Kata Playing Victim Bikin Heboh, Bisa Menimbulkan Masalah Berkepanjangan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Playing victim mungkin sudah tidak asing di telinga masyarakat Indonesia dan bikin heboh, baru-baru ini. Pasalnya, playing victim merujuk pada suatu peran yang dimainkan oleh seseorang sebagai korban untuk mendapatkan perhatian atau memanipulasi suatu keadaan.
Belakangan, istilah ini mendadak populer karena pernyataan politikus senior PDI-P Aria Bima. Dia menyebut bahwa pihaknya memutuskan tidak memecat putra Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka dari partai demi menghindari keributan dan menjadi obyek playing victim.
Lantas, melihat fenomena ini, apa dampak yang bisa ditimbulkan bagi pelaku maupun obyek playing victim? Berikut ulasannya dilansir dari beberapa sumber, Kamis, (2/11/2023).
Dalam kasus ini, salah satu faktor pemicu terjadinya playing victim di lingkungan politik adalah karena adanya salah satu daya upaya untuk seseorang agar dapat melindungi diri dari kesalahan yang diperbuat sendiri.
Imbasnya, timbul perasaan tidak boleh ditundukkan oleh orang lain. Akibatnya, muncul rasa iri di dalam hati.
Rasa iri pada orang yang lebih sukses ini kemudian berubah menjadi rasa dendam di dalam hati. Maka dari itulah, pada saat ada kesempatan, dia akan mengeksploitasi orang lain dengan kesalahan yang dilakukan dan mengotorkan nama baik lawannya.
Dampak yang dirasakan sendiri oleh pelaku playing victim sendiri adalah tidak ada pembelajaran bermakna dalam menjalani kehidupan ke depannya, serta tidak ada beban mental yang dirasakan.
Pelaku playing victim akan terus dihantui rasa bersalah terhadap diri sendiri dan orang lain yang menjadi sasaran playing victim. Hal ini akan memperlambat sikap dewasa dalam diri.
Mulai dari munculnya penyakit hati akibat selalu menuduh orang lain, sulit untuk mengintropeksi diri sendiri karena hanya sibuk menunjuk orang lain harus bertanggung jawab atas kesalahan yang dia perbuat.
Secara psikologis, hal ini akan merusak mental diri untuk berkembang karena terbiasa dengan segala sesuatu dilempar kepada orang lain.
Selain itu pelaku playing victim akan lupa menggali potensi diri, tidak melihat sisi baik dan sisi buruk dalam diri sendiri serta bagaimana cara mengembangkan diri sendiri.
Dalam kehidupan sosial, playing victim ini dapat berdampak tidak nyaman bagi orang lain. Orang-orang yang menjadi korban dari playing victim akan merasa tidak nyaman dan tidak adil bagi dirinya.
Pasalnya, dia terus disalahkan sementara orang yang menyalahkan tidak merasakan hal tersebut. Hal ini dapat menimbulkan masalah yang berkepanjangan.
Hal lain yang berdampak bagi orang lain adalah kekecewaan karena mendapat perlakuan tuduhan yang bukan ia lakukan, padahal sebelumnya berteman dan berhubungan dengan baik.
Selain itu, playing victim juga dapat memicu konflik yang berkepanjangan karena jika victim mentality dibiarkan menjadi kelompok, antar satu kelompok akan saling menyerang dan memunculkan perpecahan. Pihak yang pro kontra lantas akan saling menunjukkan keberpihakannya.
Konsekuensi sosial dari playing victim akan paling cepat dirasakan oleh oleh orang yang menjadi objek oleh si pelaku playing victim. Pasalnya, pandangan dan hukuman masyarakat akan tertuju pada pelaku playing victim.
Dihakimi untuk hal yang tidak dilakukan tentunya akan menjadi beban psikis yang tidak mudah bagi korban dari si pelaku playing victim.
Pasalnya, si pelaku playing victim sedang sibuk menyelamatkan nama baiknya di depan masyarakat sosial. Pelaku playing victim juga hanya disibukkan dengan mengembangkan rasa bersalah yang dia buat semakin tajam dan menjadi melankolis.
Belakangan, istilah ini mendadak populer karena pernyataan politikus senior PDI-P Aria Bima. Dia menyebut bahwa pihaknya memutuskan tidak memecat putra Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka dari partai demi menghindari keributan dan menjadi obyek playing victim.
Lantas, melihat fenomena ini, apa dampak yang bisa ditimbulkan bagi pelaku maupun obyek playing victim? Berikut ulasannya dilansir dari beberapa sumber, Kamis, (2/11/2023).
Dalam kasus ini, salah satu faktor pemicu terjadinya playing victim di lingkungan politik adalah karena adanya salah satu daya upaya untuk seseorang agar dapat melindungi diri dari kesalahan yang diperbuat sendiri.
Imbasnya, timbul perasaan tidak boleh ditundukkan oleh orang lain. Akibatnya, muncul rasa iri di dalam hati.
Rasa iri pada orang yang lebih sukses ini kemudian berubah menjadi rasa dendam di dalam hati. Maka dari itulah, pada saat ada kesempatan, dia akan mengeksploitasi orang lain dengan kesalahan yang dilakukan dan mengotorkan nama baik lawannya.
Dampak yang dirasakan sendiri oleh pelaku playing victim sendiri adalah tidak ada pembelajaran bermakna dalam menjalani kehidupan ke depannya, serta tidak ada beban mental yang dirasakan.
Pelaku playing victim akan terus dihantui rasa bersalah terhadap diri sendiri dan orang lain yang menjadi sasaran playing victim. Hal ini akan memperlambat sikap dewasa dalam diri.
Mulai dari munculnya penyakit hati akibat selalu menuduh orang lain, sulit untuk mengintropeksi diri sendiri karena hanya sibuk menunjuk orang lain harus bertanggung jawab atas kesalahan yang dia perbuat.
Secara psikologis, hal ini akan merusak mental diri untuk berkembang karena terbiasa dengan segala sesuatu dilempar kepada orang lain.
Selain itu pelaku playing victim akan lupa menggali potensi diri, tidak melihat sisi baik dan sisi buruk dalam diri sendiri serta bagaimana cara mengembangkan diri sendiri.
Dalam kehidupan sosial, playing victim ini dapat berdampak tidak nyaman bagi orang lain. Orang-orang yang menjadi korban dari playing victim akan merasa tidak nyaman dan tidak adil bagi dirinya.
Pasalnya, dia terus disalahkan sementara orang yang menyalahkan tidak merasakan hal tersebut. Hal ini dapat menimbulkan masalah yang berkepanjangan.
Hal lain yang berdampak bagi orang lain adalah kekecewaan karena mendapat perlakuan tuduhan yang bukan ia lakukan, padahal sebelumnya berteman dan berhubungan dengan baik.
Selain itu, playing victim juga dapat memicu konflik yang berkepanjangan karena jika victim mentality dibiarkan menjadi kelompok, antar satu kelompok akan saling menyerang dan memunculkan perpecahan. Pihak yang pro kontra lantas akan saling menunjukkan keberpihakannya.
Baca Juga
Konsekuensi sosial dari playing victim akan paling cepat dirasakan oleh oleh orang yang menjadi objek oleh si pelaku playing victim. Pasalnya, pandangan dan hukuman masyarakat akan tertuju pada pelaku playing victim.
Dihakimi untuk hal yang tidak dilakukan tentunya akan menjadi beban psikis yang tidak mudah bagi korban dari si pelaku playing victim.
Pasalnya, si pelaku playing victim sedang sibuk menyelamatkan nama baiknya di depan masyarakat sosial. Pelaku playing victim juga hanya disibukkan dengan mengembangkan rasa bersalah yang dia buat semakin tajam dan menjadi melankolis.
(tdy)