Perkuat Imunitas Anak
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pembentukan kekebalan tubuh melalui proses imunisasi sangat penting bagi anak hingga orang dewasa. Imunisasi melalui pemberian vaksin merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit. Data dari Badan Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO), sekitar 1,5 juta anak meninggal setiap tahun karena penyakit yang sejatinya bisa dicegah dengan imunisasi.
Pemberian vaksin kepada anak secara klinis menciptakan tumbuh kembang anak yang sehat, tidak mudah terinfeksi virus, dan terhindar dari kematian akibat komplikasi beragam penyakit. Imunisasi yang lengkap menjadi jaminan bagi kesehatan dan keselamatan anak. Begitu pentingnya peran imunisasi ini sehingga pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan No 42 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Imunisasi. Namun kesadaran imunisasi, terutama imunisasi lengkap di Indonesia, masih berada di angka 12%.
Data program imunisasi nasional menunjukkan penurunan kesadaran pentingnya vaksinasi. Misalnya vaksinasi measles, mumps, and rubella (MMR) yang menurun 13% antara Januari sampai Maret 2020 jika dibandingkan dengan tahun lalu. Jika diabaikan, penurunan ini bisa berdampak pada anak dengan risiko komplikasi berat hingga kematian. (Baca: Apakah Kacang Tanah Baik untuk Penderita Diabetes?)
"Kurangnya kesadaran orang tua dalam memahami manfaat dan pentingnya imunisasi secara lengkap menjadi penyebab kurangnya cakupan vaksinasi. Ibu harus memastikan per?lindungan optimal bagi anak mereka melalui vaksinasi," ujar Ketua Bidang Hubungan Masyarakat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Prof Hartono Gunardi di Jakarta kemarin.
Campak, gondongan, rubela, dan varisela merupakan jenis penyakit yang bisa berdampak serius bagi anak. "Mengacu pada imbauan dari IDAI dan Kementrian Kesehatan untuk tidak menunda imunisasi anak, kami menganjurkan para orang tua untuk segera datang ke dokter dan memastikan anak sudah mendapatkan imunisasi lengkap, terutama untuk imunisasi campak, gondongan, rubela, dan varisela," sebutnya.
Virus campak, gondongan, rubela, dan varisela umumnya menyerang anak-anak di usia sekolah dasar dan dapat memicu penyakit lain yang berbahaya. Varisela yang dikenal dengan cacar air misalnya memiliki kemungkinan penularan sebesar 90% pada individu yang rentan. Virus tersebut dapat menyerang seluruh kelompok umur, termasuk bayi yang baru lahir. Hampir 90% pasien dengan varisela adalah anak usia di bawah 15 tahun.
"Vaksin campak, gondongan, dan rubela atau yang lebih dikenal dengan MMR sebaiknya diberikan sebanyak 2 kali, yaitu kepada anak berusia 15 bulan dan 5 tahun. Adapun anak yang belum mendapatkan imunisasi campak pada usia 12 bulan dapat diberi imunisasi MMR," tutur Hartono. (Baca juga: Tak Ingin Solo Jadi Ajang Coba-coba, PKS Siapkan Lawan Gibran)
Sayangnya kesadaran masyarakat Indonesia akan pentingnya imunisasi masih sangat rendah. Sepanjang 2016–2019, ada empat daerah yang memiliki angka cakupan di bawah 80% yang merupakan angka target nasional. Keempat daerah tersebut adalah Aceh, Nusa Tenggara Timur (NTT), Papua, dan Kalimantan Utara.
Kepala Pusat Litbang Sumber Daya dan Pelayanan Kesehatan Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Irmansyah mengatakan, kondisi itu sangat timpang bila dibandingkan dengan Pulau Jawa yang cakupannya mencapai 95%. Belum meratanya cakupan imunisasi itu disebabkan berbagai faktor, antara lain rendahnya kesadaran masyarakat terhadap imunisasi dan luasnya wilayah.
"Contohnya masyarakat enggan membawa anak imunisasi karena alasan anak akan sakit atau panas setelah diimunisasi. Atau adanya isu mengenai halal dan haramnya vaksin yang digunakan,” ungkapnya.
Karena itu pendekatan keluarga melalui puskesmas menjadi jalan pemerintah untuk meningkatkan jangkauan sasaran dan cakupan imunisasi agar merata, terutama di daerah dengan cakupan imunisasi rendah.
Jika sang buah hati belum mendapatkan imunisasi lengkap, anak akan memiliki risiko tinggi dan lebih rentan terhadap berbagai penyakit dari virus yang mudah menular saat mereka bermain dan bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. (Baca juga: Militer AS Diam-diam Tertarik dengan Rudal Hipersonik Nuklir)
"Jika anak terlambat imunisasi tetap dianjurkan untuk melanjutkan imunisasi atau yang dikenal dengan imunisasi kejar (catch-up immunization)," tutur dokter spesialis anak dari RS Pondok Indah, dr Ellen Wijaya, SpA.
Imunisasi kejar adalah imunisasi yang diberikan di luar waktu yang direkomendasikan. Pemberian imunisasi yang terlambat tetap memberikan respons perlindungan pada tubuh meski belum untuk jangka waktu yang panjang. "Namun orang tua perlu mengetahui jenis vaksin yang masih bisa diberikan untuk si kecil, jadwal, serta frekuensi pemberiannya," lanjut Ellen.
Sebagai contoh, vaksin difteri pertusis dan tetanus (DPT) yang diperlukan untuk mencegah kondisi saat sakit berat akibat penyakit ini diberikan tiga kali sebagai imunisasi dasar. "Apabila vaksin DPT terlambat diberikan, berapa pun interval keterlambatannya jangan mengulang dari awal, tetapi langsung lanjutkan pemberian imunisasi. Hal serupa juga berlaku pada pemberian vaksin lainnya, antara lain hepatitis B, polio, MMR, hepatitis A, demam tifoid, serta varisela," papar Ellen.
Ada beberapa catatan tambahan yang perlu diperhatikan oleh orang tua dalam melakukan imunisasi kejar. Pemberian vaksin BCG yang bermanfaat untuk mencegah sakit berat akibat tuberkulosis dianjurkan sebelum usia 3 bulan dengan jadwal optimal usia 2 bulan.
"Namun jika si kecil belum mendapat imunisasi dan sudah berusia di atas 3 bulan, perlu dilakukan uji tuberkulin terlebih dahulu sebelum mendapat vaksin BCG," papar Ellen.
Vaksin pneumokokus (PCV) sesuai dengan jadwal imunisasi IDAI diberikan tiga kali, yaitu pada usia 2 bulan, 4 bulan, dan 6 bulan, kemudian lanjutan (booster) pada saat bayi berusia 12 bulan. Namun jika si kecil terlambat dengan jadwal tersebut dan saat ini sudah berusia 7–12 bulan, pemberian PCV hanya dilakukan dua kali dengan interval dua bulan dan booster diberikan pada usia lebih dari 12 bulan atau minimal dua bulan setelah dosis terakhir. (Lihat videonya: Bayern ke Final Liga Champion, Optimis Raih Treble Winner)
"Pada anak di atas usia dua tahun, vaksin PCV diberikan cukup satu kali," tambahnya.
Demikian pula dengan vaksin Haemophillus influenza B (HiB) yang bermanfaat untuk mencegah radang otak (meningitis) dan radang paru (pneumonia) tidak lagi diberikan kepada anak yang berusia di atas 5 tahun.
"Orang tua perlu khawatir jika anak belum mendapat imunisasi karena artinya si kecil belum mendapat perlindungan yang optimal terhadap penyakit yang bisa dicegah dengan pemberian imunisasi," tutur Ellen. (Aprilia S Andyna)
Pemberian vaksin kepada anak secara klinis menciptakan tumbuh kembang anak yang sehat, tidak mudah terinfeksi virus, dan terhindar dari kematian akibat komplikasi beragam penyakit. Imunisasi yang lengkap menjadi jaminan bagi kesehatan dan keselamatan anak. Begitu pentingnya peran imunisasi ini sehingga pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan No 42 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Imunisasi. Namun kesadaran imunisasi, terutama imunisasi lengkap di Indonesia, masih berada di angka 12%.
Data program imunisasi nasional menunjukkan penurunan kesadaran pentingnya vaksinasi. Misalnya vaksinasi measles, mumps, and rubella (MMR) yang menurun 13% antara Januari sampai Maret 2020 jika dibandingkan dengan tahun lalu. Jika diabaikan, penurunan ini bisa berdampak pada anak dengan risiko komplikasi berat hingga kematian. (Baca: Apakah Kacang Tanah Baik untuk Penderita Diabetes?)
"Kurangnya kesadaran orang tua dalam memahami manfaat dan pentingnya imunisasi secara lengkap menjadi penyebab kurangnya cakupan vaksinasi. Ibu harus memastikan per?lindungan optimal bagi anak mereka melalui vaksinasi," ujar Ketua Bidang Hubungan Masyarakat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Prof Hartono Gunardi di Jakarta kemarin.
Campak, gondongan, rubela, dan varisela merupakan jenis penyakit yang bisa berdampak serius bagi anak. "Mengacu pada imbauan dari IDAI dan Kementrian Kesehatan untuk tidak menunda imunisasi anak, kami menganjurkan para orang tua untuk segera datang ke dokter dan memastikan anak sudah mendapatkan imunisasi lengkap, terutama untuk imunisasi campak, gondongan, rubela, dan varisela," sebutnya.
Virus campak, gondongan, rubela, dan varisela umumnya menyerang anak-anak di usia sekolah dasar dan dapat memicu penyakit lain yang berbahaya. Varisela yang dikenal dengan cacar air misalnya memiliki kemungkinan penularan sebesar 90% pada individu yang rentan. Virus tersebut dapat menyerang seluruh kelompok umur, termasuk bayi yang baru lahir. Hampir 90% pasien dengan varisela adalah anak usia di bawah 15 tahun.
"Vaksin campak, gondongan, dan rubela atau yang lebih dikenal dengan MMR sebaiknya diberikan sebanyak 2 kali, yaitu kepada anak berusia 15 bulan dan 5 tahun. Adapun anak yang belum mendapatkan imunisasi campak pada usia 12 bulan dapat diberi imunisasi MMR," tutur Hartono. (Baca juga: Tak Ingin Solo Jadi Ajang Coba-coba, PKS Siapkan Lawan Gibran)
Sayangnya kesadaran masyarakat Indonesia akan pentingnya imunisasi masih sangat rendah. Sepanjang 2016–2019, ada empat daerah yang memiliki angka cakupan di bawah 80% yang merupakan angka target nasional. Keempat daerah tersebut adalah Aceh, Nusa Tenggara Timur (NTT), Papua, dan Kalimantan Utara.
Kepala Pusat Litbang Sumber Daya dan Pelayanan Kesehatan Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Irmansyah mengatakan, kondisi itu sangat timpang bila dibandingkan dengan Pulau Jawa yang cakupannya mencapai 95%. Belum meratanya cakupan imunisasi itu disebabkan berbagai faktor, antara lain rendahnya kesadaran masyarakat terhadap imunisasi dan luasnya wilayah.
"Contohnya masyarakat enggan membawa anak imunisasi karena alasan anak akan sakit atau panas setelah diimunisasi. Atau adanya isu mengenai halal dan haramnya vaksin yang digunakan,” ungkapnya.
Karena itu pendekatan keluarga melalui puskesmas menjadi jalan pemerintah untuk meningkatkan jangkauan sasaran dan cakupan imunisasi agar merata, terutama di daerah dengan cakupan imunisasi rendah.
Jika sang buah hati belum mendapatkan imunisasi lengkap, anak akan memiliki risiko tinggi dan lebih rentan terhadap berbagai penyakit dari virus yang mudah menular saat mereka bermain dan bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. (Baca juga: Militer AS Diam-diam Tertarik dengan Rudal Hipersonik Nuklir)
"Jika anak terlambat imunisasi tetap dianjurkan untuk melanjutkan imunisasi atau yang dikenal dengan imunisasi kejar (catch-up immunization)," tutur dokter spesialis anak dari RS Pondok Indah, dr Ellen Wijaya, SpA.
Imunisasi kejar adalah imunisasi yang diberikan di luar waktu yang direkomendasikan. Pemberian imunisasi yang terlambat tetap memberikan respons perlindungan pada tubuh meski belum untuk jangka waktu yang panjang. "Namun orang tua perlu mengetahui jenis vaksin yang masih bisa diberikan untuk si kecil, jadwal, serta frekuensi pemberiannya," lanjut Ellen.
Sebagai contoh, vaksin difteri pertusis dan tetanus (DPT) yang diperlukan untuk mencegah kondisi saat sakit berat akibat penyakit ini diberikan tiga kali sebagai imunisasi dasar. "Apabila vaksin DPT terlambat diberikan, berapa pun interval keterlambatannya jangan mengulang dari awal, tetapi langsung lanjutkan pemberian imunisasi. Hal serupa juga berlaku pada pemberian vaksin lainnya, antara lain hepatitis B, polio, MMR, hepatitis A, demam tifoid, serta varisela," papar Ellen.
Ada beberapa catatan tambahan yang perlu diperhatikan oleh orang tua dalam melakukan imunisasi kejar. Pemberian vaksin BCG yang bermanfaat untuk mencegah sakit berat akibat tuberkulosis dianjurkan sebelum usia 3 bulan dengan jadwal optimal usia 2 bulan.
"Namun jika si kecil belum mendapat imunisasi dan sudah berusia di atas 3 bulan, perlu dilakukan uji tuberkulin terlebih dahulu sebelum mendapat vaksin BCG," papar Ellen.
Vaksin pneumokokus (PCV) sesuai dengan jadwal imunisasi IDAI diberikan tiga kali, yaitu pada usia 2 bulan, 4 bulan, dan 6 bulan, kemudian lanjutan (booster) pada saat bayi berusia 12 bulan. Namun jika si kecil terlambat dengan jadwal tersebut dan saat ini sudah berusia 7–12 bulan, pemberian PCV hanya dilakukan dua kali dengan interval dua bulan dan booster diberikan pada usia lebih dari 12 bulan atau minimal dua bulan setelah dosis terakhir. (Lihat videonya: Bayern ke Final Liga Champion, Optimis Raih Treble Winner)
"Pada anak di atas usia dua tahun, vaksin PCV diberikan cukup satu kali," tambahnya.
Demikian pula dengan vaksin Haemophillus influenza B (HiB) yang bermanfaat untuk mencegah radang otak (meningitis) dan radang paru (pneumonia) tidak lagi diberikan kepada anak yang berusia di atas 5 tahun.
"Orang tua perlu khawatir jika anak belum mendapat imunisasi karena artinya si kecil belum mendapat perlindungan yang optimal terhadap penyakit yang bisa dicegah dengan pemberian imunisasi," tutur Ellen. (Aprilia S Andyna)
(ysw)