Ini Tips Pola Diet Cerdas dan Sederhana saat Pandemi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Diet merupakan cara memenuhi asupan pola makan gizi seimbang yang diperlukan tubuh guna menjalankan fungsinya. Asupan gizi seimbang dipenuhi melalui keseimbangan nutrisi sumber makanan berupa karbohidrat, protein, dan juga lemak. Lalu, apakah pelaksanaan diet di masa pandemi COVID-19 dapat dilakukan?
Spesialis Gizi Klinis Siloam Hospitals TB Simatupang dr. Christopher Andrian, Sp.GK. mengatakan, sejatinya pelaksanaan diet di masa pandemi dapat dilakukan. Bahkan dinilai berguna untuk mendapatkan berat badan ideal dengan tubuh yang sehat dan kondisi yang tetap prima.
"Melakukan diet bukan berarti mengurangi jumlah kadar makanan secara total dengan jangka waktu yang lama. Diet yang sempurna itu harus dilaksanakan melalui asupan gizi seimbang dengan kadar normal dan periode teratur. Itu yang terlebih dulu harus diingat," sebut dr. Christopher melalui kanal Instagram Live Siloam Hospitals TB Simatupang, belum lama ini.
Diet gizi seimbang, dikatakan dr. Christopher, takaran komposisinya hampir sama yaitu keseimbangan mengonsumsi karbohidrat 50%-55%, protein 15%-20%, dan lemak 20%-25%. Adanya perbedaan jumlah asupan saat mengonsumsi kadar karbohidrat, protein, dan lemak dapat diperhatikan jika terdapat penyakit penyerta.
"Contohnya jika yang melakukan program diet memiliki penyakit diabetes dengan obesitas, maka karbohidratnya harus dibatasi. Diabetes dengan gangguan ginjal harus dibatasi asupan proteinnya. Jadi perlu penyesuaian untuk setiap orang saat melakukan diet," tegas dr. Christopher.
Dokter Christopher mengingatkan, dalam hal asupan yang seimbang, setiap orang memiliki kebutuhan kalori yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu pertama faktor usia, semakin bertambah usia maka kebutuhan kalorinya semakin berkurang. Kedua faktor jenis kelamin, di mana pria lebih besar kebutuhan kalorinya meskipun pria lebih mudah berdiet.
Ketiga faktor tinggi badan, di mana orang dengan tinggi badan lebih akan lebih besar membutuhkan kalori. Lalu keempat faktor aktivitas fisik, seseorang dengan mayoritas aktivitas di luar dan pekerja di dalam ruangan jelas berbeda kebutuhan kalorinya. Dengan sejumlah faktor tersebut, maka pelaksanaan diet tetap mengacu pada keseimbangan pola asupan karbohidrat, protein, dan lemak yang menyesuaikan kebutuhan.
Menurut dr. Christopher, kebiasaan masyarakat di Indonesia cenderung mengonsumsi karbohidrat berlebihan berdasarkan rasa kenyang yang diperoleh guna mendapatkan energi dominan. Namun hal tersebut dinilai salah dan dapat mengganggu pola diet.
"Karbohidrat memang penting dikonsumsi karena diperlukan untuk fungsi otak dan sel darah merah, tapi tidak boleh berlebihan. Karena itu akan berefek pada obesitas yang merupakan peradangan yang lebih rentan ke beberapa penyakit. Misalnya gangguan pernapasan dan risiko pada pencernaan," sebutnya.
Dokter Christopher lantas berbagi tips untuk mengatasi rasa lapar saat diet, apalagi dengan kondisi work from home. Hal ideal adalah membuat jadwal pola makan. Karena pola pembersihan organ lambung terjadi dua atau tiga jam setelah makan. Untuk itu diperlukan jenis makanan yang bisa lebih lama dicerna dalam perut. Bubur lebih cepat habis tercerna dibanding nasi putih, dan nasi putih lebih cepat habis dicerna dibanding nasi merah. Saat konsumsi nasi, harus diimbangi sayuran.
"Pola diet yang benar mengikuti waktu yang teratur, yaitu sarapan pagi pada jam 06.00 dan 09.00, kemudian makan siang di periode pukul 12.00 dan sore hari jam 15.00, dilanjutkan makan malam pukul 18.00, dan terakhir mengonsumsi buah-buahan pada jam 21.00," papar dr. Christopher.
Adapun asupan vitamin berfungsi sebagai pengganti makanan utama. Yang berarti vitamin dapat diberikan jika makanan utama tidak dapat memberikan asupan yang cukup pada tubuh. Mengonsumsi vitamin dalam jangka panjang akan menimbulkan efek samping. Contohnya masalah pada ginjal, apalagi jika kurang mengonsumsi air putih.
"Jika bisa diimbangi semua asupan dalam tubuh seperti karbohidrat, protein, dan lemak maka vitamin tidak lagi dibutuhkan oleh tubuh. Jadi cukup mengatur pola gizi yang seimbang dengan periode waktu yang teratur," pungkasnya.
Spesialis Gizi Klinis Siloam Hospitals TB Simatupang dr. Christopher Andrian, Sp.GK. mengatakan, sejatinya pelaksanaan diet di masa pandemi dapat dilakukan. Bahkan dinilai berguna untuk mendapatkan berat badan ideal dengan tubuh yang sehat dan kondisi yang tetap prima.
"Melakukan diet bukan berarti mengurangi jumlah kadar makanan secara total dengan jangka waktu yang lama. Diet yang sempurna itu harus dilaksanakan melalui asupan gizi seimbang dengan kadar normal dan periode teratur. Itu yang terlebih dulu harus diingat," sebut dr. Christopher melalui kanal Instagram Live Siloam Hospitals TB Simatupang, belum lama ini.
Diet gizi seimbang, dikatakan dr. Christopher, takaran komposisinya hampir sama yaitu keseimbangan mengonsumsi karbohidrat 50%-55%, protein 15%-20%, dan lemak 20%-25%. Adanya perbedaan jumlah asupan saat mengonsumsi kadar karbohidrat, protein, dan lemak dapat diperhatikan jika terdapat penyakit penyerta.
"Contohnya jika yang melakukan program diet memiliki penyakit diabetes dengan obesitas, maka karbohidratnya harus dibatasi. Diabetes dengan gangguan ginjal harus dibatasi asupan proteinnya. Jadi perlu penyesuaian untuk setiap orang saat melakukan diet," tegas dr. Christopher.
Dokter Christopher mengingatkan, dalam hal asupan yang seimbang, setiap orang memiliki kebutuhan kalori yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu pertama faktor usia, semakin bertambah usia maka kebutuhan kalorinya semakin berkurang. Kedua faktor jenis kelamin, di mana pria lebih besar kebutuhan kalorinya meskipun pria lebih mudah berdiet.
Ketiga faktor tinggi badan, di mana orang dengan tinggi badan lebih akan lebih besar membutuhkan kalori. Lalu keempat faktor aktivitas fisik, seseorang dengan mayoritas aktivitas di luar dan pekerja di dalam ruangan jelas berbeda kebutuhan kalorinya. Dengan sejumlah faktor tersebut, maka pelaksanaan diet tetap mengacu pada keseimbangan pola asupan karbohidrat, protein, dan lemak yang menyesuaikan kebutuhan.
Menurut dr. Christopher, kebiasaan masyarakat di Indonesia cenderung mengonsumsi karbohidrat berlebihan berdasarkan rasa kenyang yang diperoleh guna mendapatkan energi dominan. Namun hal tersebut dinilai salah dan dapat mengganggu pola diet.
"Karbohidrat memang penting dikonsumsi karena diperlukan untuk fungsi otak dan sel darah merah, tapi tidak boleh berlebihan. Karena itu akan berefek pada obesitas yang merupakan peradangan yang lebih rentan ke beberapa penyakit. Misalnya gangguan pernapasan dan risiko pada pencernaan," sebutnya.
Dokter Christopher lantas berbagi tips untuk mengatasi rasa lapar saat diet, apalagi dengan kondisi work from home. Hal ideal adalah membuat jadwal pola makan. Karena pola pembersihan organ lambung terjadi dua atau tiga jam setelah makan. Untuk itu diperlukan jenis makanan yang bisa lebih lama dicerna dalam perut. Bubur lebih cepat habis tercerna dibanding nasi putih, dan nasi putih lebih cepat habis dicerna dibanding nasi merah. Saat konsumsi nasi, harus diimbangi sayuran.
"Pola diet yang benar mengikuti waktu yang teratur, yaitu sarapan pagi pada jam 06.00 dan 09.00, kemudian makan siang di periode pukul 12.00 dan sore hari jam 15.00, dilanjutkan makan malam pukul 18.00, dan terakhir mengonsumsi buah-buahan pada jam 21.00," papar dr. Christopher.
Adapun asupan vitamin berfungsi sebagai pengganti makanan utama. Yang berarti vitamin dapat diberikan jika makanan utama tidak dapat memberikan asupan yang cukup pada tubuh. Mengonsumsi vitamin dalam jangka panjang akan menimbulkan efek samping. Contohnya masalah pada ginjal, apalagi jika kurang mengonsumsi air putih.
"Jika bisa diimbangi semua asupan dalam tubuh seperti karbohidrat, protein, dan lemak maka vitamin tidak lagi dibutuhkan oleh tubuh. Jadi cukup mengatur pola gizi yang seimbang dengan periode waktu yang teratur," pungkasnya.
(tsa)