Review Film Five Nights at Freddy’s: Teror Robot Animatronik yang Kurang Greget
loading...

Five Nights at Freedy’s seharusnya bisa menjadi tontonan horor yang benar-benar mencekam. Konsepnya yang menarik tidak bisa dieksekusi dengan baik dan menarik. (Foto: Rotten Tomatoes)
A
A
A
Tidak ada yang lebih mengerikan ketimbang benda yang selama ini dianggap sebagai mainan ternyata bisa hidup dan menebar teror. Film Five Nights at Freddy’s berusaha menggambarkan teror makhluk yang dianggap sebagai teman anak dan keluarga itu. Hasilnya?
Five Nights at Freddy’s berfokus pada Mike Schmidt (Josh Hutcherson). Trauma masa lalunya membuatnya sulit mempertahankan pekerjaan. Sementara, di sisi lain, dia harus merawat adiknya, Abby. Kesulitan keuangan membuatnya terancam kehilangan Abby.
Terpojok, Mike akhirnya menerima pekerjaan shift malam di sebuah restoran yang sudah tidak beroperasi. Restoran itu, Freddy Fazbear’s Pizza, adalah sebuah restoran pizza untuk keluarga yang dulu sangat kondang. Di dalamnya, ada berbagai macam mainan arcade dengan robot-robot animatronik untuk menghibur para pengunjung.
Tak disangka, robot-robot itu bisa hidup ketika malam tiba. Mereka meneror para satpam yang ditugaskan di tempat itu. Tapi, Mike berusaha bertahan sampai suatu hari para robot itu mulai mengincar adiknya. Mike pun harus bertindak.
![Review Film Five Nights at Freddy’s: Teror Robot Animatronik yang Kurang Greget]()
Foto: Deadline
Secara konsep, film ini menarik. Mainan yang hidup adalah sesuatu yang bisa berubah menjadi mengerikan di genre horor. Sudah banyak bukti bagaimana robot atau boneka yang hidup bisa menjadi teror yang menyusahkan dan bisa berakhir dengan pertumpahan darah. Tapi, sekali lagi, ini adalah konsep.
Pada perjalanan plotnya, Five Nights at Freddy’s terlalu generik dan punya banyak plot hole yang tidak dijelaskan sampai akhir. Plot hole ini membuat ceritanya jadi kurang asyik. Di beberapa bagian, ada yang terkesan dipaksakan dan terlalu dibuat-buat.
Bahkan, untuk horornya, tidak terasa horor sama sekali. Film ini malah mirip sci-fi di mana para robot mengejar mangsanya. Rating 13 tahun ke atas atau remaja membuat film ini menahan diri untuk menumpahkan darah dan menjadi lebih mengerikan lagi.
![Review Film Five Nights at Freddy’s: Teror Robot Animatronik yang Kurang Greget]()
Foto: CBR
Sutradara Emma Tammi bahkan tidak menyelesaikan busur kematian anak-anak di film itu dengan baik. Film ini juga tidak menjelaskan bagaimana pelaku bisa memasukkan arwah ke dalam animatronik itu. Asal usul bagaimana tempat itu akhirnya ditutup dan latar belakang pelaku memilih tempat tersebut juga tidak dipaparkan.
Film ini seharusnya menjadi film horor supranatural. Tapi, pada praktiknya, Five Nights at Freddy’s menjadi film kriminal supranatural. Hanya, tidak ada penjelasan yang jelas tentang bagaimana itu bisa terjadi.
Five Nights at Freddy’s berfokus pada Mike Schmidt (Josh Hutcherson). Trauma masa lalunya membuatnya sulit mempertahankan pekerjaan. Sementara, di sisi lain, dia harus merawat adiknya, Abby. Kesulitan keuangan membuatnya terancam kehilangan Abby.
Terpojok, Mike akhirnya menerima pekerjaan shift malam di sebuah restoran yang sudah tidak beroperasi. Restoran itu, Freddy Fazbear’s Pizza, adalah sebuah restoran pizza untuk keluarga yang dulu sangat kondang. Di dalamnya, ada berbagai macam mainan arcade dengan robot-robot animatronik untuk menghibur para pengunjung.
Tak disangka, robot-robot itu bisa hidup ketika malam tiba. Mereka meneror para satpam yang ditugaskan di tempat itu. Tapi, Mike berusaha bertahan sampai suatu hari para robot itu mulai mengincar adiknya. Mike pun harus bertindak.

Foto: Deadline
Secara konsep, film ini menarik. Mainan yang hidup adalah sesuatu yang bisa berubah menjadi mengerikan di genre horor. Sudah banyak bukti bagaimana robot atau boneka yang hidup bisa menjadi teror yang menyusahkan dan bisa berakhir dengan pertumpahan darah. Tapi, sekali lagi, ini adalah konsep.
Pada perjalanan plotnya, Five Nights at Freddy’s terlalu generik dan punya banyak plot hole yang tidak dijelaskan sampai akhir. Plot hole ini membuat ceritanya jadi kurang asyik. Di beberapa bagian, ada yang terkesan dipaksakan dan terlalu dibuat-buat.
Bahkan, untuk horornya, tidak terasa horor sama sekali. Film ini malah mirip sci-fi di mana para robot mengejar mangsanya. Rating 13 tahun ke atas atau remaja membuat film ini menahan diri untuk menumpahkan darah dan menjadi lebih mengerikan lagi.

Foto: CBR
Sutradara Emma Tammi bahkan tidak menyelesaikan busur kematian anak-anak di film itu dengan baik. Film ini juga tidak menjelaskan bagaimana pelaku bisa memasukkan arwah ke dalam animatronik itu. Asal usul bagaimana tempat itu akhirnya ditutup dan latar belakang pelaku memilih tempat tersebut juga tidak dipaparkan.
Film ini seharusnya menjadi film horor supranatural. Tapi, pada praktiknya, Five Nights at Freddy’s menjadi film kriminal supranatural. Hanya, tidak ada penjelasan yang jelas tentang bagaimana itu bisa terjadi.
Lihat Juga :