CERMIN: Imajinasi adalah Harta Paling Berharga Bagi seorang Anak
loading...

Film IF: Imaginary Friends mengisahkan tentang seorang anak dan teman khayalan yang dilupakan jelang masa pensiun mereka. Foto/Paramount Pictures
A
A
A
JAKARTA - Tahun 2018. John Krasinski adalah kita. Saat ia membuat A Quite Place yang lantas menjadi box office, ia mempersembahkannya untuk anak-anaknya, walau film tersebut sesungguhnya tak cocok ditonton oleh anak-anak.
Kehadiran seorang anak memang membuat banyak dari kita sebagaimana John menyadari perubahan kita melihat dunia. Saya pun demikian.
Anak-anak membuat saya yakin bahwa apa pun yang saya buat untuk mereka hari ini kelak akan mereka tonton dan bisa jadi refleksi untuk masa depan. Sebagaimana saya, John pun akhirnya berkesempatan membuat film yang cocok untuk anak-anak berjudul IF: Imaginary Friend.
Dengan pilihan judul sedemikian, kita sudah tahu apa yang ingin dibicarakan John dalam film terbarunya kali ini. Ia berangkat dari premis bahwa apakah teman khayalan yang dimiliki anak-anak semasa kecil sekadar imajinasi mereka atau sesungguhnya benar-benar ada.
Premis yang menggelitik ini sangat menarik untuk dikulik, tapi juga butuh keuletan untuk tetap membuatnya sederhana, berjalan lancar, dan terutama mudah dimengerti.
![CERMIN: Imajinasi adalah Harta Paling Berharga Bagi seorang Anak]()
Foto: Paramount Pictures
Imajinasi bisa jadi adalah harta paling berharga yang dimiliki seorang anak. Langit bahkan tak bisa menjadi batas bagi imajinasi mereka. Apa pun bisa melompat-lompat dari imajinasi mereka, membuat dunia mereka terasa lebih berwarna dan juga tentu saja membuat mereka selalu berani membayangkan hal-hal yang tak mungkin.
Namun mengapa ketika kita beranjak dewasa, imajinasi itu pun perlahan-lahan meninggalkan kita dan membuat kita sering kali frustrasi ketika berhadapan dengan realitas yang menyakitkan?
Tak bisakah kita tetap memiliki imajinasi tak berbatas bahkan ketika kita beranjak dewasa, menjalani kehidupan sebagai orang dewasa dengan pekerjaan tetap, istri yang berjuang membesarkan anak-anak, dan kita yang sesekali merasa terjebak di antaranya?
Kehadiran seorang anak memang membuat banyak dari kita sebagaimana John menyadari perubahan kita melihat dunia. Saya pun demikian.
Anak-anak membuat saya yakin bahwa apa pun yang saya buat untuk mereka hari ini kelak akan mereka tonton dan bisa jadi refleksi untuk masa depan. Sebagaimana saya, John pun akhirnya berkesempatan membuat film yang cocok untuk anak-anak berjudul IF: Imaginary Friend.
Dengan pilihan judul sedemikian, kita sudah tahu apa yang ingin dibicarakan John dalam film terbarunya kali ini. Ia berangkat dari premis bahwa apakah teman khayalan yang dimiliki anak-anak semasa kecil sekadar imajinasi mereka atau sesungguhnya benar-benar ada.
Premis yang menggelitik ini sangat menarik untuk dikulik, tapi juga butuh keuletan untuk tetap membuatnya sederhana, berjalan lancar, dan terutama mudah dimengerti.

Foto: Paramount Pictures
Imajinasi bisa jadi adalah harta paling berharga yang dimiliki seorang anak. Langit bahkan tak bisa menjadi batas bagi imajinasi mereka. Apa pun bisa melompat-lompat dari imajinasi mereka, membuat dunia mereka terasa lebih berwarna dan juga tentu saja membuat mereka selalu berani membayangkan hal-hal yang tak mungkin.
Namun mengapa ketika kita beranjak dewasa, imajinasi itu pun perlahan-lahan meninggalkan kita dan membuat kita sering kali frustrasi ketika berhadapan dengan realitas yang menyakitkan?
Tak bisakah kita tetap memiliki imajinasi tak berbatas bahkan ketika kita beranjak dewasa, menjalani kehidupan sebagai orang dewasa dengan pekerjaan tetap, istri yang berjuang membesarkan anak-anak, dan kita yang sesekali merasa terjebak di antaranya?
Lihat Juga :