Teknologi Digital Jadi Wajah Baru Dunia Hiburan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Teknologi digital menjadi salah satu cara membangkitkan industri kreatif di tengah pandemi. Virtual show seakan menjadi media baru untuk para pelaku seni mempertahankan eksistensinya.
Meskipun terpengaruh pandemi Covid-19, industri hiburan di berbagai belahan dunia kini mulai bergeliat kembali. Salah satunya dengan mengandalkan teknologi digital. Berbagai event digelar dengan layanan virtual show yang bisa diakses secara gratis ataupun berbayar. (Baca: Inilah 10 Adab Berbicara Agar Lisan Terjaga)
Seperti yang dilakukan solidaritas para artis Indonesia yang membuat konser bertema penggalangan dana untuk para tenaga medis di Indonesia. Konser yang dapat disaksikan secara streaming di laman Youtube tersebut diikuti 12 penyanyi Tanah Air seperti Ari Lasso, Anji, Andien, Yura Yunita, Raissa, Lea Simanjuntak, Tompi, dan Ahmad Albar.
Lewat konser amal tersebut para artis mampu mengumpulkan dana mencapai Rp1 miliar yang dibagikan kepada ribuan tim medis karena sudah bekerja keras dengan penuh risiko merawat pasien dalam pengawasan dan penyembuhan pasien korona.
"Ide awalnya membuat konser virtual ini sebagai bentuk solidaritas untuk para tim medis yang bekerja cukup keras. Selain itu, memang mengajak para musisi Tanah Air agar bisa terus berkarya walau hanya melalui sarana virtual," jelas Tompi, salah satu musisi yang turut melakukan penggalangan dana.
Dokter yang sekaligus musisi Jazz ini mengaku banyak kendala yang harus dipersiapkan dalam melakukan konser amal. seperti menyamakan audio dan keselarasan nada. Jaringan internet harus terus stabil.
"Adanya virtual show ini sangat efisien dan biayanya juga cukup murah. Dilihatnya memang sederhana, tapi di balik itu banyak banget kendala seperti menyelaraskan nada dengan tempo musik agar bisa sama saat didengar. Kkarena konser vitual itu tidak semudah menyanyi langsung," jelas Tompi. (Baca juga: Kemendikbud Akan Kembangkan SMK untuk Bangun Desa)
Di mancanegara, konser amal serupa juga banyak digelar oleh artis-artis papan atas dunia seperti Rolling Stones. Konser bertajuk 'One World : Together at Home' ini mampu meraup dana total USD127 juta atau sekitar Rp1,86 triliun. Konser amal tersebut banyak diikuti sejumlah musisi ternama seperti Taylor Swift, Billie Eilish, Lizzo, Jennifer Lopez, dan Keith Urban.
Tidak hanya berhenti pada konser amal, pagelaran virtual disajikan dengan beragam konsep acara. Mulai dari bazar virtual, nonton bareng, jumpa fans daring, kompetisi cosplay, workshop daring, webinar, kelas-kelas daring yang bersifat edukatif maupun pengembangan diri, talkshow dengan narasumber ternama, dan kompetisi esports.
Bahkan, peragaan busana pun bisa disaksikan secara virtual. Belum lama ini, Kurator dan Crea?tive Director, Jay Subyakto, mengadakan pagelaran peragaan busana secara virtual. Tentunya pagelaran ini ditujukan untuk memberikan semangat kepada para desainer muda Indonesia dan sekaligus membantu bisnis para UMKM (usaha mikro kecil menengah) di bidang fesyen agar tetap eksis. (Baca juga: Perkuat Imunitas Agar Tetap Sehat Selama Pandemi)
"Bukan hanya tantangan, tetapi juga ada kelebihannya membuat virtual show ini. Kalau fashion show pada umumnya kita bisa dengan mudah menentukan tema. Kalau melalui gawai, kita harus bikin formatnya, karena harus ada detail, nuansa, bukan hanya sekadar orang memakai busana, tapi harus ada konsep visualnya," ungkap Jay.
Melihat banyaknya virtual show yang seakan menjadi tren baru, membuat pengamat media sosial, Nukman Luthfie mengungkapkan bahwa masyarakat sekarang sudah banyak beralih ke dunia daring untuk memenuhi kebutuhan hiburan dan sumber informasi. Selain itu, agar para pelaku dunia hiburan bisa tetap berproduktif dan tidak jalan di tempat saja.
"Hiburan atau showbiz dalam bentuk virtual atau daring ini semakin banyak diminati, sehingga para pelaku bisnis atau penyelenggara berlomba-lomba ikut meramaikan dunia maya dengan berbagi acara kreatif dan konten acara hiburan yang beraneka ragam," jelas Nukman.
Beberapa platform digital pun seakan tidak mau kalah menawarkan aplikasi terbaiknya, seperti Loket Live yang memberikan layanan komprehensif dalam satu platform. Layanan ini berperan sebagai end to end service bagi para kreator acara, mulai dari pembuatan konsep dan persiapan event, pembuatan halaman event secara virtual, tampilan halaman streaming video, hingga analisis laporan setelah event selesai. (Baca juga: Didesak Mundur Puluhan Ribu Demonstran, PM Thailand Bertahan)
"Secara konsep, kami memberikan eksklusivitas dengan fitur lengkap untuk membantu pelaku industri, khususnya penyelenggara event agar bisa menyelenggarakan acaranya dengan cara yang mudah digunakan, efektif, dan efisien," Head of LOKET, Tubagus Utama.
Namun, bukan berarti dengan gabung dalam satu platform digital tidak memiliki tantangan tersendiri dalam membuat suatu virtual show bisa berjalan lancar. Banyak tantangan yang harus dilalui salah satunya bagaimana menghadirkan suasana dan juga detail pengalaman menyaksikan produk yang dipersembahkan hanya dari layar kaca. Selain itu, koneksi jaringan yang harus selalu dijaga.
"Tantangan lainnya para pelaku industri harus bisa beradaptasi dengan kondisi saat ini dan menggunakan kreativitas dalam menghadapi tantangan. Karena hanya yang kreatif, mampu melihat peluang, meningkatkan kompetensi, dan bertahan," ungkapnya.
Meskipun menawarkan banyak kemudahan, virtual show juga memiliki sisi negatif untuk masyarakat, salah satunya adalah kejenuhan. ?Direktur GM Production Indonesia yang juga sebagai ketua DPD Industri Event Indonesia (IVENDO), Ridho Sinto Mardaris, mengatakan, apabila konsep virtual ini dilakukan secara terus-menerus maka akan membuat masyarakat menjadi jenuh. (Lihat videonya: Pernyataan Bank Dunia Mengenai Undang-Undang Cipta Kerja)
Pihaknya pun belum menemukan formula yang tepat dalam membuat penyelenggaraan pertunjukan virtual. Permasalahannya, bagaimana para pekerja event ini bisa mendatangkan massa untuk menonton secara virtual namun tetap tidak berbayar?
"Masyarakat kita lama-kelamaan sudah mulai jenuh, karena mereka sudah terlalu sering melakukan zoom meeting dan konser virtual. Mereka pun menilai pengalaman nonton langsung dan dilayar itu berbeda, masyarakat Indonesia lebih menyukai interaksi langsung," tegas Ridho. (Aprilia S Andyna)
Meskipun terpengaruh pandemi Covid-19, industri hiburan di berbagai belahan dunia kini mulai bergeliat kembali. Salah satunya dengan mengandalkan teknologi digital. Berbagai event digelar dengan layanan virtual show yang bisa diakses secara gratis ataupun berbayar. (Baca: Inilah 10 Adab Berbicara Agar Lisan Terjaga)
Seperti yang dilakukan solidaritas para artis Indonesia yang membuat konser bertema penggalangan dana untuk para tenaga medis di Indonesia. Konser yang dapat disaksikan secara streaming di laman Youtube tersebut diikuti 12 penyanyi Tanah Air seperti Ari Lasso, Anji, Andien, Yura Yunita, Raissa, Lea Simanjuntak, Tompi, dan Ahmad Albar.
Lewat konser amal tersebut para artis mampu mengumpulkan dana mencapai Rp1 miliar yang dibagikan kepada ribuan tim medis karena sudah bekerja keras dengan penuh risiko merawat pasien dalam pengawasan dan penyembuhan pasien korona.
"Ide awalnya membuat konser virtual ini sebagai bentuk solidaritas untuk para tim medis yang bekerja cukup keras. Selain itu, memang mengajak para musisi Tanah Air agar bisa terus berkarya walau hanya melalui sarana virtual," jelas Tompi, salah satu musisi yang turut melakukan penggalangan dana.
Dokter yang sekaligus musisi Jazz ini mengaku banyak kendala yang harus dipersiapkan dalam melakukan konser amal. seperti menyamakan audio dan keselarasan nada. Jaringan internet harus terus stabil.
"Adanya virtual show ini sangat efisien dan biayanya juga cukup murah. Dilihatnya memang sederhana, tapi di balik itu banyak banget kendala seperti menyelaraskan nada dengan tempo musik agar bisa sama saat didengar. Kkarena konser vitual itu tidak semudah menyanyi langsung," jelas Tompi. (Baca juga: Kemendikbud Akan Kembangkan SMK untuk Bangun Desa)
Di mancanegara, konser amal serupa juga banyak digelar oleh artis-artis papan atas dunia seperti Rolling Stones. Konser bertajuk 'One World : Together at Home' ini mampu meraup dana total USD127 juta atau sekitar Rp1,86 triliun. Konser amal tersebut banyak diikuti sejumlah musisi ternama seperti Taylor Swift, Billie Eilish, Lizzo, Jennifer Lopez, dan Keith Urban.
Tidak hanya berhenti pada konser amal, pagelaran virtual disajikan dengan beragam konsep acara. Mulai dari bazar virtual, nonton bareng, jumpa fans daring, kompetisi cosplay, workshop daring, webinar, kelas-kelas daring yang bersifat edukatif maupun pengembangan diri, talkshow dengan narasumber ternama, dan kompetisi esports.
Bahkan, peragaan busana pun bisa disaksikan secara virtual. Belum lama ini, Kurator dan Crea?tive Director, Jay Subyakto, mengadakan pagelaran peragaan busana secara virtual. Tentunya pagelaran ini ditujukan untuk memberikan semangat kepada para desainer muda Indonesia dan sekaligus membantu bisnis para UMKM (usaha mikro kecil menengah) di bidang fesyen agar tetap eksis. (Baca juga: Perkuat Imunitas Agar Tetap Sehat Selama Pandemi)
"Bukan hanya tantangan, tetapi juga ada kelebihannya membuat virtual show ini. Kalau fashion show pada umumnya kita bisa dengan mudah menentukan tema. Kalau melalui gawai, kita harus bikin formatnya, karena harus ada detail, nuansa, bukan hanya sekadar orang memakai busana, tapi harus ada konsep visualnya," ungkap Jay.
Melihat banyaknya virtual show yang seakan menjadi tren baru, membuat pengamat media sosial, Nukman Luthfie mengungkapkan bahwa masyarakat sekarang sudah banyak beralih ke dunia daring untuk memenuhi kebutuhan hiburan dan sumber informasi. Selain itu, agar para pelaku dunia hiburan bisa tetap berproduktif dan tidak jalan di tempat saja.
"Hiburan atau showbiz dalam bentuk virtual atau daring ini semakin banyak diminati, sehingga para pelaku bisnis atau penyelenggara berlomba-lomba ikut meramaikan dunia maya dengan berbagi acara kreatif dan konten acara hiburan yang beraneka ragam," jelas Nukman.
Beberapa platform digital pun seakan tidak mau kalah menawarkan aplikasi terbaiknya, seperti Loket Live yang memberikan layanan komprehensif dalam satu platform. Layanan ini berperan sebagai end to end service bagi para kreator acara, mulai dari pembuatan konsep dan persiapan event, pembuatan halaman event secara virtual, tampilan halaman streaming video, hingga analisis laporan setelah event selesai. (Baca juga: Didesak Mundur Puluhan Ribu Demonstran, PM Thailand Bertahan)
"Secara konsep, kami memberikan eksklusivitas dengan fitur lengkap untuk membantu pelaku industri, khususnya penyelenggara event agar bisa menyelenggarakan acaranya dengan cara yang mudah digunakan, efektif, dan efisien," Head of LOKET, Tubagus Utama.
Namun, bukan berarti dengan gabung dalam satu platform digital tidak memiliki tantangan tersendiri dalam membuat suatu virtual show bisa berjalan lancar. Banyak tantangan yang harus dilalui salah satunya bagaimana menghadirkan suasana dan juga detail pengalaman menyaksikan produk yang dipersembahkan hanya dari layar kaca. Selain itu, koneksi jaringan yang harus selalu dijaga.
"Tantangan lainnya para pelaku industri harus bisa beradaptasi dengan kondisi saat ini dan menggunakan kreativitas dalam menghadapi tantangan. Karena hanya yang kreatif, mampu melihat peluang, meningkatkan kompetensi, dan bertahan," ungkapnya.
Meskipun menawarkan banyak kemudahan, virtual show juga memiliki sisi negatif untuk masyarakat, salah satunya adalah kejenuhan. ?Direktur GM Production Indonesia yang juga sebagai ketua DPD Industri Event Indonesia (IVENDO), Ridho Sinto Mardaris, mengatakan, apabila konsep virtual ini dilakukan secara terus-menerus maka akan membuat masyarakat menjadi jenuh. (Lihat videonya: Pernyataan Bank Dunia Mengenai Undang-Undang Cipta Kerja)
Pihaknya pun belum menemukan formula yang tepat dalam membuat penyelenggaraan pertunjukan virtual. Permasalahannya, bagaimana para pekerja event ini bisa mendatangkan massa untuk menonton secara virtual namun tetap tidak berbayar?
"Masyarakat kita lama-kelamaan sudah mulai jenuh, karena mereka sudah terlalu sering melakukan zoom meeting dan konser virtual. Mereka pun menilai pengalaman nonton langsung dan dilayar itu berbeda, masyarakat Indonesia lebih menyukai interaksi langsung," tegas Ridho. (Aprilia S Andyna)
(ysw)