Waspada! Ini Bahaya Overthinking yang Perlu Kamu Tahu!
loading...

Peneliti Utama Health Collaborative Center (HCC) Dr. Ray Wagiu Basrowi.
A
A
A
JAKARTA - Fenomena overthinking atau berpikir negatif berlebihan kini semakin menjadi perhatian di Indonesia terutama marak terjadi dikalangan anak muda.
Dalam studi terbaru yang dilakukan oleh Health Collaborative Center (HCC) dengan Peneliti Utama Dr. Ray Wagiu Basrowi mengungkapkan bahwa setengah dari populasi orang Indonesia yang diteliti mengalami pola pikir negatif yang berulang atau repetitive negative thinking, dengan kecenderungan khawatir berlebihan terhadap masa depan, sehingga dikenal sebagai overthinking.
Untuk itulah, Health Collaborative Center (HCC) memberikan rekomendasi bagi pemerintah untuk perlu melakukan langkah-langkah yang sistemik guna mengatasi penyebab-penyebab fenomena overthinking yang dialami setengah dari populasi Indonesia.
Menurut Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK, FRSPH, selaku peneliti utama, fenomena overthinking ini bukan hanya sekadar kebiasaan berpikir negatif, tetapi memiliki dampak psikologis yang signifikan terhadap kehidupan sehari-hari masyarakat.
Sebagian besar mengalami ruminasi atau kekhawatiran pada masa lalu dan kombinasi dengan repetitive negative thinking atau kekhawatiran berlebihan pada masa depan atau yang kemudian dikenal sebagai overthinking.
“Overthingking ini ditemukan secara luas pada separuh orang Indonesia yang diwakili responden penelitian ini, dengan overthinking dominan terlihat pada usia muda, kurang dari 40-tahun, perempuan, dan yang tidak bekerja atau yang baru saja kehilangan pekerjaan," kata Peneliti Utama HCC Ray Wagiu Basrowi dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, belum lama ini.
Ray melanjutkan studi oleh pihaknya mengidentifikasi beberapa faktor utama yang berkontribusi terhadap peningkatan kasus overthinking di Indonesia, antara lain kenaikan harga bahan pokok yang terbilang signifikan meningkatkan risiko overthinking hingga dua kali lipat, biaya pengobatan yang semakin mahal meningkatkan risiko overthinking hingga 2,2 kali lipat.
"Informasi politik yang membingungkan meningkatkan risiko overthinking hingga 1,8 kali lipat dan faktor kesehatan seperti berita tentang penyakit baru dan risiko wabah, menjadi pemicu dominan overthinking," katanya.
Adapun penelitian ini, katanya, melibatkan 1.061 responden dari 29 provinsi selama Januari hingga Februari 2025. Studi pihaknya menemukan bahwa setengah dari populasi orang Indonesia yang diteliti mengalami pola pikir negatif yang berulang atau repetitive negative thinking, dengan kecenderungan khawatir berlebihan terhadap masa depan, sehingga dikenal sebagai overthinking.
Ray menyebutkan penelitian yang melibatkan 1.061 responden dari 29 provinsi selama Januari hingga Februari 2025 menemukan bahwa 50 persen dari mereka mengalami overthinking, sementara 30 persen mengalami ruminasi yakni kebiasaan berpikir berulang tentang kejadian negatif pada masa lalu tanpa solusi. "Sebanyak 19 persen responden memiliki pola pikir reflektif yang lebih sehat," katanya.
Dalam studi terbaru yang dilakukan oleh Health Collaborative Center (HCC) dengan Peneliti Utama Dr. Ray Wagiu Basrowi mengungkapkan bahwa setengah dari populasi orang Indonesia yang diteliti mengalami pola pikir negatif yang berulang atau repetitive negative thinking, dengan kecenderungan khawatir berlebihan terhadap masa depan, sehingga dikenal sebagai overthinking.
Untuk itulah, Health Collaborative Center (HCC) memberikan rekomendasi bagi pemerintah untuk perlu melakukan langkah-langkah yang sistemik guna mengatasi penyebab-penyebab fenomena overthinking yang dialami setengah dari populasi Indonesia.
Menurut Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK, FRSPH, selaku peneliti utama, fenomena overthinking ini bukan hanya sekadar kebiasaan berpikir negatif, tetapi memiliki dampak psikologis yang signifikan terhadap kehidupan sehari-hari masyarakat.
Sebagian besar mengalami ruminasi atau kekhawatiran pada masa lalu dan kombinasi dengan repetitive negative thinking atau kekhawatiran berlebihan pada masa depan atau yang kemudian dikenal sebagai overthinking.
“Overthingking ini ditemukan secara luas pada separuh orang Indonesia yang diwakili responden penelitian ini, dengan overthinking dominan terlihat pada usia muda, kurang dari 40-tahun, perempuan, dan yang tidak bekerja atau yang baru saja kehilangan pekerjaan," kata Peneliti Utama HCC Ray Wagiu Basrowi dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, belum lama ini.
Ray melanjutkan studi oleh pihaknya mengidentifikasi beberapa faktor utama yang berkontribusi terhadap peningkatan kasus overthinking di Indonesia, antara lain kenaikan harga bahan pokok yang terbilang signifikan meningkatkan risiko overthinking hingga dua kali lipat, biaya pengobatan yang semakin mahal meningkatkan risiko overthinking hingga 2,2 kali lipat.
"Informasi politik yang membingungkan meningkatkan risiko overthinking hingga 1,8 kali lipat dan faktor kesehatan seperti berita tentang penyakit baru dan risiko wabah, menjadi pemicu dominan overthinking," katanya.
Adapun penelitian ini, katanya, melibatkan 1.061 responden dari 29 provinsi selama Januari hingga Februari 2025. Studi pihaknya menemukan bahwa setengah dari populasi orang Indonesia yang diteliti mengalami pola pikir negatif yang berulang atau repetitive negative thinking, dengan kecenderungan khawatir berlebihan terhadap masa depan, sehingga dikenal sebagai overthinking.
Ray menyebutkan penelitian yang melibatkan 1.061 responden dari 29 provinsi selama Januari hingga Februari 2025 menemukan bahwa 50 persen dari mereka mengalami overthinking, sementara 30 persen mengalami ruminasi yakni kebiasaan berpikir berulang tentang kejadian negatif pada masa lalu tanpa solusi. "Sebanyak 19 persen responden memiliki pola pikir reflektif yang lebih sehat," katanya.
Lihat Juga :