Desa Sade, Tujuan Wisata di Lombok yang Unik dan Bernilai Budaya
loading...
A
A
A
"Sebenarnya ada alasan kenapa pakai kotoran sapi, karena disucikan oleh masyarakat setempat. Dan juga sebagai penangkal dari bahaya (tolak bala). Aromanya juga kalau sudah kering, tidak bau dan menimbulkan aroma yang khas," katanya.
Selain rumah-rumah tradisional, sepanjang jalan juga terlihat banyak kerajinan tangan yang dijajakan, mulai kain tenun hingga gelang. Ini juga menjadi mata pencaharian utama perempuan di desa tersebut.
"Di sini juga (kebanyakan) mata pencahariannya petani, tapi hanya setahun sekali (panennya). Lalu perempuan umur 9 tahun di sini harus bisa menenun dulu, baru boleh menikah," lanjut Bobi.
Penerangan desa tersebut juga masih sangat tradisional. Mereka menggunakan lampu minyak dan kerang yang disangga kayu sebagai wadahnya.
Menariknya lagi, di desa ini masih mengedepankan perkawinan dengan garis keturunan yang sama. Biasanya mereka menikah dengan sepupu. Tak hanya itu, mereka juga menikah dengan tradisi kawin lari. Menurut Bobi, hal tersebut untuk melestarikan tradisi suku Sasak.
"Justru kalau melamar itu melawan adat dan tidak melestarikan tradisi. Kalau laki-laki yang sulung menikah, mereka pergi dan buat kampung lagi. Kalau yang terakhir masih bisa tinggal di desa yang sama," katanya.
Selain rumah-rumah tradisional, sepanjang jalan juga terlihat banyak kerajinan tangan yang dijajakan, mulai kain tenun hingga gelang. Ini juga menjadi mata pencaharian utama perempuan di desa tersebut.
"Di sini juga (kebanyakan) mata pencahariannya petani, tapi hanya setahun sekali (panennya). Lalu perempuan umur 9 tahun di sini harus bisa menenun dulu, baru boleh menikah," lanjut Bobi.
Penerangan desa tersebut juga masih sangat tradisional. Mereka menggunakan lampu minyak dan kerang yang disangga kayu sebagai wadahnya.
Menariknya lagi, di desa ini masih mengedepankan perkawinan dengan garis keturunan yang sama. Biasanya mereka menikah dengan sepupu. Tak hanya itu, mereka juga menikah dengan tradisi kawin lari. Menurut Bobi, hal tersebut untuk melestarikan tradisi suku Sasak.
"Justru kalau melamar itu melawan adat dan tidak melestarikan tradisi. Kalau laki-laki yang sulung menikah, mereka pergi dan buat kampung lagi. Kalau yang terakhir masih bisa tinggal di desa yang sama," katanya.
(tsa)