Pastikan Kualitas Udara Sehat Sebelum Olahraga Outdoor
loading...
A
A
A
JAKARTA - Olahraga di luar ruangan menjadi pilihan pada masa pandemi Covid-19 ini. Namun, sebaiknya cek kualitas udara sebelumnya.
Adanya pandemi Covid-19 membuat sebagian besar masyarakat memilih kegiatan olahraga luar ruangan (outdoor) agar kesehatannya tetap terjaga. Beberapa pilihan olahraga yang paling banyak diminati antara lain bersepeda, lari, jalan santai, hingga bermain futsal. Namun, nyatanya ada risiko pada kesehatan yang kurang disadari saat melakukan olahraga outdoor, yakni bahaya polusi udara. (Baca: Enam Jenis Bisikan Setan yang Merasuki Manusia)
Co-founder & Chief Growth Officer nafas Piotr Jakubowski menyebutkan, sudah bukan rahasia bahwa polusi udara sudah menjadi masalah terbesar di dunia, termasuk Indonesia. Kota Jakarta pun saat ini masuk dalam peringkat keempat kota paling tercemar di dunia.
“Melihat adanya tren olahraga outdoor yang semakin marak, kami mencoba untuk mengamati data kualitas udara di Jabodetabek yang diharapkan bisa menjadi penentu keselamatan saat berolahraga,” ucap Piotr, dalam jumpa pers virtual, Selasa (17/11/2020).
Berdasarkan data temuannya, banyak lokasi yang sering kali memiliki tingkat PM2.5 yang telah melebihi 100 (ambang batas aman). “Tentu ini menyoroti pentingnya mengambil tindakan pencegahan yang diperlukan untuk olahraga yang aman. Jangan sampai risiko kesehatan dari polusi udara ternyata melebihi manfaat berolahraga,” sebut Piotr. (Baca juga: Subsidi Gaji 2,4 Juta Guru Non-PNS Dicairkan)
Berdasarkan lima wilayah yang dipantau selama 30 hari pada Agustus 2020 (DKI Jakarta, Tangerang, Tangerang Selatan, Depok, Bekasi), kota dengan pembacaan PM2,5 rata-rata terendah adalah Bogor dan Jakarta Pusat. Sebaliknya, dua daerah yang paling memprihatinkan adalah Tangerang Selatan dan Bekasi yang memiliki kualitas udara 5 hari tidak layak untuk berjalan di luar selama lebih dari 30 menit. Sampel tersebut diambil dari 46 sensor kualitas udara di wilayah Jabodetabek pada eksposur selama olahraga pagi, yakni pukul 05.00 - 09.00 WIB.
Data temuan lainnya, rata-rata kualitas udara pada Jumat pagi di sebagian besar lokasi di Jabodetabek lebih baik dari hari-hari lainnya. Untuk wilayah Jakarta Pusat dan Tangerang, Kamis pagi memiliki kualitas udara terbaik selama seminggu.
Adapun beberapa hari dengan kualitas udara terburuk adalah Minggu, Selasa, dan Rabu, bergantung pada lokasinya. Di wilayah Tangerang, Tangerang Selatan, Jakarta Selatan, dan Bogor, Minggu menjadi hari dengan polusi tertinggi.
Tingginya tingkat polusi ini pun berpengaruh pada efektivitas lamanya berolahraga yang disarankan. Semakin tinggi tingkat PM2.5 (melebihi 100), maka semakin singkat waktu olahraga yang disarankan. (Baca juga: Bali Destinasi Bulan Madu Terbaik di Dunia)
Berdasarkan studi dari University of Cambridge yang berjudul “Dapatkah polusi udara menghapus manfaat kesehatan dari bersepeda dan berjalan kaki?”, jika level PM2.5 mencapai 100 ug/m3, maka berolahraga di atas 90 menit tidak akan bermanfaat bagi tubuh, dan justru membahayakan tubuh. Selanjutnya, jika tingkat PM2.5 di atas 165 ug/m3, maka waktu olahraga yang optimal adalah maksimal 30 menit.
Dokter spesialis paru (pulmonologist) dr Erlang Samoedro menjelaskan bahayanya jika PM2.5 terhirup. Menurut dia, sekali berolahraga, tingkat pernapasan akan meningkat signifikan hingga 40-60 napas per menit, berbeda dengan aktivitas normal yang hanya mengambil napas 15 kali per menit. (Lihat videonya: Pemerintah Austria Kembali Putuskan untuk Lockdown Kedua)
“Ditambah lagi, intensitas olahraga yang berbeda menyebabkan perbedaan volume udara yang dihirup. Tentu adanya peningkatan pernapasan saat berolahraga di kualitas udara yang buruk semakin memberi risiko jumlah aerosol yang terhirup, termasuk PM2.5. Beberapa risiko penyakit yang mungkin muncul karena terhirupnya PM2.5, antara lain asma, stroke, dan kanker paru-paru,” papar dr Erlang. (Iman Firmansyah)
Adanya pandemi Covid-19 membuat sebagian besar masyarakat memilih kegiatan olahraga luar ruangan (outdoor) agar kesehatannya tetap terjaga. Beberapa pilihan olahraga yang paling banyak diminati antara lain bersepeda, lari, jalan santai, hingga bermain futsal. Namun, nyatanya ada risiko pada kesehatan yang kurang disadari saat melakukan olahraga outdoor, yakni bahaya polusi udara. (Baca: Enam Jenis Bisikan Setan yang Merasuki Manusia)
Co-founder & Chief Growth Officer nafas Piotr Jakubowski menyebutkan, sudah bukan rahasia bahwa polusi udara sudah menjadi masalah terbesar di dunia, termasuk Indonesia. Kota Jakarta pun saat ini masuk dalam peringkat keempat kota paling tercemar di dunia.
“Melihat adanya tren olahraga outdoor yang semakin marak, kami mencoba untuk mengamati data kualitas udara di Jabodetabek yang diharapkan bisa menjadi penentu keselamatan saat berolahraga,” ucap Piotr, dalam jumpa pers virtual, Selasa (17/11/2020).
Berdasarkan data temuannya, banyak lokasi yang sering kali memiliki tingkat PM2.5 yang telah melebihi 100 (ambang batas aman). “Tentu ini menyoroti pentingnya mengambil tindakan pencegahan yang diperlukan untuk olahraga yang aman. Jangan sampai risiko kesehatan dari polusi udara ternyata melebihi manfaat berolahraga,” sebut Piotr. (Baca juga: Subsidi Gaji 2,4 Juta Guru Non-PNS Dicairkan)
Berdasarkan lima wilayah yang dipantau selama 30 hari pada Agustus 2020 (DKI Jakarta, Tangerang, Tangerang Selatan, Depok, Bekasi), kota dengan pembacaan PM2,5 rata-rata terendah adalah Bogor dan Jakarta Pusat. Sebaliknya, dua daerah yang paling memprihatinkan adalah Tangerang Selatan dan Bekasi yang memiliki kualitas udara 5 hari tidak layak untuk berjalan di luar selama lebih dari 30 menit. Sampel tersebut diambil dari 46 sensor kualitas udara di wilayah Jabodetabek pada eksposur selama olahraga pagi, yakni pukul 05.00 - 09.00 WIB.
Data temuan lainnya, rata-rata kualitas udara pada Jumat pagi di sebagian besar lokasi di Jabodetabek lebih baik dari hari-hari lainnya. Untuk wilayah Jakarta Pusat dan Tangerang, Kamis pagi memiliki kualitas udara terbaik selama seminggu.
Adapun beberapa hari dengan kualitas udara terburuk adalah Minggu, Selasa, dan Rabu, bergantung pada lokasinya. Di wilayah Tangerang, Tangerang Selatan, Jakarta Selatan, dan Bogor, Minggu menjadi hari dengan polusi tertinggi.
Tingginya tingkat polusi ini pun berpengaruh pada efektivitas lamanya berolahraga yang disarankan. Semakin tinggi tingkat PM2.5 (melebihi 100), maka semakin singkat waktu olahraga yang disarankan. (Baca juga: Bali Destinasi Bulan Madu Terbaik di Dunia)
Berdasarkan studi dari University of Cambridge yang berjudul “Dapatkah polusi udara menghapus manfaat kesehatan dari bersepeda dan berjalan kaki?”, jika level PM2.5 mencapai 100 ug/m3, maka berolahraga di atas 90 menit tidak akan bermanfaat bagi tubuh, dan justru membahayakan tubuh. Selanjutnya, jika tingkat PM2.5 di atas 165 ug/m3, maka waktu olahraga yang optimal adalah maksimal 30 menit.
Dokter spesialis paru (pulmonologist) dr Erlang Samoedro menjelaskan bahayanya jika PM2.5 terhirup. Menurut dia, sekali berolahraga, tingkat pernapasan akan meningkat signifikan hingga 40-60 napas per menit, berbeda dengan aktivitas normal yang hanya mengambil napas 15 kali per menit. (Lihat videonya: Pemerintah Austria Kembali Putuskan untuk Lockdown Kedua)
“Ditambah lagi, intensitas olahraga yang berbeda menyebabkan perbedaan volume udara yang dihirup. Tentu adanya peningkatan pernapasan saat berolahraga di kualitas udara yang buruk semakin memberi risiko jumlah aerosol yang terhirup, termasuk PM2.5. Beberapa risiko penyakit yang mungkin muncul karena terhirupnya PM2.5, antara lain asma, stroke, dan kanker paru-paru,” papar dr Erlang. (Iman Firmansyah)
(ysw)