Ahli Sebut Tubuh Manusia Mampu Bersihkan BPA, Belum Ada Penelitian yang Temukan Kaitannya dengan Penyakit
loading...
A
A
A
JAKARTA - Belakangan ini di media sosial beredar informasi terkait BPA, termasuk yang digunakan pada galon air minum. Benarkah berbahaya bagi kesehatan?
Ahli kimia dan dokter berpendapat bahwa berbagai penelitian belum bisa memastikan kaitan BPA dengan berbagai penyakit. Selain BPA yang masuk umumnya berjumlah sedikit, tubuh kita sendiri memiliki mekanisme supercanggih untuk mengeluarkan zat zat kimia berbahaya yang secara tidak sengaja masuk ke dalam tubuh.
BPA dan zat lain yang tidak diperlukan oleh tubuh seperti zat pewarna, perisa, pengawet, jika dalam jumlah yang berlebihan akan dibuang oleh tubuh melalui sistem ekskresi melalui ginjal dan air keringat. Jadi, tidak sampai terakumulasi dalam tubuh sehingga tak akan menyebabkan gangguan kesehatan.
Hal itu disampaikan dr. Laurentius Aswin Pramono, M Epid, SpDP-KEMD, dokter spesialis penyakit dalam serta konsultan subspesialis di bidang endokrinologi, metabolisme, dan diabetes.
“Jadi, kita harus hati-hati terhadap statement atau pernyataan yang tidak menyertakan bukti-bukti yang valid. Dalam berbagai studi tentang BPA, paparan bahan kimia yang tidak kita konsumsi secara sengaja kecil sekali kemungkinan untuk mencapai kadar yang mengganggu kesehatan,” bebernya.
Dokter Laurentius menerangkan, batas aman BPA menurut EFSA adalah 4 mikrogram per kilogram berat badan per hari. Sedang studi menunjukkan bahwa dalam air kemasan kemungkinan paparan BPA itu 0,01 persen atau 1 per 10 ribu.
“Artinya, kita membutuhkan 10 ribu air atau galon dalam sekali waktu atau sekali telan untuk bisa mencapai kadar yang tidak aman. Itu sesuatu yang mustahil dan tidak mungkin tercapai,” katanya.
Dokter Laurentius juga membantah bahwa air kemasan galon guna ulang bisa menyebabkan kemandulan atau infertilitas dan gangguan metabolisme. Menurut dia, penyakit-penyakit tersebut penyebabnya sangat banyak atau multifaktor dan tidak satu efek saja.
Dokter Laurentius menegaskan, paparan zat-zat kimia itu sangat kecil kemungkinan menyebabkan gangguan infertilitas atau gangguan metabolisme.
“Jadi, air mineral galon guna ulang aman dikonsumsi,” tandasnya.
Sebelumnya, Dosen Biokimia dari Fakultas MIPA Institut Pertanian Bogor (IPB) Syaefudin, PhD, mengungkapkan, hingga kini belum ada zat kimia pengganti yang lebih aman dari Bisfenol A (BPA) untuk pengeras galon berbahan polikarbonat atau galon guna ulang.
Dia mengungkapkan, BPA yang tidak sengaja dikonsumsi para konsumen dari kemasan pangan bakal dikeluarkan dari dalam tubuh.
Menurut Syaefudin, BPA akan diubah di dalam hati menjadi senyawa lain sehingga dapat lebih mudah dikeluarkan lewat urin.
“Jadi sebenarnya kalau BPA itu tidak sengaja dikonsumsi oleh tubuh kita, misalkan dari air minum dalam kemasan yang mengandung BPA, tapi ketika dikonsumsi, yang paling berperan itu adalah hati. Ada proses glukoronidase di hati, di mana ada enzim yang mengubah BPA menjadi senyawa lain yang mudah dikeluarkan tubuh lewat urin,” terangnya.
Selain itu, kata Syaefudin, sebenarnya BPA memiliki biological half life atau waktu paruh biologisnya. Artinya, ketika BPA itu misalkan satuannya 10, masuk dalam tubuh, dia selama 5-6 jam akan cuma tersisa 5.
“Nah, yang setengahnya lagi itu dikeluarkan dari tubuh. Artinya, yang berpotensi untuk menjadi toksik dalam tubuh sebenarnya sudah berkurang,” pungkasnya.
Ahli kimia dan dokter berpendapat bahwa berbagai penelitian belum bisa memastikan kaitan BPA dengan berbagai penyakit. Selain BPA yang masuk umumnya berjumlah sedikit, tubuh kita sendiri memiliki mekanisme supercanggih untuk mengeluarkan zat zat kimia berbahaya yang secara tidak sengaja masuk ke dalam tubuh.
BPA dan zat lain yang tidak diperlukan oleh tubuh seperti zat pewarna, perisa, pengawet, jika dalam jumlah yang berlebihan akan dibuang oleh tubuh melalui sistem ekskresi melalui ginjal dan air keringat. Jadi, tidak sampai terakumulasi dalam tubuh sehingga tak akan menyebabkan gangguan kesehatan.
Hal itu disampaikan dr. Laurentius Aswin Pramono, M Epid, SpDP-KEMD, dokter spesialis penyakit dalam serta konsultan subspesialis di bidang endokrinologi, metabolisme, dan diabetes.
“Jadi, kita harus hati-hati terhadap statement atau pernyataan yang tidak menyertakan bukti-bukti yang valid. Dalam berbagai studi tentang BPA, paparan bahan kimia yang tidak kita konsumsi secara sengaja kecil sekali kemungkinan untuk mencapai kadar yang mengganggu kesehatan,” bebernya.
Dokter Laurentius menerangkan, batas aman BPA menurut EFSA adalah 4 mikrogram per kilogram berat badan per hari. Sedang studi menunjukkan bahwa dalam air kemasan kemungkinan paparan BPA itu 0,01 persen atau 1 per 10 ribu.
“Artinya, kita membutuhkan 10 ribu air atau galon dalam sekali waktu atau sekali telan untuk bisa mencapai kadar yang tidak aman. Itu sesuatu yang mustahil dan tidak mungkin tercapai,” katanya.
Dokter Laurentius juga membantah bahwa air kemasan galon guna ulang bisa menyebabkan kemandulan atau infertilitas dan gangguan metabolisme. Menurut dia, penyakit-penyakit tersebut penyebabnya sangat banyak atau multifaktor dan tidak satu efek saja.
Dokter Laurentius menegaskan, paparan zat-zat kimia itu sangat kecil kemungkinan menyebabkan gangguan infertilitas atau gangguan metabolisme.
“Jadi, air mineral galon guna ulang aman dikonsumsi,” tandasnya.
Sebelumnya, Dosen Biokimia dari Fakultas MIPA Institut Pertanian Bogor (IPB) Syaefudin, PhD, mengungkapkan, hingga kini belum ada zat kimia pengganti yang lebih aman dari Bisfenol A (BPA) untuk pengeras galon berbahan polikarbonat atau galon guna ulang.
Dia mengungkapkan, BPA yang tidak sengaja dikonsumsi para konsumen dari kemasan pangan bakal dikeluarkan dari dalam tubuh.
Menurut Syaefudin, BPA akan diubah di dalam hati menjadi senyawa lain sehingga dapat lebih mudah dikeluarkan lewat urin.
“Jadi sebenarnya kalau BPA itu tidak sengaja dikonsumsi oleh tubuh kita, misalkan dari air minum dalam kemasan yang mengandung BPA, tapi ketika dikonsumsi, yang paling berperan itu adalah hati. Ada proses glukoronidase di hati, di mana ada enzim yang mengubah BPA menjadi senyawa lain yang mudah dikeluarkan tubuh lewat urin,” terangnya.
Selain itu, kata Syaefudin, sebenarnya BPA memiliki biological half life atau waktu paruh biologisnya. Artinya, ketika BPA itu misalkan satuannya 10, masuk dalam tubuh, dia selama 5-6 jam akan cuma tersisa 5.
“Nah, yang setengahnya lagi itu dikeluarkan dari tubuh. Artinya, yang berpotensi untuk menjadi toksik dalam tubuh sebenarnya sudah berkurang,” pungkasnya.
(tsa)