Cegah Bertambahnya Perokok Anak, Kasir Supermarket Dilarang Jual ke Pelajar dan Anak

Minggu, 20 Desember 2020 - 02:39 WIB
loading...
Cegah Bertambahnya Perokok Anak, Kasir Supermarket Dilarang Jual ke Pelajar dan Anak
Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia meluncurkan kampanye bertajuk Cegah Perokok Anak: Aksi Kolaborasi Lindungi Anak di Bawah Umur dari Rokok. Foto Ilustrasi/Istimewa
A A A
JAKARTA - Merespon tren peningkatan angka prevalensi perokok anak di Indonesia, Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) meluncurkan kampanye bertajuk "Cegah Perokok Anak: Aksi Kolaborasi Lindungi Anak di Bawah Umur dari Rokok" yang dihadiri oleh beberapa perwakilan dari Kementerian Koordinator Perekonomian, Kementerian Perindustrian, dan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo).

Gelaran kampanye ini dimulai pada akhir tahun dan akan terus berlangsung sampai beberapa bulan ke depan dengan beragam pendekatan seperti peluncuran situs dan pembuatan konten informasi www.cegahperokokanak.id, aksi pilot project edukasi peritel ke area padat penduduk di Jakarta, serta kolaborasi di media sosial.

Gaprindo optimistis pendekatan tersebut bisa menjadi katalis positif untuk membangkitkan rasa tanggung jawab sosial di lingkungan masyarakat terkecil yakni keluarga, sekolah, dan lingkungan sekitar. Adapun edukasi ke peritel juga menjadi target utama Gaprindo, sebagai yang pihak berhubungan langsung dengan konsumen .

( )

Kampanye ini diharapkan dapat membantu mempercepat target pemerintah dalam menekan angka perokok anak di Indonesia. Pasalnya, hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Nasional mencatat jumlah perokok usia 10 hingga 18 tahun di Indonesia terus meningkat dari 7,2% pada 2013 menjadi 9,1% atau sekitar 3,2 juta anak pada 2018. Selain itu, dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, pemerintah menargetkan angka perokok anak dapat turun hingga 8,7% pada 2024.

“Semangat Gaprindo dalam menggelar kampanye ini didasari pada kepercayaan bahwa pencegahan perokok anak merupakan tanggung jawab dari seluruh elemen masyarakat. Diawali dengan peluncuran website, kita berharap kepekaan sosial bagi masyarakat dewasa dari lingkup terkecil yaitu keluarga, pedagang, dan lingkungan di sekitar anak dapat dibangun karena kita semua berperan dalam mengawasi, mencegah, serta mengedukasi risiko merokok di usia dini,” ungkap Ketua Gaprindo Muhaimin Moeftie.

Kampanye pencegahan perokok anak yang diprakarsai oleh Gaprindo ini merupakan lanjutan dari kontribusi nyata Gaprindo yang telah dimulai sejak 1999. Pada saat itu Gaprindo bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan, pedagang ritel, hingga pelajar di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di lima kota besar di Indonesia. Terus mengupayakan inisiatif positif, kali ini program "Cegah Perokok Anak" oleh Gaprindo akan diperluas jangkauannya melalui pendekatan dengan pedagang hingga aktivitas pada media sosial.

“Pemanfaatan platform digital pada website dan media sosial dalam kampanye ini dilakukan untuk menyesuaikan target sasaran karena orangtua, masyarakat, dan anak di bawah umur zaman sekarang sudah melek digital. Kemudian kita imbangi juga dengan kegiatan edukasi offline yang menyasar pedagang, baik tradisional dan juga ritel yang akan bersinergi bersama Aprindo yang menaungi banyak peritel di Indonesia. Peran menyeluruh dari semua pihak diharapkan bisa menjadi garda terdepan untuk mendukung pencegahan perilaku merokok pada anak,” lanjut Moeftie.

Pada kesempatan tersebut, Moeftie juga mengajak seluruh masyarakat untuk ikut berperan dalam kampanye ini agar mendukung upaya pemerintah dalam menurunkan angka prevalensi perokok anak di Indonesia. “Kami berharap informasi yang kami sarikan pada website dapat dijadikan langkah awal bagi masyarakat untuk menambah wawasan dan berkomitmen dalam aksi pencegahan perokok anak,” tambah Moeftie.

Keyakinan pun bertambah karena kampanye ini juga bekerja sama dengan para pedagang yang memiliki peran kunci dalam membatasi akses dan peredaran produk rokok di kalangan anak.

Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Aprindo Roy N. Mandey menjelaskan, selama ini ritel modern telah menerapkan pembatasan pada pembeli rokok sebagai konsumen dengan menyediakan rak tertentu, umumnya di belakang kasir agar dapat mengetahui latar belakang usia pembeli.

“Tentu kasir tidak akan mengizinkan jika ada anak yang berseragam sekolah tingkat SD hingga SMA membeli produk rokok. Termasuk kalau ada anak-anak yang diminta membeli rokok oleh orangtuanya, maka tidak akan diberikan. Ini merupakan semangat dari ritel modern dalam mencegah perokok anak. Aprindo mendukung gerakan cegah perokok anak karena kita concern dengan generasi muda kita yang sedang tumbuh dan berkembang. Kami siap berkoordinasi kepada stakeholder pada gerakan ini dan siap melakukan kampanye bersama,” beber Roy.

Penyelenggaraan kampanye "Cegah Perokok Anak" juga disambut baik oleh perwakilan dari Kementerian Perindustrian. Pihaknya menyatakan bahwa pencegahan perokok anak yang tertera pada PP 109 Tahun 2012 perlu dilakukan secara konsisten.

“Tidak hanya itu, kita juga bersama-sama tentunya dengan pemerintah pusat dan pemerintah daerah bertanggung jawab untuk mengawasi penanganan produk yang mengandung zat adiktif tersebut. Hal ini termasuk pengawasan produksi, peredaran, khususnya bagi anak-anak dan wanita hamil,” jelas Abdul Rochim selaku Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian.

Melanjutkan soal peran pelaku industri, Atong Soekirman, Asisten Deputi Pengembangan Industri Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menekankan tentang perlunya langkah nyata untuk penurunan angka perokok anak.

“Kegiatan ini menggambarkan upaya nyata bahwa IHT sangat peduli pada produknya melalui perlindungan kepada konsumen yang bukan target pasarnya yaitu anak di bawah umur. Kami menyambut baik komitmen Gaprindo bersama anggota atas peran yang berimbang dari pelaku industri ini sendiri,” tuturnya.

( )

Atong juga menyatakan perlunya memahami tahapan-tahapan dan faktor di balik perilaku merokok pada anak.

“Tahapan pertama adalah coba-coba atau melakukan eksperimen. Setelah itu ia mulai menjadi social smoker atau regular smoker yang terbilang belum aktif. Lalu setelah periode berhenti pada fase itu, barulah mereka kembali mengonsumsi. Tahapan ini tentu dilandasi oleh faktor intrinsik dan ektrinsik, sehingga lingkungan keluarga sangat memengaruhi. Peran sosial juga diperlukan untuk menjauhkan lifestyle “gagah-gagahan” dengan cara lain," pungkasnya.
(tsa)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.4986 seconds (0.1#10.140)