Asuh Anak dengan Kasih Sayang, Bekerja dengan Hati Senang
loading...
A
A
A
SRI Fatmawati menjadi perbincangan kalangan peneliti, akademisi, dan para penggiat sains di Tanah Air. Perempuan mungil dari Tanah Madura ini baru saja terpilih sebagai Ketua Akademi Ilmuwan Muda Indonesia (ALMI) periode 2020-2022.
Koran SINDO terakhir bertemu dengan perempuan yang akrab disapa Fatma ini pada 2013 silam saat berhasil menjadi pemenang L’oreal-UNESCO 2013 For Women in Science. Fatma berhasil mendapatkan beasiswa senilai USD40.000 untuk dua tahun di Institute of Natural Products Chemistry, National Center for Scientific Research (CNRS) di Guf-sur-Yvette, Prancis, atas proposal risetnya mengenai Spons.
Tujuh tahun lalu, ibu dua anak itu bercerita mengenai antusias menjadi perempuan peneliti dan aktivitas di rumah sebagai ibu yang juga hobi membuat kue di dapur. Kini, Fatma sudah menjadi ibu dari 4 anak, Fahira, 14, Filza, 9, Azlan, 6, dan Farniya, 3. Namun, yang masih sama tentu semangatnya. Menjalani peran di ranah domestik dan di luar sebagai dosen di Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Analitika Data Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) dijalani dengan penuh suka cita.
"Saya sangat menikmati aktivitas saya menulis paper, mengajar, membimbing mahasiswa, dan melakukan penelitian. Karena ada passion di dalam sini dan saya tahu apa yang saya kerjakan ini baik dan dapat bermanfaat bagi orang lain, sehingga saya selalu senang," ucapnya.
Waktu bersama anak-anak pun tidak pernah ketinggalan. Setiap hari selepas maghrib, Fatma selalu meluangkan waktu bersama suami dan keempat buah hatinya. Dia menemani belajar atau sekadar bersenda gurau dengan mereka. Setelah anak-anak tidur, Fatma kembali bekerja jika ada pekerjaan yang tertunda. "Tidur lebih malam dan bangun lebih pagi itu sudah aktivitas sehari hari," celetuknya.
Menjadi ibu bekerja dengan banyak amanah di berbagai tempat membuatnya harus berkomitmen untuk cerdas menyeimbangkan semuanya. "Saya bukan super women, tidak bisa semua sendiri. Saya memiliki tim pendukung di balik ini semua," ujar Presiden Organization for Women in Science for the Developing World (OWSD) Indonesia ini.
Di pekerjaan, dia mengaku memiliki tim peneliti di lab agar penelitian terus jalan. Bahu membahu saling membantu agar penelitian selesai tepat waktu. Urusan rumah juga tim pendukung yang siap setia. Dukungan suami, keluarga dan teman-temannya menjadi kekuatannya selama ini.
Sang suami, Adi Setyo Purnomo, yang juga seorang peneliti sigap membantu mengurus anak-anak. Terlebih saat pandemi di mana mereka harus melakukan aktivitas di rumah saja.
"Kebutuhan peralatan sekolah itu urusan suami. Jadwal sekolah online dan tempat untuk mereka belajar saya yang menyiapkan. Ditambah makanan dan cemilan yang harus selalu ada," ungkap Fatma.
Tugasnya di rumah memang bertambah membimbing sekolah online hingga selalu berkreasi di dapur dengan resep makanan ringan dilakukannya sembari mengajar secara daring. Tidak cukup sampai di situ, agar anak-anaknya tidak bosan Fatma memutar otak untuk tetap bersama mereka secara menyenangkan. Perempuan berhijab ini mengajak anak-anak untuk bereksperimen di laboratorium kecil-kecilan yang dibuatnya. Fatma mengajarkan membuat disinfektan dari ekstrak daun sirih.
Menjadi perempuan peneliti memang penuh tantangan. Terlebih saat harus memboyong keluarganya ke berbagai negara karena mendapat beasiswa. Fatma memang harus terbiasa cepat mengenali kebiasaan di daerah baru. Untuk urusan penelitian memang hampir sama tidak banyak berbeda. Ditambah peneliti lain yang sangat respek dan mendukung Fatma yang juga seorang ibu.
Sulit untuk beradaptasi urusan anak. Fatma berkisah, saat anak-anak sakit ada perbedaan penanganan saat di Jepang dan di Prancis. Saat di Jepang, Fatma membawa salah satu anaknya yang sakit dan diwajibkan untuk selalu makan. Bila anak nangis pun tidak masalah asalkan tetap makan. Sementara saat di Prancis, anak-anak jangan sampai nangis.
"Jika mereka tidak mau makan beberapa saat tidak masalah asal jangan sampai nangis. Bagi mereka, jika sudah tidak nangis berarti tubuhnya sudah bisa beradaptasi. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan," jelasnya.
Itu merupakan salah satu tantangan secara teknis yang pernah dialaminya. Beruntung, Fatma cepat melakukan penyesuaian. Baginya, apa pun pekerjaan dan profesi seorang ibu di luar sana, Fatma hanya berpesan untuk sesama ibu pekerja untuk tetap percaya dengan apa yang dilakukan membawa manfaat bagi diri sendiri, keluarga, dan orang lain.
"Ibu bekerja harus kuat karena diri kita yang menjalani. Jangan lupa untuk terus bahagia jangan menjadikan pekerjaan di dalam dan luar rumah sebagai beban," tutupnya. (Ananda Nararya)
Lihat Juga: The Alpha Under 40 Apresiasi 20 Figur Muda, Liliana Tanoesoedibjo: Mereka Sudah Berprestasi
Koran SINDO terakhir bertemu dengan perempuan yang akrab disapa Fatma ini pada 2013 silam saat berhasil menjadi pemenang L’oreal-UNESCO 2013 For Women in Science. Fatma berhasil mendapatkan beasiswa senilai USD40.000 untuk dua tahun di Institute of Natural Products Chemistry, National Center for Scientific Research (CNRS) di Guf-sur-Yvette, Prancis, atas proposal risetnya mengenai Spons.
Tujuh tahun lalu, ibu dua anak itu bercerita mengenai antusias menjadi perempuan peneliti dan aktivitas di rumah sebagai ibu yang juga hobi membuat kue di dapur. Kini, Fatma sudah menjadi ibu dari 4 anak, Fahira, 14, Filza, 9, Azlan, 6, dan Farniya, 3. Namun, yang masih sama tentu semangatnya. Menjalani peran di ranah domestik dan di luar sebagai dosen di Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Analitika Data Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) dijalani dengan penuh suka cita.
"Saya sangat menikmati aktivitas saya menulis paper, mengajar, membimbing mahasiswa, dan melakukan penelitian. Karena ada passion di dalam sini dan saya tahu apa yang saya kerjakan ini baik dan dapat bermanfaat bagi orang lain, sehingga saya selalu senang," ucapnya.
Waktu bersama anak-anak pun tidak pernah ketinggalan. Setiap hari selepas maghrib, Fatma selalu meluangkan waktu bersama suami dan keempat buah hatinya. Dia menemani belajar atau sekadar bersenda gurau dengan mereka. Setelah anak-anak tidur, Fatma kembali bekerja jika ada pekerjaan yang tertunda. "Tidur lebih malam dan bangun lebih pagi itu sudah aktivitas sehari hari," celetuknya.
Menjadi ibu bekerja dengan banyak amanah di berbagai tempat membuatnya harus berkomitmen untuk cerdas menyeimbangkan semuanya. "Saya bukan super women, tidak bisa semua sendiri. Saya memiliki tim pendukung di balik ini semua," ujar Presiden Organization for Women in Science for the Developing World (OWSD) Indonesia ini.
Di pekerjaan, dia mengaku memiliki tim peneliti di lab agar penelitian terus jalan. Bahu membahu saling membantu agar penelitian selesai tepat waktu. Urusan rumah juga tim pendukung yang siap setia. Dukungan suami, keluarga dan teman-temannya menjadi kekuatannya selama ini.
Sang suami, Adi Setyo Purnomo, yang juga seorang peneliti sigap membantu mengurus anak-anak. Terlebih saat pandemi di mana mereka harus melakukan aktivitas di rumah saja.
"Kebutuhan peralatan sekolah itu urusan suami. Jadwal sekolah online dan tempat untuk mereka belajar saya yang menyiapkan. Ditambah makanan dan cemilan yang harus selalu ada," ungkap Fatma.
Tugasnya di rumah memang bertambah membimbing sekolah online hingga selalu berkreasi di dapur dengan resep makanan ringan dilakukannya sembari mengajar secara daring. Tidak cukup sampai di situ, agar anak-anaknya tidak bosan Fatma memutar otak untuk tetap bersama mereka secara menyenangkan. Perempuan berhijab ini mengajak anak-anak untuk bereksperimen di laboratorium kecil-kecilan yang dibuatnya. Fatma mengajarkan membuat disinfektan dari ekstrak daun sirih.
Menjadi perempuan peneliti memang penuh tantangan. Terlebih saat harus memboyong keluarganya ke berbagai negara karena mendapat beasiswa. Fatma memang harus terbiasa cepat mengenali kebiasaan di daerah baru. Untuk urusan penelitian memang hampir sama tidak banyak berbeda. Ditambah peneliti lain yang sangat respek dan mendukung Fatma yang juga seorang ibu.
Sulit untuk beradaptasi urusan anak. Fatma berkisah, saat anak-anak sakit ada perbedaan penanganan saat di Jepang dan di Prancis. Saat di Jepang, Fatma membawa salah satu anaknya yang sakit dan diwajibkan untuk selalu makan. Bila anak nangis pun tidak masalah asalkan tetap makan. Sementara saat di Prancis, anak-anak jangan sampai nangis.
"Jika mereka tidak mau makan beberapa saat tidak masalah asal jangan sampai nangis. Bagi mereka, jika sudah tidak nangis berarti tubuhnya sudah bisa beradaptasi. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan," jelasnya.
Itu merupakan salah satu tantangan secara teknis yang pernah dialaminya. Beruntung, Fatma cepat melakukan penyesuaian. Baginya, apa pun pekerjaan dan profesi seorang ibu di luar sana, Fatma hanya berpesan untuk sesama ibu pekerja untuk tetap percaya dengan apa yang dilakukan membawa manfaat bagi diri sendiri, keluarga, dan orang lain.
"Ibu bekerja harus kuat karena diri kita yang menjalani. Jangan lupa untuk terus bahagia jangan menjadikan pekerjaan di dalam dan luar rumah sebagai beban," tutupnya. (Ananda Nararya)
Lihat Juga: The Alpha Under 40 Apresiasi 20 Figur Muda, Liliana Tanoesoedibjo: Mereka Sudah Berprestasi
(wan)