Sejarah Gedung Sate, Peninggalan Belanda Berusia Ratusan Tahun yang Masih Kokoh Berdiri!
loading...
A
A
A
BANDUNG - Gedung Sate yang kini menjadi kantor Gubernur Jawa Barat memiliki banyak nilai sejarah. Gedung peninggalan kolonial Belanda ini juga mengandung makna tersendiri, khususnya bagi warga Jawa Barat.
Gedung yang terletak di Kota Bandung , Ibukota Provinsi Jawa Barat ini meski sudah berusia lebih dari 100 tahun. Namun begitu, ia masih tampak sangat kokoh berdiri dengan tanpa pemugaran sama sekali.
Lalu bagaimana sejarah dari gedung ikonik tersebut? Langsung saja simak ulasannya yang telah MNC Portal Indonesia sajikan berikut ini!
Asal-Usul Pembangunan Gedung
Gedung Sate pertama kali dibangun pada tanggal 27 Juli 1920 ditandai dengan peletakan batu pertama yang dilakukan oleh Johanna Catherina Coops, puteri sulung Wali Kota Bandung saat itu yakni Bertus Coops dan Petronella Roelofsen, yang mewakili Gubernur Jenderal di Batavia J.P. Graaf van Limburg Stirum.
Pembangunan gedung tersebut ditujukan sebagai pusat pemerintahan, dimana saat itu Pemerintah Hindia-Belanda menetapkan Kota Bandung sebagai ibu kota pemerintahan dan hendak menggantikan Batavia (Jakarta) yang dirasa mulai tercemar. Namun sayang wacana tersebut tidak jadi terealisasi karena sempat terjadi krisis ekonomi usai berlangsungnya Perang Dunia pertama (PD I).
Selain gedung sate, Pemerintah Hindia Belanda juga membangun Kantor Pusat Pos, Telegraf dan Telefon (PTT), laboratorium, Museum Geologi, serta Kantor Dinas Tenaga Air dan Listrik. Proses pembangunan tersebut tuntas seluruhnya pada September 1924.
Gedung Sate dirancang oleh arsitek Belanda yang bernama Ir. J. Gerber dari Jawatan Gedung-Gedung Negara (landsgebouwendients), dibantu oleh sebuah tim yang terdiri dari: Kol. Genie (Purn.) V.L. Slor dari Genie Militair, Ir. E.H. De Roo dan Ir. G. Hendriks yang mewakili Burgerlijke Openbare Werken (B.O.W) atau DPU sekarang dan Gemeentelijk Bouwbedriff (Perusahaan bangunan Kotapraja) Bandung.
Detail dan Arsitektur Bangunan
Gedung Sate berdiri di atas lahan seluas 27ribu meter persegi dengan luas bangunan mencapai 10ribu meter persegi yang terdiri dari 5 lantai, termasuk menara gedung.
Sang arsitek Gedung Sate yakni Ir. Gerber memadukan beberapa aliran arsitektur ke dalam rancangannya. Untuk jendela, Gerber mengambil tema Moor Spanyol, sedangkan untuk bangunannya terinspirasi dari arsitektur ala Renaissance Italia dan Prancis.
Baca Juga: Kian Menggila, Total Ada 40 ASN di Gedung Sate yang Positif COVID-19
Khusus untuk menara, Gerber memasukkan aliran Asia, yaitu gaya atap pura Bali atau pagoda di Thailand. Di puncaknya terdapat "tusuk sate" dengan 6 buah ornamen sate (versi lain menyebutkan jambu air atau melati), yang mana hal tersebut melambangkan jumlah biaya yang digunakan untuk membangun Gedung Sate yakni sebesar 6 juta gulden. Ornamen yang terbuat dari batu, terletak di atas pintu utama Gedung Sate, sering dikaitkan dengan candi Borobudur karena bentuknya yang serupa.
Peralihan Fungsi Gedung Sate dari Masa ke Masa
Usai selesai dibangun, Gedung Sate yang diberi nama Gouvernements Bedrijven yang dalam Bahasa Belanda berarti 'Pusat Pemerintah', Pada tahun 1930 diresmikan sebagai Kantor Jawatan Pekerjaan Umum dan Pengairan Pemerintah Hindia-Belanda.
Sementara selama pendudukan Jepang, Gedung Sate menjadi Pusat Pemerintahan (Shucho) Wilayah Jawa Barat dan kedudukan Komandan Militer Daerah.
Lalu saat Indonesia merdeka, gedung kembali digunakan oleh Departemen Pekerjaan Umum. Hingga pada 1980, gedung dimanfaatkan sebagai kantor pemerintahan Jawa Barat hingga saat ini.
Keunikan dan Daya Tarik Gedung Sate
Salah satu keunikan dan daya tarik dari gedung tersebut adalah tentu saja adanya bangunan berupa tusuk sate dengan ornamen bulat sejumlah 6 buah pada bagian menara. Oleh karena itulah gedung yang dulunya bernama Gouvernements Bedrijven atau Gedung GB tersebut lantas disebut sebagai Gedung Sate.
Namun keunikan dan daya tarik Gedung Sate tidak hanya itu saja. Seperti yang telah dijelaskan di awal, sebagai bangunan tua namun Gedung Sate seakan tak lapuk dimakan usia. Hal ini terjadi karena dinding Gedung Sate terbuat dari kepingan batu ukuran besar (1 Ă— 1 Ă— 2 m) yang diambil dari kawasan perbukitan batu di Bandung Timur sekitar Arcamanik dan Gunung Manglayang.
Keindahan Gedung Sate semakin lengkap dengan adanya taman disekelilingnya yang terpelihara dengan baik, tidak heran bila taman ini diminati oleh masyarakat kota Bandung dan para wisatawan baik domestik maupun mancanegara. Keindahan taman ini sering dijadikan lokasi kegiatan yang bernuansakan kekeluargaan, lokasi shooting video klip musik baik artis lokal maupun artis nasional, lokasi foto keluarga atau foto diri bahkan foto pasangan pengantin.
Kini Gedung Sate selain menjadi gedung pemerintahan juga telah menjadi salah satu destinasi wisata favorit dan utama dari Kota Kembang, julukan Kota Bandung.
Gedung yang terletak di Kota Bandung , Ibukota Provinsi Jawa Barat ini meski sudah berusia lebih dari 100 tahun. Namun begitu, ia masih tampak sangat kokoh berdiri dengan tanpa pemugaran sama sekali.
Lalu bagaimana sejarah dari gedung ikonik tersebut? Langsung saja simak ulasannya yang telah MNC Portal Indonesia sajikan berikut ini!
Asal-Usul Pembangunan Gedung
Gedung Sate pertama kali dibangun pada tanggal 27 Juli 1920 ditandai dengan peletakan batu pertama yang dilakukan oleh Johanna Catherina Coops, puteri sulung Wali Kota Bandung saat itu yakni Bertus Coops dan Petronella Roelofsen, yang mewakili Gubernur Jenderal di Batavia J.P. Graaf van Limburg Stirum.
Pembangunan gedung tersebut ditujukan sebagai pusat pemerintahan, dimana saat itu Pemerintah Hindia-Belanda menetapkan Kota Bandung sebagai ibu kota pemerintahan dan hendak menggantikan Batavia (Jakarta) yang dirasa mulai tercemar. Namun sayang wacana tersebut tidak jadi terealisasi karena sempat terjadi krisis ekonomi usai berlangsungnya Perang Dunia pertama (PD I).
Selain gedung sate, Pemerintah Hindia Belanda juga membangun Kantor Pusat Pos, Telegraf dan Telefon (PTT), laboratorium, Museum Geologi, serta Kantor Dinas Tenaga Air dan Listrik. Proses pembangunan tersebut tuntas seluruhnya pada September 1924.
Gedung Sate dirancang oleh arsitek Belanda yang bernama Ir. J. Gerber dari Jawatan Gedung-Gedung Negara (landsgebouwendients), dibantu oleh sebuah tim yang terdiri dari: Kol. Genie (Purn.) V.L. Slor dari Genie Militair, Ir. E.H. De Roo dan Ir. G. Hendriks yang mewakili Burgerlijke Openbare Werken (B.O.W) atau DPU sekarang dan Gemeentelijk Bouwbedriff (Perusahaan bangunan Kotapraja) Bandung.
Detail dan Arsitektur Bangunan
Gedung Sate berdiri di atas lahan seluas 27ribu meter persegi dengan luas bangunan mencapai 10ribu meter persegi yang terdiri dari 5 lantai, termasuk menara gedung.
Sang arsitek Gedung Sate yakni Ir. Gerber memadukan beberapa aliran arsitektur ke dalam rancangannya. Untuk jendela, Gerber mengambil tema Moor Spanyol, sedangkan untuk bangunannya terinspirasi dari arsitektur ala Renaissance Italia dan Prancis.
Baca Juga: Kian Menggila, Total Ada 40 ASN di Gedung Sate yang Positif COVID-19
Khusus untuk menara, Gerber memasukkan aliran Asia, yaitu gaya atap pura Bali atau pagoda di Thailand. Di puncaknya terdapat "tusuk sate" dengan 6 buah ornamen sate (versi lain menyebutkan jambu air atau melati), yang mana hal tersebut melambangkan jumlah biaya yang digunakan untuk membangun Gedung Sate yakni sebesar 6 juta gulden. Ornamen yang terbuat dari batu, terletak di atas pintu utama Gedung Sate, sering dikaitkan dengan candi Borobudur karena bentuknya yang serupa.
Peralihan Fungsi Gedung Sate dari Masa ke Masa
Usai selesai dibangun, Gedung Sate yang diberi nama Gouvernements Bedrijven yang dalam Bahasa Belanda berarti 'Pusat Pemerintah', Pada tahun 1930 diresmikan sebagai Kantor Jawatan Pekerjaan Umum dan Pengairan Pemerintah Hindia-Belanda.
Sementara selama pendudukan Jepang, Gedung Sate menjadi Pusat Pemerintahan (Shucho) Wilayah Jawa Barat dan kedudukan Komandan Militer Daerah.
Lalu saat Indonesia merdeka, gedung kembali digunakan oleh Departemen Pekerjaan Umum. Hingga pada 1980, gedung dimanfaatkan sebagai kantor pemerintahan Jawa Barat hingga saat ini.
Keunikan dan Daya Tarik Gedung Sate
Salah satu keunikan dan daya tarik dari gedung tersebut adalah tentu saja adanya bangunan berupa tusuk sate dengan ornamen bulat sejumlah 6 buah pada bagian menara. Oleh karena itulah gedung yang dulunya bernama Gouvernements Bedrijven atau Gedung GB tersebut lantas disebut sebagai Gedung Sate.
Namun keunikan dan daya tarik Gedung Sate tidak hanya itu saja. Seperti yang telah dijelaskan di awal, sebagai bangunan tua namun Gedung Sate seakan tak lapuk dimakan usia. Hal ini terjadi karena dinding Gedung Sate terbuat dari kepingan batu ukuran besar (1 Ă— 1 Ă— 2 m) yang diambil dari kawasan perbukitan batu di Bandung Timur sekitar Arcamanik dan Gunung Manglayang.
Keindahan Gedung Sate semakin lengkap dengan adanya taman disekelilingnya yang terpelihara dengan baik, tidak heran bila taman ini diminati oleh masyarakat kota Bandung dan para wisatawan baik domestik maupun mancanegara. Keindahan taman ini sering dijadikan lokasi kegiatan yang bernuansakan kekeluargaan, lokasi shooting video klip musik baik artis lokal maupun artis nasional, lokasi foto keluarga atau foto diri bahkan foto pasangan pengantin.
Kini Gedung Sate selain menjadi gedung pemerintahan juga telah menjadi salah satu destinasi wisata favorit dan utama dari Kota Kembang, julukan Kota Bandung.
(hri)