yang bisa dilakukan secara virtual.
Apabila berada pada kondisi yang krusial maka pasien bisa bertatap muka langsung dan sesuai anjuran dokter. Berdasarkan data Globocan 2018, angka kejadian kanker kepala dan leher di Indonesia masuk urutan kelima besar kanker terbanyak pada laki-laki.
Sedangkan pada 2020, angka kasus baru kanker kepala dan leher meningkat sebesar 883.000 dibandingkan dengan tahun 2010 yaitu 634.000 kasus. Tak dimungkiri, kanker kepala dan leher merupakan hal yang sulit bagi pasien. Kanker ini dapat terlihat jelas di tubuh pasien dan sangat mempengaruhi kegiatan sehari-hari seperti makan, minum, berbicara yang pada akhirnya berdampak pada kehidupan sosialnya.
Pengobatan kanker kepala dan leher tergantung dari stadium, posisi dari kanker dan juga kondisi pasien secara keseluruhan. Dokter pada umumnya merekomendasikan beberapa jenis pengobatan seperti operasi, radioterapi, kemoterapi dan terapi target. (Bagaimana Protokol Pengobatan Pasien Kanker Payudara Selama Pandemi?)
Untuk diketahui, pasien kanker memiliki tingkat risiko paparan Covid-19 lebih tinggi sebesar 3,5 kali lipat dibanding dengan pasien yang bukan kanker. Dalam hal ini termasuk pasien kanker kepala dan leher mengingat keadaan sistem imunitas mereka. Untuk itu, diperlukan pedoman yang tepat dalam pemberian pengobatan kanker kepala dan leher yang aman bagipara pasien kanker ini.
Prof. Dr. dr. Soehartati Argadikoesoema Gondhowiardjo, SpRad(K), OnkRad selaku Koordinator Pengembangan Pelayanan Kanker Terpadu (PKaT) RSCM mengungkapkan, terdapat sejumlah alasan yang menyebabkan pasien kanker rentan terhadap virus Covid19, salah satunya adalah masalah imunitas.
Kekebalan tubuh yang rendah menjadikan pasien kanker pada saat menjalankan pengobatan rentan terinfeksi virus. “Oleh karena itu, sangat penting pasien kanker untuk meminimalkan paparan terhadap virus dan menerapkan praktik hygiene yang baik seperti rutin membersihkan tangan, menggunakan desinfektan untuk peralatan yang digunakan, hindari kontak, langsung dan jaga jarak,” kata Prof. Tati.
Sementara itu, Dr. dr. Sonar Soni Panigoro, Sp.B-Onk, M.Epid, MARS menekankan, pasien kanker kepala dan leher penting untuk menyadari bahwa mungkin akan ada perubahan pada cara mereka dirawat. Untuk itu diharapkan pasien selalu aktif mengkomunikasikan keluhan yang muncul pada dokternya sehingga perkembangan penyakitnya dapat terpantau. (Baca juga: Siapa Sangka, Daun Ini Sanggup Bunuh Sel Kanker Dalam Waktu 16 Jam)
“Adanya komunikasi antara ahli medis dan pasien akan menghasilkan langkah yang tanggap apabila pasien kanker positif terinfeksi Covid-19, seperti pertimbangan ulang terkait pengobatan kanker dan perawatan intensif Covid-19 sehingga menghindari komplikasi lebih jauh,” beber dr. Sonar.
Merawat pasien kanker khususnya pasien anak di masa pandemik memang tidak mudah. Pasalnya, sebelum pandemi, daya tahan tubuh anak dengan kanker sudah sangat lemah. “Apalagi selama pandemi, para orangtua merasakan kekhawatiran yang lebih tinggi dan harus lebih waspada dari risiko tertular infeksi, termasuk Covid-19,” jelas Ketua Yayasan Onkologi Anak Indonesia (YOAI), Rahmi Adi Tahir.
Lalu bagaimana prosedur rapis test maupun swab test Covid-19 untuk pasien kanker anak? Dijelaskan dr. Haridini Intan Mahdi SpA(K) Konsultan Hematologi Onkologi Anak dari RS Kanker Dharmais, secara umum pemeriksaan rapis maupun swab test pada anak penderita kanker, sama saja dengan anak-anak maupun orang dewasa pada umumnya. (Baca juga: 7 Peristiwa Besar yang Memengaruhi Peradaban Dunia)
Ada dua jenis tes Covid-19 yang rutin dikerjakan yaitu tes cepat atau Rapid test dan swab test (tes PCR). Tes cepat dilakukan dengan uji plasma darah untuk melihat antibodi virus. Antibodi IgG dapat terdeteksi sejak hari ke-7 sampai hari ke-21 infeksi. Rapid test ini memiliki sensitivitas tinggi tetapi tidak bisa didapatkan hasil genetik virusnya. Sehingga jika reaktif harus dipastikan dengan tes PCR dengan sampel diambil dari swab hidung (nasofaring) dan tenggorokan.
Tes ini dilakukan pada pasien kanker anak baik itu pasien baru, maupun pasien rawat rawat yang akan menjalani kemoterapi atau tindakan prosedural media lainnya. Hasil rapid test berlaku 7 hari, sedangkan hasil test PCR berlaku 14 hari. Jadi apabila pasien dirawat melebihi 7 hari, akan dilakukan tes ulang.
Pasian Kanker Anak Kerap Dinyatakan PDP
Anak dengan kanker, terutama kanker darah, kerap dinyatakan sebagai PDP (suspek Covid-19). Seperti yang dialami oleh Raden (2) yang menderita kanker darah leukemia jenis AML. Menurut Shinta Purnamastuti, ibu dari Raden, dokter menyatakan Raden PDP karena gejala demam dan kadar leukosit rendah. Padahal, ini adalah gejala umum leukemia. (Baca juga: DPR Usulkan Pemerintah Subsidi Ponsel Pintar untuk Kebutuhan PJJ)
Dijelaskan dr. Haridini Intan Mahdi SpA(K) Konsultan Hematologi Onkologi Anak dari RS Kanker Dharmais, gejala demam bisa dianggap sebagai suspek Covid-19 pada pasien kanker anak, sehingga harus menjalani tes PCR.
“Orangtua tidak perlu khawatir karena ini adalah bagian dari pemeriksaan rutin. Jika tidak terbukti, maka anak akan menjalani perawatan seperti biasa dan tidak perlu menjalani isolasi,” jelas dokter yang biasa disapa dr. Tanti ini.
Hanya memang, lanjut dr. Tanti, pasien kanker anak termasuk pasien imunokompromise, yakni kekebalan tubuhnya rendah. Mereka rentan terkena infeksi bakteri, virus, maupun jamur. Perlu penjagaan ekstra agar tidak tertular.
Salah satu upaya melindungi pasien kanker anak dari penularan Covid-19 adalah menempatkannya di ruangan khusus saat menjalani perawatan di rumah sakit, skirining Covid-19 rutin, dan menerapkan protokol pencegahan pada umumnya yakni menerapkan PHBS, rajin cuci tangan, gunakan masker, dan minum vitamin jika perlu.
Tidak ada penanganan khusus, hanya perlindungan yang lebih ketat. Sebelum pandemi pun, bila ada anak penderita kanker di rumah, kemudian ada tamu datang, maka si tamu harus cuci tangan atau menggunakan masker. Setelah tamu pulang, personal hygiene pun harus diterapkan. (Lihat videonya: 7 Langkah Amankan Tayangan YouTUbe untuk Anak-anak)
“Saya paham betul bahwa tidak mudah meminta anak yang masih kecil menggunakan masker. Maka saya minta orangtua dari anak penderita kanker tidak bosan menjaga protokol pencegahan setiap saat,” jelas dr. Tanti. Protokol ketat ini dilakukan sampai anak selesai pengobatan.
Jika perlu meskipun pengobatan sudah selesai namun pandemi sudah berkurang, aktivitas anak di luar rumah masih dibatasi. Jangan sekolah dulu. “Anak dengan kanker jika terinfeksi Covid-19, maka konsekuensinya lebih berat. Jadi dibatasi pergaulannya. Orang tua bisa mendampingi anak bermain dan belajar di rumah, sampai dinyatakan remisi dan berhenti pengobatan,” pungkas dr. Tanti. (Sri Noviarni)
(ysw)