Stunting pada Anak Dipicu Perilaku Salah Masyarakat

Minggu, 02 Agustus 2020 - 17:12 WIB
loading...
A A A
Hambatan lain, ada persepsi bahwa ibu melahirkan pasti capek sehingga bayi pisah kamar dengan ibu agar ibu bisa beristirahat. Saat bayi berusia 0-6 bulan, tantangannya berbeda lagi. Masih banyak ibu yang tidak memberikan kolostrum atau ASI pertama.

“Karena berwarna kuning sehingga dianggap kotor, lalu dibuang," ujar Rita. ( )

Sebagian ibu masih menganggap ASI adalah minuman dan bukan makanan, sehingga bayi harus diberi makanan lain agar kenyang. Rita mengingatkan, kondisi ibu hamil mulai terbentuk jauh sebelumnya, yakni ketika remaja. Kualitas gizi remaja bakal menentukan kualitas saat hamil kelak. Namun, masih banyak permasalahan gizi remaja yang belum teratasi. Misalnya anemia dan kurang energi kronis (KEK). Ditambah lagi kondisi sekarang, di mana remaja sangat akrab dengan konsumsi GGL (gula, garam, lemak) yang berlebihan, serta pola hidup sedenter.

Buku yang diterbitkan World Bank berjudul "Aiming High: Indonesia’s Ambitions to Reduce Stunting" memaparkan, bila tidak bertindak, hingga tahun 2022 kita masih akan berkutat dengan angka stunting di kisaran 28%. Namun, dengan strategi yang baik, angka stunting bisa ditekan hingga <22% pada 2022. Perlu upaya keras agar target pemerintah menurunkan angka stunting <20% pada 2024 bisa tercapai.

Tanoto Foundation sendiri memiliki misi agar semua anak mampu mencapai potensi belajar yang maksimal, sesuai tahap perkembangannya dan siap sekolah. Ini meliputi pengurangan stunting, peningkatan kualitas pengasuhan anak usia 0-3 tahun, serta peningkatan akses dan kualitas layanan pengembangan anak usia dini. Semua pelayanan ini disalurkan melalui lingkungan belajar di rumah, pusat layanan anak usia dini (misalnya Posyandu dan PAUD), serta komunitas desa dan pemerintah desa.
(tsa)
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1884 seconds (0.1#10.140)