Musik dan Menyanyi Bisa Jadi Terapi COVID-19? Begini Penjelasan Pakar

Senin, 19 Juli 2021 - 10:30 WIB
loading...
Musik dan Menyanyi Bisa...
Foto Ilustrasi/Pbs.org
A A A
JAKARTA - Pasien COVID-19 memiliki cerita masing-masing dalam proses penyembuhan infeksi tersebut. Ada yang mengatakan cukup istirahat, ada yang bilang perbanyak konsumsi 'imun positif' dengan menonton acara yang lucu-lucu, bahkan belum lama ini ada yang mengaku lebih baik kondisinya saat mengalami Long COVID-19 dengan bernyanyi.

Ya, Lydia Zuraw mengaku, lebih mudah bernapas dengan bernyanyi . Tentu, apa yang dialami Lydia tak bisa menjadi kebenaran secara medis, karena kembali, ini pengakuan secara subyektif pasien COVID-19.



"Oktober lalu, sesak napas saya memburuk setelah berminggu-minggu menjalani pengobatan. Sesak itu muncul saat saya berjalan atau beristirahat, berbaring atau duduk, bekerja atau nonton film, berbicara atau bahkan saat bermeditasi dalam diam," ceritanya, yang dikutip dari South China Morning Post (SCMP), Senin (19/7).

"Tapi, saat bernyanyi sesak napas itu tidak ada," lanjutnya.

Juni adalah masa di mana Lydia merasa amat tersiksa dengan infeksi COVID-19 di dalam tubuhnya. Rasa tidak nyaman termasuk frustasi hinggap pada dirinya berlarut-larut hingga tak terasa tubuhnya kekurangan oksigen dan itu yang membuat sesaknya memburuk.

Lydia pun menjelaskan gejala COVID-19 yang dialaminya, yaitu sakit tenggorokan, sakit kepala, kelelahan, dan sesak napas. "Bahkan, gejala tersebut bertahan setahun kemudian," tambahnya.

Lydia menjelaskan bahwa musik benar-benar membantunya pulih dari kondisi tak nyaman tersebut. Sudah dekat dengan musik sejak usia 5 tahun membuatnya benar-benar merasa dekat dengan musik dan ternyata lewat musik jugalah dia merasa membaik dari infeksi COVID-19.



"Saya mulai les biola saat usia 5 tahun, lalu beralih ke musik folk di usia 6 tahun. Saya juga aktif sebagai penyanyi paduan suara di usia 12 tahun. Saat pandemi, saya pun bergabung dengan paduan suara virtual lintas negara," ceritanya.

Salah satu kegiatan yang dilakukan paduan suara virtual itu adalah mempelajari lagu drama Yoruba dari Nigeria, lagu tradisional dari Sevdalinka di Bosnia dan Herzegovina, Appalachian standard, lagu rakyat dari Gilan, Iran, dan banyak lagi.

Nah, terkait lagu yang bisa membuat Lydia lebih lega saat bernapas adalah 'French Canadian Drinking Song'. "Saat saya menguasai lagu tersebut, saya merasa lega secara fisik maupun emosional. Saya selalu nyanyikan lagu itu saat saya sesak napas," terangnya.

Diterangkan dalam laporan SCMP tersebut, jauh sebelum COVID-19 datang, terapi musik untuk penyembuhan penyakit pernapasan sudah cukup populer, khususnya bagi pasien penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) dan asma.

"Napas yang lebih panjang dapat membantu meningkatkan relaksasi dan mengurangi respons stres tubuh," kata Seneca Block, seorang pengawas terapi musik dan seni di sistem kesehatan Universitas Hospitals di negara bagian Ohio, Amerika Serikat.

"Inilah sebabnya latihan seperti yoga dan meditasi sangat fokus pada latihan pernapasan. Pernapasan yang terkontrol diperlukan juga saat bernyanyi atau memainkan harmonika dan ini terbukti memperbaiki pernapasan seseorang. Artinya napasnya bisa lebih panjang," sambung Block.

Terapi harmonika sendiri digunakan oleh Block untuk pasien PPOK. "Alat musik itu mengajarkan di level mana napas mereka ada dan dengan begitu dapat lebih baik penanganannya," ujar dia.

Pasien dengan gangguan pernapasan biasanya diberikan spirometer insentif, semacam perangkat alat medis untuk membantu mereka melatih paru-paru. Block menilai, terapi menyanyi bekerja dengan cara serupa dengan alat medis tersebut secara teknis.

"Spirometer insentif maupun bernyanyi atau memainkan alat musik tiup telah dikaitkan dengan tidur yang lebih baik, sesak napas yang terkendali, dan suasana hati yang lebih baik," kata Joanne Loewy, Direktur Pusat Musik dan Kedokteran Louis Armstrong di Sistem Kesehatan Mount Sinai, New York.

Loewy sendiri adalah pemimpin paduan suara pasien pulih dari stroke. "Kami terus mencari cara untuk membantu orang tetap baik dengan musik," ujarnya.



Dan kini para peneliti tengah mempelajari apakah terapi musik atau bermain alat musik dapat diterapkan juga untuk pasien COVID-19. Studi yang tengah dijalankan terkait ini dilakukan di Inggris dengan nama ENO Breathe.

Dalam penelitian itu, 12 peserta dilibatkan untuk belajar latihan pernapasan dan nyanyian berdasarkan teknik penyanyi profesional. Pada akhir uji coba, peserta melaporkan peningkatan sistem pernapasan dan penurunan kecemasan.
(tsa)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2704 seconds (0.1#10.140)