Es Krim Rasa Bersalah Ini Terbuat dari Sampah Plastik
loading...
A
A
A
JAKARTA - Es krim pada umumnya memiliki berbagai jenis rasa, mulai yang manis hingga asam. Namun, pernahkah Anda mencoba es krim dengan rasa bersalah?
Ya, Anda tidak salah dengar. Es krim dengan ‘guilty flavours’ ini benar-benar ada di dunia. Menariknya lagi, es krim ini ternyata terbuat dari sampah plastik.
Melansir laman CBN News, Sabtu (7/10/2023), es krim rasa bersalah rupanya sebuah instalasi seni karya dari seniman dan desainer Eleanora Ortolani. Es krim ini disimpan dalam lemari es di London dan berharap akan memicu perdebatan sengit terkait krisis makanan serta krisis polusi plastik di masa depan.
Instalasi seni es krim unik ini dihadirkan untuk menantang cara kita berpikir tentang sampah plastik dan apa yang kita siap atau tidak siap untuk dimakan.
“Guilty flavours adalah apa yang saya yakini sebagai sampel pertama es krim yang terbuat dari sampah plastik,” kata Ortolani kepada Reuters di Central Saint Martins, bagian dari University of the Arts London.
“Itu berasal dari plastik yang sama seperti yang kita temukan di botol, botol plastik,” tambahnya.
Untuk menciptakan es krim dengan rasa bersalah tersebut, para ilmuwan di Inggris memanfaatkan kekuatan metabolisme bakteri dan enzim. Metabolisme ini kemudian bereaksi seperti ‘pabrik’ ramah lingkungan yang mencerna polietilen tereftalat (PET) dan mengubahnya menjadi vanilin, molekul yang memberi rasa pada vanila.
“Ada enzim tertentu yang melakukan reaksi kimia tertentu,” kata Dr Joanna Sadler, ahli bioteknologi di Universitas Edinburgh, kepada Reuters.
“Jadi jika Anda menggabungkannya, Anda dapat menghasilkan banyak produk kimia yang berbeda,” lanjutnya.
Seperti diketahui, plastik terbuat dari serangkaian molekul yang diikat menjadi apa yang dikenal sebagai polimer.
Sadler memutus ikatan tersebut dengan mikroba, dan menjadikannya molekul yang bukan lagi plastik. Sup PET bekas tersebut kemudian dengan mudah diolah oleh bakteri lain menjadi vanilin.
Penelitian Sadler, yang diterbitkan dalam Journal Biochemist pada Desember 2021 itu berfokus pada degradasi dan daur ulang plastik serta menggunakannya sebagai bahan baku untuk pertumbuhan mikroba.
Meski begitu, es krim tersebut merupakan sebuah proyek penelitian, dan saat ini tidak untuk dikonsumsi manusia.
“Saya bahkan pernah menerima email dari masyarakat yang mengatakan bahwa mendorong orang untuk makan plastik adalah tindakan yang tidak bertanggung jawab,” kata Sadler.
“Sangat penting bagi kita untuk benar-benar memperhatikan sisi keamanannya dan kami memperjelas bahwa bahan ini harus melalui proses peraturan dan proses standar makanan yang sama seperti bahan makanan lainnya,” sambungnya.
Ortolani, desainer yang berasal dari Verona, Italia, juga mengatakan bahwa guilty flavours terinspirasi oleh rasa frustrasinya terhadap kegagalan sistem daur ulang untuk menghentikan plastik. Inovasi itu dibuat guna menyoroti masalah sampah plastik, serta krisis pangan global yang akan terjadi.
“Saat ini kita memiliki alat untuk memikirkan kembali sistem pangan yang kita jalani,” katanya.
“Ini sudah siap sekarang dan hari ini, tetapi tidak ada yang benar-benar dapat menyentuh atau berinteraksi dengannya karena belum diuji keamanannya,” pungkas dia.
Ya, Anda tidak salah dengar. Es krim dengan ‘guilty flavours’ ini benar-benar ada di dunia. Menariknya lagi, es krim ini ternyata terbuat dari sampah plastik.
Melansir laman CBN News, Sabtu (7/10/2023), es krim rasa bersalah rupanya sebuah instalasi seni karya dari seniman dan desainer Eleanora Ortolani. Es krim ini disimpan dalam lemari es di London dan berharap akan memicu perdebatan sengit terkait krisis makanan serta krisis polusi plastik di masa depan.
Instalasi seni es krim unik ini dihadirkan untuk menantang cara kita berpikir tentang sampah plastik dan apa yang kita siap atau tidak siap untuk dimakan.
“Guilty flavours adalah apa yang saya yakini sebagai sampel pertama es krim yang terbuat dari sampah plastik,” kata Ortolani kepada Reuters di Central Saint Martins, bagian dari University of the Arts London.
“Itu berasal dari plastik yang sama seperti yang kita temukan di botol, botol plastik,” tambahnya.
Untuk menciptakan es krim dengan rasa bersalah tersebut, para ilmuwan di Inggris memanfaatkan kekuatan metabolisme bakteri dan enzim. Metabolisme ini kemudian bereaksi seperti ‘pabrik’ ramah lingkungan yang mencerna polietilen tereftalat (PET) dan mengubahnya menjadi vanilin, molekul yang memberi rasa pada vanila.
“Ada enzim tertentu yang melakukan reaksi kimia tertentu,” kata Dr Joanna Sadler, ahli bioteknologi di Universitas Edinburgh, kepada Reuters.
“Jadi jika Anda menggabungkannya, Anda dapat menghasilkan banyak produk kimia yang berbeda,” lanjutnya.
Seperti diketahui, plastik terbuat dari serangkaian molekul yang diikat menjadi apa yang dikenal sebagai polimer.
Sadler memutus ikatan tersebut dengan mikroba, dan menjadikannya molekul yang bukan lagi plastik. Sup PET bekas tersebut kemudian dengan mudah diolah oleh bakteri lain menjadi vanilin.
Penelitian Sadler, yang diterbitkan dalam Journal Biochemist pada Desember 2021 itu berfokus pada degradasi dan daur ulang plastik serta menggunakannya sebagai bahan baku untuk pertumbuhan mikroba.
Meski begitu, es krim tersebut merupakan sebuah proyek penelitian, dan saat ini tidak untuk dikonsumsi manusia.
“Saya bahkan pernah menerima email dari masyarakat yang mengatakan bahwa mendorong orang untuk makan plastik adalah tindakan yang tidak bertanggung jawab,” kata Sadler.
“Sangat penting bagi kita untuk benar-benar memperhatikan sisi keamanannya dan kami memperjelas bahwa bahan ini harus melalui proses peraturan dan proses standar makanan yang sama seperti bahan makanan lainnya,” sambungnya.
Ortolani, desainer yang berasal dari Verona, Italia, juga mengatakan bahwa guilty flavours terinspirasi oleh rasa frustrasinya terhadap kegagalan sistem daur ulang untuk menghentikan plastik. Inovasi itu dibuat guna menyoroti masalah sampah plastik, serta krisis pangan global yang akan terjadi.
“Saat ini kita memiliki alat untuk memikirkan kembali sistem pangan yang kita jalani,” katanya.
“Ini sudah siap sekarang dan hari ini, tetapi tidak ada yang benar-benar dapat menyentuh atau berinteraksi dengannya karena belum diuji keamanannya,” pungkas dia.
(tsa)