Drama di Balik Festival Djakarta Warehouse Project

Senin, 08 Oktober 2018 - 18:07 WIB
Drama di Balik Festival Djakarta Warehouse Project
Drama di Balik Festival Djakarta Warehouse Project
A A A
PARA pemain film Menunggu Pagi bercerita tentang pengalaman mereka bermain dalam film berlatar festival musik Djakarta Warehouse Project (DWP). Mulai dari citra negatif hingga pengakuan belum pernah sekalipun menyaksikan festival musik EDM tersebut. Menunggu Pagi adalah film terbaru karya sutradara Teddy Soeriatmadja, sutradara yang pernah menggarap film Badai Pasti Berlalu dan Lovely Man.

Diproduksi IFI Sinema dengan produser Adi Sumarjono, film ini akan tayang di jaringan bioskop pada 11 Oktober mendatang. Dalam film ini, setting-nya hanya di satu malam.

Dikisahkan dalam satu malam tersebut ada tiga cerita diwakili beberapa karakter yang semuanya punya tujuan sama, yaitu ke DWP. Skenario film ini juga ditulis Teddy berdasarkan gagasan dan permintaan Adi yang ingin membuat cerita tentang pesta musik dan anak-anak muda.

Setelah dua bulan dikembangkan, maka jadilah naskah Menunggu Pagi. Salah satu pemain utama film ini, yaitu Mario Lawalata menyebut, jika ingin membuat cerita tentang anak muda dan pesta, maka DWP adalah ikonnya.

Gue pikir, festival yang mencerminkan energi, senang-senang, pesta, itu yang terbesar di Asia ya DWP. Jadi gue rasa itu ikonik. Gue pun suka ke DWP,” ujar Mario saat menyambangi Gedung SINDO, Kamis (4/10) lalu.

Bagi putra aktris senior Reggy Lawalata ini, film tersebut menandai kembalinya dia bermain film layar lebar setelah memerankan sosok Edi dalam Bayi Gaib. Dalam Menunggu Pagi, Mario berperan sebagai Martin yang bekerja menjadi Disk Jockey (DJ).

Sebagai DJ, banyak masalah dihadapi Martin mulai dari masalah asmara hingga mendapat citra negatif karena bekerja di dunia malam. “Sebagai DJ, Martin punya masalah dengan percintaan, pergaulan malamnya, dan sosok seorang DJ yang biasa orang bilang imej-nya negatif suka narkoba dan segala macam,” kata Mario.

Mario mengaku permasalahan yang Martin alami sebagai DJ sama seperti kejadian nyata. Padahal tidak semua DJ selalu dikaitkan dengan narkoba. “Itu memang terjadi di dalam dunia pergaulan malam, apalagi seorang DJ yang ratarata, nggak semua, kebanyakan negatif dengan drugs, dengan teman-temannya, dengan pacarnya, seperti itu,” katanya.

Berperan sebagai DJ, awalnya Mario sempat merasa takut tak bisa luwes. Selain itu, tangannya sempat lebam akibat satu adegan yang melibatkan fisik. “Jadi di film itu ada adegan (telapak) tangan saya dipukul pakai bola biliar (oleh karakter yang diperankan Yayu Unru).
Nggak asli sih (bolanya), tapi tetap bola yang keras dan itu benar-benar bengkak sampai seminggu,” curhat Mario.Hal itu lantaran Yayu tidak tega memukul sungguhan hingga hasil yang didapat di kamera tidak memuaskan sutradara. Sebagai sutradara perfeksionis, Teddy pun meminta pengulangan adegan berkali-kali hingga tangan Mario lebam benaran.
“Mas Teddy itu maunya yang real memang. Adegan saya sama Aurelie saja itu panjang-panjang banget skenarionya, tapi maunya one shot,” ucap Mario.

Hal berkesan juga dialami pemeran lain yang juga pesinetron Arya Saloka berperan sebagai Bayu. Menariknya, Arya mengungkapkan ini adalah pengalaman baru baginya bermain sebagai pencinta pesta. Bahkan, diakui Arya, selama 27 tahun usianya, belum pernah sekalipun menginjakkan kaki di festival DWP.

“Tantangan filmnya nggak ada sih. Cuma saya nggak pernah ke DWP sama sekali. Jadi, nggak tahu rasanya ke DWP bagaimana,” kata Arya yang mengaku pernah clubbing beberapa kali.

Clubbing pernah, tapi auranya kan beda pas datang ke klub A, klub B. Pas syuting saja nanya , memang DWP bagaimana sih,” ucap Arya diselingi tawa.Berbeda dengan pemeran lainnya, Arya Vasco, yang mengaku lumayan suka dengan DWP. Dia pun makin tertarik dengan film ini karena digarap oleh Teddy. Dia melihat bahwa Teddy adalah seorang sutradara hebat di dunia perfilman Indonesia. “Salah satu film Indonesia favorit gue itu yang judulnya Lovely Man,” ujar pria blasteran Belanda ini.Meski memiliki cerita tentang perjalanan anakanak muda menuju DWP, Vasco yakin film ini akan mudah dicerna. Suguhan musik dan warna yang bagus juga akan memberikan pesona tersendiri dalam filmnya nanti. “Gue suka film ini karena easy going, gampang diserap dan nggak terlalu banyak mikir, tapi juga karya dari musiknya, sound-nya, warnanya bagus. Ceritanya juga bagus,” katanya. Film ini juga didukung oleh Aurelie Moeremans, Ganindra Bimo, dan Putri Marino.
(poe,afs)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6373 seconds (0.1#10.140)