Kisah Sedih dan Krisis Identitas Anak Pungut

Kamis, 13 September 2018 - 16:18 WIB
Kisah Sedih dan Krisis Identitas Anak Pungut
Kisah Sedih dan Krisis Identitas Anak Pungut
A A A
“SAYA mencintai keluarga saya hingga mati. Namun, saya tahu ada yang berbeda dengan saya,” ujar Colin Kaepernick ketika menunjuk pasangan Rick dan Teressa Kaepernick.

Bagi Kaepernick, Rick dan Teressa adalah cinta pertamanya meski mereka memiliki kulit warna yang berbeda. Kaepernick memang anak angkat dari Rick dan Teressa. Aslinya Kaepernick adalah anak kandung dari seorang gadis kulit putih, Heidi Russo, yang menjalin asmara dengan seorang pria kulit hitam, yang hingga kini tidak diketahui namanya.

Dari hubungan tersebut, Heidi melahirkan Kaepernick. Namun, karena masih berumur 19 tahun, Heidi langsung menitipkan Kaepernick yang saat itu masih berusia 6 minggu ke panti asuhan.

Pada saat itulah pasangan Rick dan Teressa datang. Mereka begitu menyayangi Kaepernick seperti mereka menyayangi anak kandung mereka sendiri, Kyle dan Devon. “Keluarga saya adalah yang terbaik dan mereka begitu mencintai saya. Hanya saja saya tahu ada yang salah setiap kali mereka menatap saya. Mereka curiga kenapa ada orang berkulit hitam di tengah keluarga kulit putih,” kenang Kaepernick.

Status anak pungut dan kulit hitam membuat Kaepernick kecil selalu bertanya-tanya. Dia sendiri tidak mengerti kenapa kulitnya berbeda dengan kulit kedua orang tuanya. Dia juga tidak memahami kenapa orang begitu kejam memperlakukannya karena kulitnya hanya lebih hitam dari mereka.

Saking membutuhkan jawaban, Kaepernick bahkan pernah tergabung dengan persaudaraan Kappa Alpha Psi yang ada di University of Nevada, yang anggotanya dominan mahasiswa kulit hitam.

Apa yang dilakukan Kaepernick tidak hanya dilakukan di bangku kuliah. Begitu terjun ke sepak bola Amerika jalur profesional, dia tetap memperkaya pemahamannya dengan mengikuti banyak kegiatan dan edukasi yang digagas oleh aktivis kulit hitam.

Kaepernick memang merasakan meskipun sudah membuktikan kemampuan dirinya bermain sepak bola Amerika, masih banyak orang yang memandang rendah dirinya karena perbedaan warna kulit.

Salah satu yang paling menyakitkan ketika salah satu kolumnis olahraga mengatakan penampilan Kaepernick yang penuh dengan tato dan berkulit hitam seperti seorang mantan narapidana.

“Quarterback itu seperti seorang CEO dan kita tidak bisa menerima penampilan seorang CEO yang terlihat seperti narapidana,” tulis kolumnis tersebut. Keinginan untuk dipandang setara itulah yang membuat Kaepernick berusaha memperkaya dirinya dengan pemahaman dan aktivisme.

Salah satu mentor Kaepernick yang dominan adalah Ameer Hasan Loggins, dosen dari University of California, Berkeley. Kaepernick rela menempuh perjalanan mobil selama satu jam hanya untuk mengikuti kuliah Ameer Hasan Loggins.

“Banyak orang bilang dia jadi sosok yang politikal karena mengikuti kelas saya. Namun saya tekankan, dia adalah orang yang memang sangat ingin memahami akar kehidupannya. Dia melakukannya dari hatinya yang paling dalam,” ujar Ameer.

Semakin dalam Kaepernick belajar, semakin paham Kaepernick akan leluhurnya. Namun pada saat yang bersamaan dia melihat bahwa apa yang terjadi ternyata jauh dari harapan yang dia inginkan. Hingga akhirnya, begitu kekecewaannya memuncak, aksi menolak berdiri yang dia lakukan akhirnya jadi fenomena yang berhasil mengguncang Amerika.
(don)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6265 seconds (0.1#10.140)