Manfaatkan Puasa Ramadhan untuk Buang Racun dengan Detoks

Kamis, 14 Mei 2020 - 13:20 WIB
loading...
Manfaatkan Puasa Ramadhan untuk Buang Racun dengan Detoks
Puasa Ramadhan tak hanya sekadar nenahan lapar dan haus atau meningkatkan keimanan saja, tetapi juga baik untuk kesehatan tubuh. Anda bisa membuang racun dengan detoks. Istimewa.
A A A
JAKARTA - Puasa Ramadhan tak hanya menahan makan dan minum selama lebih dari 12 jam, tapi banyak manfaat kesehatan yang didapat. Perubahan yang terjadi pada tubuh selama berpuasa akan memberi tahu yang baik untuk kesehatan, asalkan selama puasa Anda tetap memperhatikan pola makan yang sehat.

Salah satu manfaatnya, berpuasa dinilai dapat memulihkan tubuh dan memperbaiki sel tubuh yang rusak di dalam tubuh, benarkah?

Secara singkat, detoks atau detoksifikasi berarti buang atau menghilangkan racun. Detoksifikasi dapat membantu melindungi tubuh dari penyakit dan memperbaharui kemampuan organ-organ tubuh Anda untuk menjaga kesehatan yang optimal.

“Hampir setiap saat tubuh kita terpapar oleh beragam racun, baik yang dihasilkan dari tubuh sendiri, dari lingkungan sekitar (polusi udara), maupun dari pola makan dan gaya hidup yang tidak sehat misalnya konsumsi makanan yang diolah berlebihan, junk food, konsumsi alcohol,” kata Nourmatania Istiftiani selaku Scientific FibreFirst.

Secara alami, tubuh manusia sebenarnya telah memiliki perlindungan sendiri dalam membuang racun-racun dalam tubuh. Organ detoksifikasi utama antara lain hati, ginjal, usus dan sistem pencernaan, serta kulit.

Lalu, bagaimana puasa dapat membantu detoks? Saat berpuasa, tubuh tidak mendapat asupan makanan atau kalori lebih dari 12 jam dan proses peningkatan lemak akan meningkat. Simpanan karbohidrat di tubuh berkurang. Jadi, tubuh akan mengubah lemak menjadi energi untuk memulihkan aktivitas kita selama berpuasa.

Racun yang ada di dalam tubuh akan disimpan ke dalam sel lemak. Jadi kompilasi lemak meningkat karena berpuasa, racun-racun yang disimpan dalam lemak juga akan dipecah dan dikeluarkan dari tubuh.

Pembatasan nutrisi karena tidak makan dan minum selama berpuasa, juga dapat diproses Autofagi. Kata ini berasal dari bahasa Yunani auto (sendiri) dan phagein (untuk makan). Jadi, kata kata itu, bisa diartikan sebagai suntikan sendiri. Ada triliunan sel yang menyusun tubuh manusia. Selama waktu, molekul-molekul sisa yang terbentuk dari molekul dapat menumpuk di dalam sel dan menyebabkan kerusakan.

Sel yang sudah rusak, tidak perlu lagi dan perlu dibuang. Autofagi merupakan cara tubuh untuk menyelamatkan diri dari sel-sel yang sudah tua dan rusak sehingga dapat membentuk sel-sel baru yang lebih sehat.

Selama autofagi, sel yang dibuang bagian yang tidak diinginkan dan bagian yang sudah tidak bekerja dengan baik. Namun, kadang kala sel juga akan mendaur ulang bagian yang rusak tersebut menjadi komponen baru atau asam amino (bagian yang rusak penyusun protein).

Saat kita berpuasa dan jumlah makanan yang masuk ke tubuh, sel di dalam tubuh akan mendapatkan asupan kalori yang lebih sedikit, sehingga sel harus bekerja lebih efisien. Sel-sel tubuh akan mengeluarkan komponen yang tidak diperlukan dan bagian sel yang sudah rusak, atau mendaur ulang zat-zat tersebut menjadi bagian sel yang masih diproses dengan baik.

Dengan cara ini, sel tubuh dapat bekerja dengan normal . Selain itu, hubungan puasa dengan autofagi juga erat berhubungan dengan hormon insulin dan glukagon. Insulin dan glukagon adalah hormon yang membantu tubuh dalam kadar gula darah, kedua hormon ini berkebalikan.

Saat tubuh mendapat asupan makanan, khususnya karbohidrat, tubuh akan meningkatkan produksi hormon Insulin, sedangkan hormon glukagon meningkat. Sebaliknya, saat tubuh sedang berpuasa, hormon glukagon akan meningkat dan proses autofagi juga meningkat.

Sayangnya, kompilasi pola makan dan pilihan makanan selama berpuasa sebaliknya lebih banyak yang tidak sehat, rendah gizi, tinggi lemak dan kolesterol, lebih banyak konsumsi makanan olahan atau instan dengan tambahan bahan pengawet, dan antioksidan rendah, akan menyebabkan penumpukan memutar dalam sel-sel tubuh.

Status gizi akan mempengaruhi tubuh untuk memproduksi antibodi dan enzim, serta kemampuan hati untuk melakukan detoksifikasi. Sementara konsumsi fitokimia tertentu membantu detoksifikasi lebih optimal. Kurang konsumsi serat juga menimbulkan konstipasi meningkat hingga tiga kali lipat selama berpuasa. Kondisi ini menyebabkan pergerakan usus dan perpindahan lemak lebih banyak.

Jangan lupa untuk tetap memperhatikan asupan makanan yang sehat dan baik selama berpuasa, termasuk asupan serat. Mengapa Konsumsi serat akan membantu kesehatan sistem pencernaan, yang merupakan salah satu organ detoksifikasi.

Dengan waktu makan yang terbatas selama berpuasa, mungkin terasa lebih sulit untuk dikonsumsi serat atau sayuran dalam jumlah yang cukup. Apalagi saat berbuka puasa kita memilih makanan-makanan khas bulan Ramadhan, yang biasa digoreng, tinggi lemak, dan terlalu manis. Hanya 15% masyarakat yang memilih berbuka puasa dengan buah-buahan segar.

Untuk membantu memenuhi asupan serat, mengonsumsi suplemen kaya serat seperti FibreFirst menjadi pilihan. Pasalnya suplemen kesehatan ini kaya serat premium dan nutrisi dari ekstrak buah dan sayuran dan dapat membantu sistem pencernaan melakukan detoks dengan optimal.

“Racun dalam hidup kita bisa berupa kebiasaan buruk seperti perbuatan dan ucapan yang tidak baik, alangkah baiknya jika tiba saatnya berlebaran nanti diri kita bersih dari racun-racun tersebut. Namun akan lebih baik lagi jika racun dalam tubuh juga ikut bersih, konsumsi FibreFirst untuk optimalkan detoks buang racun” kata Aldi Herlambang selaku Public Relations FibreFirst.
(tdy)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1706 seconds (0.1#10.140)