Survei Ungkap 1 dari 3 Perempuan Indonesia Jadi Korban Kekerasan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kasus kekerasan terhadap perempuan masih terus terjadi Di Indonesia, kaum rentan menjadi korban berbagai tindak jenis kekerasan.
Dikatakan oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) RI, Bintang Puspayoga, nyatanya satu dari tiga orang perempuan di Indonesia pernah mengalami kekerasan. Baik itu kekerasan fisik atau seksual yang dilakukan oleh pasangan atau pun non-pasangan.
“Dari survei yang digelar oleh Pengalaman Hidup Perempuan Nasional 2016, satu dari tiga perempuan di Indonesia berusia 15 hingga 64 tahun pernah mengalami kekerasan fisik atau seksual dari pasangan atau non pasangan selama hidupnya,” ujar Menteri Bintang, dalam gelaran Rapat Koordinasi Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA), Selasa (8/6/2021).
Baca Juga : Perannya Sebagai Zahra Tuai Kontroversi, Lea Ciarachel Ternyata Sosok yang Berprestasi
Data di atas, bertambah miris dengan tambahan fakta bahwasanya menurut catatan data tahunan Komnas Perempuan Indonesia 2020, selama 12 tahun terakhir, tindak kekerasan terhadap perempuan di Indonesia melonjak hingga delapan kali lipat, tepatnya 79,2 persen.
Sementara dari survey nasional pengalaman hidup anak dan remaja 2018, ditemukan dua dari tiga anak baik itu laki-laki mau pun perempuan dari rentang usia 13 sampai 17 tahun di Indonesia, pernah mengalami kekerasan baik secara fisik, emosional dan seksual.
Permasalahan anak-anak dan perempuan terutama di masa pandemi Covid-19 ini adalah masalah besar dan jadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Menteri Bintang mengatakan, salah satu solusinya bisa dimulai dari akar rumput yakni pengelolaan desa yang ramah perempuan dan anak. Mengingat desa adalah ujung tombak dari pembangunan nasional.
Baca Juga : Usai Dikecam Gara-Gara Wafat sang Ayah Dijadikan Konten, Ria Ricis Disebut Kakak Ipar Rajin Sedekah
“74.961 desa di Indonesia jadi ujung tombak dalam pembangunan nasional. Desa yang ramah perempuan dan anak-anak, yakni desa yang mengintergrasikan perspektif gender dan hak anak baik dalam tata kelola pemerintahan desa, pembangunan, pembinaan, dan pemberdayaan masyarakat desa ini diharapkan bisa jadi episentrum baru bagi pembagunan yang berbasis pemenuhan hak perempuan dan anak,” pungkas Menteri Bintang.
Dikatakan oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) RI, Bintang Puspayoga, nyatanya satu dari tiga orang perempuan di Indonesia pernah mengalami kekerasan. Baik itu kekerasan fisik atau seksual yang dilakukan oleh pasangan atau pun non-pasangan.
“Dari survei yang digelar oleh Pengalaman Hidup Perempuan Nasional 2016, satu dari tiga perempuan di Indonesia berusia 15 hingga 64 tahun pernah mengalami kekerasan fisik atau seksual dari pasangan atau non pasangan selama hidupnya,” ujar Menteri Bintang, dalam gelaran Rapat Koordinasi Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA), Selasa (8/6/2021).
Baca Juga : Perannya Sebagai Zahra Tuai Kontroversi, Lea Ciarachel Ternyata Sosok yang Berprestasi
Data di atas, bertambah miris dengan tambahan fakta bahwasanya menurut catatan data tahunan Komnas Perempuan Indonesia 2020, selama 12 tahun terakhir, tindak kekerasan terhadap perempuan di Indonesia melonjak hingga delapan kali lipat, tepatnya 79,2 persen.
Sementara dari survey nasional pengalaman hidup anak dan remaja 2018, ditemukan dua dari tiga anak baik itu laki-laki mau pun perempuan dari rentang usia 13 sampai 17 tahun di Indonesia, pernah mengalami kekerasan baik secara fisik, emosional dan seksual.
Permasalahan anak-anak dan perempuan terutama di masa pandemi Covid-19 ini adalah masalah besar dan jadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Menteri Bintang mengatakan, salah satu solusinya bisa dimulai dari akar rumput yakni pengelolaan desa yang ramah perempuan dan anak. Mengingat desa adalah ujung tombak dari pembangunan nasional.
Baca Juga : Usai Dikecam Gara-Gara Wafat sang Ayah Dijadikan Konten, Ria Ricis Disebut Kakak Ipar Rajin Sedekah
“74.961 desa di Indonesia jadi ujung tombak dalam pembangunan nasional. Desa yang ramah perempuan dan anak-anak, yakni desa yang mengintergrasikan perspektif gender dan hak anak baik dalam tata kelola pemerintahan desa, pembangunan, pembinaan, dan pemberdayaan masyarakat desa ini diharapkan bisa jadi episentrum baru bagi pembagunan yang berbasis pemenuhan hak perempuan dan anak,” pungkas Menteri Bintang.
(wur)