Bukan Vaksin yang Sebabkan Bupati Sleman Positif COVID-19, Ini Kata Para Pakar

Senin, 25 Januari 2021 - 09:09 WIB
loading...
Bukan Vaksin yang Sebabkan Bupati Sleman Positif COVID-19, Ini Kata Para Pakar
Vaksinasi COVID-19 butuh dua kali dosis penyuntikan sebab sistem imun perlu waktu untuk mengetahui cara efektif melawan virus. Foto Ilustrasi/Dok SINDOnews
A A A
JAKARTA - Bupati Sleman , Sri Purnomo, saat ini diketahui positif COVID-19 setelah pada 14 Januari lalu mendapat suntikan tahap pertama vaksin COVID-19. Berbagai informasi merebak sehubungan dengan positifnya Purnomo.

Kementerian Kesehatan telah memberikan klarifikasi terkait hal tersebut. Dibenarkan Juru Bicara Kementerian Kesehatan dr. Siti Nadia Tarmizi, Bupati Sri Purnomo sudah melakukan vaksinasi COVID-19 untuk suntikan pertama pada 14 Januari 2021, namun belum mendapat suntikan kedua. Isu yang beredar di masyarakat, lantaran Bupati divaksinlah ia kemudian terjangkit COVID-19.



Hal ini dibantah oleh dr. Siti. Ia menjelaskan, Sinovac adalah vaksin berisi virus mati (inactivated virus). “Jadi hampir tidak mungkin menyebabkan seseorang terinfeksi,” tegas dr. Siti.

Ia melanjutkan, jika melihat sequence waktunya, sangat mungkin pada saat Bupati divaksinasi beliau dalam masa inkubasi, di mana sudah terpapar virus tapi belum bergejala. “Secara alamiah, waktu antara paparan dan munculnya gejala/load virus sedang tinggi adalah sekitar 5-6 hari. Waktu yang pas karena beliau divaksinasi 14 Januari, sementara hasil swab PCR positif di 20 Januari,” jelasnya.

Vaksinasi COVID-19 membutuhkan dua kali dosis penyuntikan sebab sistem imun perlu waktu lewat paparan yang lebih lama untuk mengetahui bagaimana cara efektif melawan virus. Suntikan pertama dilakukan untuk memicu respons kekebalan awal. Dilanjutkan suntikan kedua untuk menguatkan respons imun yang telah terbentuk. Hal ini memicu respons antibodi yang lebih cepat dan efektif di masa mendatang.

Suntikan kedua juga berfungsi sebagai booster untuk membentuk antibodi secara optimal dan imunitas baru terbentuk tiga minggu setelah suntikan kedua. Perlu dipahami bersama, meskipun sudah divaksinasi COVID-19 masih ada risiko terpapar virus COVID-19, namun diharapkan dapat mengurangi kemungkinan sakit berat. Proses pemberian vaksinasi tetap dilakukan seperti yang sudah ditargetkan. Penting bagi seluruh masyarakat untuk tetap menjalankan protokol kesehatan.

“Karena selain tetap harus menjaga diri sendiri, juga masih dibutuhkan waktu untuk bersama-sama bagi seluruh masyarakat Indonesia mencapai kekebalan kelompok. Sehingga upaya 3M, 3T, dan vaksinasi harus tetap dijalankan secara bersamaan,” pesan dr. Siti.

Sementara itu, dr. Tolhas Banjarnahor, Sp.PD-FINASIM, Dokter Spesialis Penyakit Dalam Primaya Hospital Tangerang mengatakan, vaksin COVID-19 merangsang sistem imun tubuh untuk membentuk antibodi terhadap bagian virus SarsCov2 yang ada dalam vaksin.

“Antibodi yang terbentuk ini akan melindungi kita apabila virus SarsCov2 masuk ke dalam tubuh. Dengan vaksinasi, seseorang dapat terhindar dari infeksi virus SarsCov2 atau paling tidak hanya gejala ringan saja yang akan dialami oleh seseorang jika terpapar virus ini,” terang dr. Tolhas.

Namun, perlu diingat bahwa seseorang yang sudah melakukan vaksinasi COVID-19 masih dapat terserang COVID-19. Sebab pada dasarnya tidak ada vaksin yang mempunyai efikasi 100 %. Persentase seseorang terpapar COVID-19 setelah dilakukan vaksinasi akan tergantung dari jenis vaksin yang digunakan. Misalnya, vaksin Sinovac di Indonesia mempunyai efikasi 65,3% pada kelompok umur 18-59 tahun.

“Artinya, masih ada kemungkinan 34,7% seseorang terkena infeksi COVID-19 meskipun telah dilakukan vaksin,” imbuh dr. Tolhas.



Tentu, vaksin COVID-19 jenis lain memiliki efikasi yang berbeda seperti vaksin Moderna yang memiliki efikasi 94,5% dan vaksin Pfizer memiliki efikasi 95%. Walaupun vaksin COVID-19 produksi Pfizer dan Moderna memiliki efikasi lebih tinggi dibanding Sinovac, namun efek samping yang dihasilkan Pfizer dan Moderna cukup berat yaitu hingga penyakit level 3 (hingga membutuhkan perawatan).

Persentase efek samping yang dihasilkan Pfizer sebanyak 1,5% dan efek samping yang dihasilkan Moderna sebesar 4,1%. Sementara, vaksin Sinovac hanya memiliki efek samping 0,1% (sama dengan efek simpang vaksin flu). “Risiko yang ditimbulkan oleh vaksin COVID-19 sangat kecil dibandingkan manfaatnya karena dapat menimbulkan herd immunity (kekebalan kelompok),” pungkas dr. Tolhas.
(tsa)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2043 seconds (0.1#10.140)